Setelah beberapa
pekan tidak merasakan dinginnya kabut gunung di pagi hari, rasa kangen
sepertinya menebal bergelayutan di diri ini. Terakhir naik gunung di penghujung bulan Juni masih
terasa segar dalam ingatan, yaa itu Semeru. Lebih dari sebulan berlalu termasuk
karena memasuki bulan suci, keinginan naik gunung sepertinya perlu di-rem
dulu.
Setelah bulan suci
yang penuh berkah itu berlalu barulah rasa "kebelet" naik gunung itu
bisa terlampiaskan. Pilih-pilih dulu gunung mana yang pingin didaki. Meski
terasa sedikit perlu pertimbangan yang matang terkait beberapa hal,
akhirnya terpilihlah beberapa pilihan yang cukup menarik yaitu antara Gunung
Slamet (3.428 mdpl) atau Gunung Merbabu (3.142 mdpl). Dari lokasi
keberadaannya, diantara dua gunung tersebut sih lebih mudah dijangkau Merbabu. Kebetulan letaknya ada di samping rumah, cukup setengah jam saja untuk sampai di
gerbang pendakian. Sedangkan Gunung Slamet di Purwokerto jarakya termasuk jauh, meski masih ada di satu provinsi yang sama. Di lain sisi, Gunung Slamet belum pernah
sekalipun saya daki.
Keputusan pun akhirnya diperjelas dengan ajakan salah seorang teman SMA
yang juga sering travelling-an
bareng, Angga, yang kepengen banget
naik Merbabu. Katanya sih dia punya janji pada dirinya sendiri untuk bisa menapakkan kaki di
puncak Merbabu suatu saat nanti. Dia pernah bilang begitu sih memang sama saya. Sebagai orang Salatiga yang berada di kaki gunung yang
punya tujuh puncak itu, kalau belum pernah mendaki Merbabu rasanya ada
yang kurang, katanya. Yah, gak cuma dia saja kok sebenarnya yang pernah punya rasa
seperti itu, saya pun dulu pernah punya rasa yang sama. Malah jarak rumah saya
lebih dekat lagi dengan Merbabu, setiap hari bisa melihat kegagahan gunung tersebut tinggi menjulang dengan beberapa puncaknya yang tampak jelas dari
halaman belakang rumah, bahkan pemancar di salah satu puncak Merbabu pun bisa
terlihat jelas. Akan tetapi keinginan saya yang dulu pernah menjadi misi terpendam itu akhirnya sudah berhasil terpecahkan, ceritanya ada disini nih. Sekarang giliran Angga yang menepati janjinya itu.
Ajakannya untuk naik Merbabu pun saya iyakan.
view Merbabu from my house Desa Getasan |
Terpilihlah hari
pendakian yang akhirnya kami putuskan, walau bukan pada weekend yang biasanya
identik dengan waktu kebanyakan yang dipilih untuk mendaki. Pagi itu Rabu, 3
September 2013 setelah diskusi lewat WhatsApp membahas segala persiapan,
akhirnya kami memantapkan untuk melangkahkan kaki mendekati puncak Merbabu. Tak hanya kami berdua, namun Angga mengajak dua orang
temannya untuk ikut serta dalam pendakian kali itu. Ada Dian yang merupakan
rekan seperkuliahan Angga dan juga Decky yang tak lain adalah tetangga dekat
rumahnya.
Jalur Pendakian
Dari empat jalur resmi pendakian Gunung Merbabu, yang kami pilih
saat itu adalah jalur pendakian Cunthel yang ada di Desa Kopeng,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang yang jaraknya cukup dekat dari
rumah saya. Cukup berkendara kurang lebih selama 20 menit saja kami sudah sampai di depan basecamp Manggala yang
berada di pinggir Dusun Cunthel.
Cukup mudah
dijangkau bagi para pendaki untuk sampai di basecamp tersebut, dari arah Jogja
maupun Magelang (barat) bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi mau
pun angkutan umum menuju ke arah Kota Salatiga. Selama perjalanan
nanti juga akan melewati gerbang pendakian Wekas yang berada di sebelah barat
laut Merbabu di Desa Kaponan. Sekitar 25 km dari Magelang nantinya bakal sampai di kawasan agrowisata
Kopeng. Gerbang masuk Dusun Cunthel berada di kanan jalan yang juga merupakan
gerbang objek wisata Umbul Songo. Jika dari arah Salatiga (timur) gampang saja,
dari Pasar Sapi Salatiga tinggal ke arah Kopeng.
Di situ juga banyak angkutan umum yang tersedia.
Sampai di basecamp, jam sudah menunjukkan hampir pukul 12 siang. Tak lama kemudian,
adzan Dhuhur berkumandang lantang dari surau dusun. Kami pun memutuskan untuk langsung mendaki saja sekalian mampir ke masjid biar nggak bolak-balik. Setelah mengurus administrasi dan perijinan kami pun mulai melangkah
untuk mendaki.
Saat itu sih cuacanya agak kurang cerah. Kabut tebal
menghalangi mata untuk memandang luas. Tapi sesekali puncak-puncak Merbabu
terlihat jelas saat kabut tersibak. Tampak masih sangat jauh memang, tapi ke puncak itulah
kaki kami akan melangkah. Usai sholat kami berkumpul di samping masjid untuk
berdoa sebelum memulai pendakian yang sebenarnya.
Pukul 1 siang kami memulai langkah pertama mendekati
puncak. Masih terasa biasa saja meski tanjakan di antara ladang-ladang penduduk
mulai menyapa. Dari peta yang kami dapat dari basecamp, kami harus melewati dua
pos bayangan dulu sebelum sampai di pos pertama. Nafas mulai terengah-engah
namun satu pos pun belum terlewati, bahkan pos bayangannya.
Di ujung tanjakan akhirnya kami baru menemui satu pos
yang saat itu dalam masa pembangunan. Sepertinya mau dibangun shelter atau
semacam pos yang ada tempat berteduhnya, inilah Pos Bayangan 1. Tak disangka batako, pasir, dan semacamnya diangkut langsung dari dusun. Gak bisa ngebayangin
deh pokoknya, ngangkut benda super berat itu naik tanjakan curam kayak gitu.
Terlebih tak hanya laki-laki yang berpartisipasi, namun ibu-ibu setengah baya
berkain selendang batik pun turut serta mengangkut material tersebut. Terharu,
miris, kagum, semua bercampur aduk saat melihatnya… Cukup dua kata… luar biasa.
Kami lanjut saja mendaki melewati trek yang belum
berbeda jauh. Masih berupa tanjakan, namun sudah tidak melewati tengah ladang
lagi. Sekarang mulai berada di area hutan yang cukup rapat. Kabut sepertinya
mulai tersibak secara perlahan, terbukti dengan adanya sinar matahari yang
menembus sela-sela rapatnya hutan. Makin melangkah ke atas rasanya malah
semakin terik saja matahari bersinar.
Tak lama kemudian kami sampai di satu dataran dengan
satu bak penampungan air yang bisa digunakan untuk mengisi botol-botol sebagai
bekal pendakian. Tak ada penanda kalau itu Pos Bayangan 2 nya, kami kira memang
belum sampai di pos tersebut. Lanjut lagi mendaki hingga kami tiba di satu pos
yang bertuliskan Pos 1. Kami rehat sejenak merebahkan badan dan meletakkan
beban.
Berjalan lagi naik dan kami sampai di satu trek yang
sudah mulai terbuka tanpa naungan pepohonan. Namun yang membuat sedikit
kewalahan adalah adanya debu-debu yang mudah berterbangan saat ada yang
menginjaknya. Hal tersebut membuat kami
harus sering-sering menutup hidung. Maklum lah memang, musim kemarau tanah di
gunung menjadi sangat kering dan berdebu.
Makin mendaki ke atas rasanya matahari makin santer
saja mengeluarkan panasnya, nggak pake diskon lagi. Tak lama, trek kembali masuk
di antara rimbunnya pepohonan. Terik matahari bisa agak sedikit ditangkal. Di
ujung tanjakan sepertinya sudah terdapat papan penunjuk keberadaan Pos 2. Kami
pun mempercepat langkah agar bisa segera nyelonjorin kaki. Pos tersebut menjadi
tempat yang sangat nyaman, didukung dengan adanya dataran yang luas dengan
pepohonan yang meneduhi. Sampai-sampai Angga yang niatnya cuman rebahan di
bawah pohon bisa sampai kebablasan tidur.
Lanjut lagi menuju Pos 3 di bawah Gunung Watu Tulis
dengan Puncak Pemancarnya. Perjalanan menuju pos tersebut rasanya menjadi lebih
lama karena sepertinya stamina Angga mulai ngedrop. Tak jarang dia harus
rebahan dulu dan istirahat sebelum lanjut nanjak. Setelah mencoba
menyemangatinya sambil sesekali membawakan tasnya akhirnya kami berdua bisa
sampai di Pos 3 menyusul Dian dan Decky. Matahari mulai tenggelam di ufuk barat
saat kami sampai di pos tersebut. Kami pun mempersiapkan senter sebelum menuju Pos
Pemancar yang menjadi target kami untuk mendirikan camp. Tampaknya trek menuju
Puncak Pemancar menjadi yang paling sulit dari yang sebelumnya. Dari Pos 3 saja
sudah keliatan gimana treknya yang menanjak tajam dan cukup curam.
sunset di Merbabu |
Kami memantapkan hati dengan sisa tenaga untuk menuju
Pos 4. Senter-senter mulai dinyalakan sebagai pemandu perjalanan. Medan yang
curam berpadu dengan licinnya tanah berlapis debu menambah sensasi pendakian
malam itu. Butuh waktu yang lumayan lama bagi kami untuk mencapai Puncak
Pemancar, selain karena kondisi tubuh yang mulai menurun, sampai dinginnya
udara malam membuat kami sempat beberapa kali ingin memutuskan untuk mendirikan
camp saja di dataran manapun asal bisa digunakan untuk mendirikan tenda. Namun
saya terus meyakinkan teman-teman untuk menahan sebentar karena pemancar yang dimaksud
sudah tampak dekat. Raut muka Angga memang sudah tampak sangat kelelahan,
terlebih dia sudah beberapa kali terperosok di licinnya medan menuju Puncak
Pemancar.
Sekitaran pukul 8 malam akhirnya kami sampai di puncak
dengan satu pemancar relay yang telah tak beroperasi lagi. Di sebelah
pemancar tersebut terdapat beberapa tanah lapang yang bisa digunakan sebagai
tempat mendirikan tenda. Kami pun segera pilih-pilih lokasi yang pas untuk
membuat camp. Sebenarnya sih bisa juga mendirikan tenda di dalam bangunan di
bawah pemancar yang lebih tertutup, tapi sepertinya sudah dihuni oleh sepasang
muda-mudi dari Jogja yang sempat mendaki beriringan dengan kami. Angin Merbabu memang terkenal kencang, bahkan kadang
sampai terjadi badai. Alhamdulillah malam itu hanya angin kencang biasa saja,
nggak sampai badai.
Tenda pun telah kami dirikan, kami masuk satu per satu
dan memasak makanan hangat seadanya. Usai mengisi perut, kami tidur untuk
menanti sunrise esok hari. Kebetulan
tenda kami sudah menghadap ke arah terbitnya matahari sehingga saat membuka
tenda pagi besok, semoga bisa langsung disuguhi pemandangan yang luar biasa.
Amiin… Saatnya tidur… Selamat malam…
4 September 2013
Pagi kini menyambut, tapi tampaknya kami bangun agak terlambat
kecuali Decky yang bangun lebih awal entah karena alarm yang membangunkannya
atau karena dinginnya udara gunung. Pasalnya dia satu-satunya dari kami yang
tidak memakai sleeping bag saat tidur
malam itu. Wow, gak kebayang dinginnya padahal.
Bagitu bangun kami langsung keluar. Diufuk timur sudah
tampak gradasi langit yang sangat menakjubkan. Namun, untungnya sang mentari
belum keluar dari peraduannya. Saya pun lalu menggelar sajadah untuk sholat
Subuh sembari menanti munculnya sang mentari.
gradasi langit pagi |
sunrise |
Angga dan Dian + Decky di Puncak Pemancar |
menikmati negeri di atas awan Merbabu |
tanda kami yang langsung menghadap ke timur |
Sebelum siang dan matahari bertambah terik, kami
berencana mendaki lagi untuk menapaki puncak Merbabu yang lainnya. Masih ada
Puncak Syarif, Puncak Kenteng Songo, dan yang tertinggi yaitu Puncak
Triangulasi dari tujuh puncak Merbabu yang ada. Kali
ini Angga memilih untuk stay di
Puncak Pemancar dan tak ikut kami mendaki lebih tinggi. Tak apa lah, yang
penting janjimu sudah kau tepati untuk bisa mendaki Merbabu meski terhenti di ketinggian 2.896 mdpl. Jadilah hanya saya,
Dian, dan Decky yang lanjut muncak.
Dari Puncak Pemancar tempat kami mendirikan camp, kami
menuruni Gunung Watu Tulis menuju salah satu bekas kawah yang juga menjadi pertemuan
dengan jalur pendakian Wekas. Disitu pula lah perbatasan Kabupaten Semarang dan
Kabupaten Magelang. Lalu kami mendaki tanah yang memutih seperti
terkena muntahan belerang. Bau belerang pun semburat-semburat agak tercium saat
kami berada di dekat bekas kawah itu.
Mendaki lagi, mendaki terus, dan lanjut mendaki...
|
Kami semakin mendaki lebih jauh. Sempat kami lewati
pula “Jembatan Setan” yang tersohor di Merbabu. Bukan karena apa-apa dinamakan
demikian, itu hanya karena keekstriman medan yang cuman berupa gigiran tanah menanjak selebar sekitaran satu meter yang berbatasan langsung dengan tebing jurang yang
cukup dalam di kanan kirinya.
Di ujung tanjakan tersebut, sampailah kami di pertigaan
dua puncak, jika ke kiri akan mengarahkan kita sampai di Puncak Syarif dan jika
ke kanan akan menuju ke dua puncak tertingginya. Kami memutuskan naik ke Puncak
Syarif dulu karena cukup 10 menit saja untuk sampai di puncak tersebut. Di
tengah perjalanan kami mulai bisa melihat Gunung Merapi di kejauhan yang cukup
jelas terlihat.
menuju Puncak Syarif, tampak Merapi |
Beberapa menit kami habiskan untuk menikmati
pemandangan negeri di atas awan dari Puncak Syarif. Dari situ tampak GunungSindoro dan Sumbing berdampingan di sebelah barat, Gunung Lawu yang hanya
tampak puncaknya saja di sebelah timur, Gunung Ungaran, Telomoyo, dan Andong
tampak samar-samar di sebelah utara, dan tentunya Gunung Merapi di sebelah
selatannya yang tampak dekat dengan kami. Sungguh luar biasa…
Puncak Syarif |
Decky, "WE LOVE INDONESIA" |
Puas di puncak tertinggi ketiga, kami lanjut saja
menuju Puncak Kenteng Songo yang juga berdekatan dengan Puncak Triangulasi.
Kami berjalan turun lalu meniti trek sempit di badan Gunung Ondorante.
Kenteng di Puncak Merbabu |
Puncak Kenteng Songo mulai dekat dan tinggal mendaki
saja, namun inilah trek yang cukup bikin heboh karena kemiringannya hampir 80° ditambah dengan pegangan tangan yang terbatas. Alhamdulilah bisa kami lalui trek yang
tergolong sulit tersebut hingga kami benar-benar sampai di puncak melihat
kenteng-kenteng (lumpang/tumbukan dari batu) yang jumlahnya tak lagi songo
(sembilan) namun hanya tersisa empat saja yang masih utuh.
Di puncak, rasanya matahari makin dekat. Teriknya
minta ampun, padahal baru jam 9 tapi rasanya seperti jam 12an. Tak berlama-lama
kami lanjut lagi menuju puncak tertinggi yang hanya terpaut bebrapa meter dari
Puncak Kenteng Songo.
menuju Puncak Triangulasi |
Di Puncak Triangulasi kita bisa melihat Gunung Merapi
lebih dekat lagi. Selain itu di puncak tersebut juga merupakan pertemuan dengan
jalu pendakian Selo yang terkenal dengan keindahan Sabananya. Tak heran dari
Puncak Triangulasi bisa melihat jalan setapak memanjang menuju ke luasnya
sabana yang keren.
Tak ada shelter di puncak, tak ada pula pohon rindang
yang bisa dijadikan tempat berlindung dari teriknya matahari, yang ada hanyalah
Pohon Cantigi yang termasuk pohon perdu alias pohon mini. Jadilah pohon itu
yang menjadi satu-satunya tempat berlindung untuk merebahkan badan sejenak
sebelum turun.
di Puncak Triangulasi |
Cantigi yang lumayan meneduhkan |
Setelah dirasa cukup dan tenaga kembali sedikit demi
sedikit pulih, kami pun turun menuju Puncak Pemancar dimana Angga masih
menunggu di sana, entah apa yang dia lakukan untuk membunuh waktu selama
menunggu kami bertiga muncak. Saya harap dia baik-baik saja. Hehe…
Oke lah, lengkap sudah pendakian kali itu dimana
seorang teman yang punya satu janji pada dirinya sendiri untuk mendaki Merbabu
akhirnya bisa terpenuhi.
Saya pun ikut bahagia menjadi bagian dari itu.
Apa ada dari kalian yang punya janji yang sama???
Wujudkan bro…!!! gak ada kok yang gak
mungkin.
Kata Zafran
sih, “Mimpi- mimpimu, cita-citamu, keyakinanmu biarkan
ia menggantung, mengambang 5 centimeter di depan kening
kamu……
Sampai jumpa lagi Merbabu...
*Salam...
@ardiyantaa*
Oleh-oleh dari Merbabu...
sunrise hangat di Puncak Pemancar |
Sumbing dan Sindoro bersanding bersama bayangan Sang Merbabu |
Puncak Pemancar dari semak sebelum Pos 3 |
Pemancar menjulang di Puncak Merbabu |
ada juga Gunung Andong yang tampak mini disitu |
menuruni jalan setapak untuk melanjutkan ke puncak selanjutnya |
tumpeng-tumpeng raksasa |
di perbatasan dua kabupaten |
hmm, subhanallah.... |
Puncak Pemancar makin jauuh.... |
dataran di Puncak Syarif |
menghadap ke arah Merapi |
itulah jalan setapak yang kami lewati tadi |
mengarah ke Puncak Kenteng Songo |
langitnya unyu' tanpa editan |
Edelweis di tepi jalan |
jalur Selo dengan sabana indahnya |
sabana di atas awan |
sempet-sempetin poto dulu |
atas itu adalah Puncak Kenteng Songo |
perjalanan saat turun, debunya menn..... |
ademm banget saat ada disana meski teriknya matahari gak ketulungan |
The End
*Semua foto di atas adalah dokumentasi pribadi
Ah, envy ah. -_-
BalasHapus
Hapusapa yg kau envy-kan....
Kan km jg sudah memenuhi promise-mu....
waahh merbabu coba juga lah :) makasih udah kasih referensi lagi... setelah sebelumnya sy berhasil ke lawu sedikit byk krn 'kompor' dari blog mas ardi...
BalasHapus@Yudha Bayu Nursalam
BalasHapusSiip deh...
Selamat menikmati indahnya Indonesia...
wah,,kok judul kita samaan y..tentang janji :D
BalasHapushttp://alianci-myadventure.blogspot.com/2013/09/rinjani-janji-lama-dan-janji-baru.html
@Abdullah Habiby
BalasHapuswah JANJInisasi ini mas, hehe.....
hmmm Rinjani uda dua kali nih ceritanya, aku aja sekalipun belum T_T
emang keren viewnya merbabu
BalasHapus@Arief90
BalasHapussetujuuu....
wah, warna biru langitnya cerah nian. Semoga wiken nanti merbabu juga cerah :)
BalasHapusAmin mas... Tapi uda musim hujan ini, harus siap siap... Hehe
Hapusmau numpang nanya, itu untuk jalur pendakiannya dapet semacam peta yaa ??
BalasHapussoalnya belum pernah kesana dan ingin kesana akhir januari nanti
Klo peta mah bisa download mas sbnere. Tapi klo lewat Cunthel seingatku dkasi peta jg sih.
BalasHapusklo masi ragu ngajak aja yg pernah ke Merbabu mas
naah masalahnya itu temen yg udah pernah kesana itu lewat jalur selo, kan kalo dari salatiga kejauhan mas
BalasHapusga terlalu jauh lah mas, demi sensasi pendakian yang berbeda...
Hapusinsya allah awal taun 2014 ane ke merbabu gan, biar bisa kaya agan agan ini keren keren fotonya hehe
BalasHapusMakasi mas, salam kenal ya...
HapusAwal taun masi musim hujan spertinya mas, ni aku tgl 22 abis ksana lg. Full ujan....
Alhamdulillah tgl 26 pertama kali ke sana, ngga ujan tapi panas sekali sampe muka gosong. Sedih ngeliat edelweissnya pada mati :(
BalasHapuswah 26 Desmber kemaren itu yah mbak?
Hapusitu cuaca lagi cerah-ceranya... Padahal masih di tengah musim ujan lho, beruntung berarti bisa naik pas cerah...
aku tgl 22 pas hari ibu itu malah sepanjang perjalanan ujan terus, putih semua ga keliatan view apa-apa di puncak...
foto-fotonya keren...Subhanallah...
BalasHapusterimakasih mas....
BalasHapussaya jg pernah kesana mas... waktu masih kls 2 SMA... n sekarang pengen banget kesana lg....
BalasHapustinggal atur waktu saja... langsung naik heheh
BalasHapusWah mengandung 'racun' nih tulisannya,fotonya jg keren2 mas,ga ada rencana ke merbabu lagi mas tahun ini? Mau nebeng juga soalnya :D
BalasHapuspasti ada rencana lg... tapi waktu tepatnya yg blm tau...
Hapusdeket merbabu jg kah
Jauh mas dari merbabu saya dari surabaya,teman saya blm ada yang pernah ke merbabu jadinya cari yang sdh pernah ke sana buat di ajak
Hapusoh gt... kontak sy aj mas, klo ada wktu bisa sy tmnin insyaallah...
HapusSiap mas nunggu cuacanya bersahabat dulu biar dapat foto2 yg keren kayak sampean :D
BalasHapusSubhanallah,,,
BalasHapusingin k sana suatu hari nanti...
Insyaallah bisa mbak...
HapusMas dari satsiun jam 1 pagi ada kendaraan umum ga mas sampe salatiga?
BalasHapusStasiun Tawang mas?
HapusWah klo sepagi itu mending tiduran dulu d stasiun baru paginya ke salatiga
mas ada yang ndaki malam gak biar nyampek puncak pas sunrise
BalasHapusKalo weekend ada biasanya mas... Yang paling rame jalur selo
BalasHapusmas perjalanan perapa jam kalo lewat kopeng, cuacanya sama lawu serem mana
BalasHapusKopeng ada dua jalur pendakian mas, ada Kopeng Thekelan dan Kopeng Cuntel,
HapusKalo yg cunthel 6-7 jam dari basecamp sampe Puncak Pemancar (Watu Tulis)
Cuaca g ada yg tau mas... tapi kalo sama lawu dinginan Lawu sih kalo sama" pas musim kemarau
trims infonya, kemarin 29 maunya weekend di merbabu malah nysar ke lawu (cemoro kandang) tapi "subhanallah" hujan dan petirnya luarbiasa nunggu sampai jam 22.30 belum reda terpaksa batal susah rasanya kayak orang gagal.
BalasHapusNggak ad kata terlambat mas.. Tunggu wktu yg tepat aja
Hapussalam lestari,
BalasHapusmantap banget pendakiannya...
Bulan depan saya juga mau naik....
http://munggahgunungyo.blogspot.com/
siiip...
Hapusselamat mendaki...!!!
Artikel yang sangat menarik ;) jika berkenan silahkan mampir ke >>> lavandula-angusttifolia.blogspot.com
BalasHapusSalam lestari :)
thx...
Hapussiap mampir ke TKP...
tanggal 17-18 renaca berangkat ke merbabu semoga jadi :)
BalasHapusblognya keren bro (y)
thx bro..
Hapusselamat mendaki...!!!
Ms kalo naik lewat selo. Rencana pakai mobil kira-kira bisa sampai basecamp atau lbh baik dititipkan sebelum basecamp? Mksh
BalasHapusMobil bisa sampai basecamp kok...
BalasHapuscuman kalo pas papasan agak susah...
kadang ada juga mobil penduduk yang dicarter pendaki buat nganterin mereka dari basecamp ke terminal terdekat...
Insyaalloh tgl 7 Juni 2014 rcn mau ke merbabu..terakhir ksana tahun 1994..kali ini guna memenuhi janji kpd anakku..hmm pasti banyak berubah segalanya ..smoga fisikku masih kuat..mohon doa kawan2 semua...salam lestari!!
BalasHapuswow, luar biasa Om...
Hapustetap semangat, Merbabu menunggu...
Mas coba entar pengalamannya di tulis,sy juga rencana tgl 21 juni 2014,..
Hapustrims supportnya..Sekedar menepati janji seorg ayah kpd anaknya sj kok mas.Kondisi terakhir mana yg routenya lebih ringan ya antara lewat Thekelan atau Cuntel? ke basecampnya bisakah ditempuh dgn spd motor (hehehe lumayan buat ngirit tenaga maklum sudah 43 thn mas)
BalasHapuspernah janji ngajak ke puncak Merbabu ya...
Hapuskeren lah...
oiya, lewat cunthel lebih enak n basecamp nya lbh dket dr jalan raya, bisa nitip motor jg disitu...
Janjinya sih janji nganter mas bukan ngajak..itupun sudah tertunda sejak 4 tahun yg lalu..sekarang ditagih hahaha..oke trims bgt responsnya..salam.
Hapusartikelnya bagus mas, mau nanya dong kalo di merbabu ada hal yang menarik gitu nggak? yang bisa dijadiin potensi wisata, atau misalnya vegetasi di jalurnya banyak dan unik2, atau ada apa gitu mas? soalnya saya lagi nyari referensi gunung buat dijadiin tujuan ekspedisi gitu mas. kira2 apa ya? ada saran nggak.. makasih banget mas
BalasHapusMerbabu pnya bnyk keunikan, mulai dari punya 7 puncak, adanya batu berlubang yg seperti penumbuk kopi di puncak Kenteng Songo, sampai keindahan sabananya yg termasuk salah satu yg plg bagus di Indonesia...
HapusAlhamdulillah janji telah tertuntaskan..terimakasih kawan..sekaligus kusampaikan salam dari anandaku Tarendra Adi Firmansyah - Semarang
BalasHapusalhamdulillah... sip deh...
Hapustdk ada kendala kan om
salam knal jg dr sy Ardiyanta
Insya Allah akhir agustus qta mao silaturahmi ksana masbro,kira2 cuaca akhir agustus gmn yaa..???
BalasHapusbagus mas, rame jg kalo bulan2 agustus...
Hapussubhanallah.. keren foto-fotonya masbro..
BalasHapusjadi gak sabar buat mengulang cerita mas lagi dalam dentuman langkah kaki aku sekitar awal bulan agustus nanti..
MERBABU, pendakian ke-2 aku di tahun 2014 ini.. semoga menyenangkan dan menjadi cerita yang menarik untuk disampaikan kepada temanku yang lain seperti yang diceritakan mas Ardi.. Thx masbro sebelumnya :')
sippp... selamat mendaki Merbabu... :D
HapusNice info mas. Ceritanya informatif dan subhanalloh viewnya keren2 bgt :-D. Doakan sy ya mas.. someday bs menjejakkan kaki disana jg :-)
BalasHapusAMIN AMIN.... :D
Hapusjosss
BalasHapusthx bro... :D
Hapusgilakk keren.. next gunung apa gan? jangan sampe ada yang kelupa perlengkapannya :D
BalasHapusNext Gunung di Sulsel mbak...
HapusOK sipp
dari zamannya badan msh kurus sampai skrng gemuk pengen bgt naik nih gunung, tapi blm kesampaian juga..
BalasHapuspersiapkan dulu sematang-matangnya mas, lalu kalo uda mantap bisa segera diwujudkan...
Hapuslilin
BalasHapussemoga ada rejeki, ada waktu dad ada tenaga buat menikmati pemandangan indah di negeri di atas angin. merbabu, aq jantuh cinta :D
Amin Mas...
Hapusklw untuk tranportasi nya dr stasiun semarang poncol..
BalasHapuskira" brapa x naek angkot yh mas ??baru perdana mas.. hehehe
dari stasiun poncol ke terminal terboyo Semarang dulu, baru cari bus safari atau bus lain yang jurusan ke Solo tapi turun di Salatiga (Pasar Sapi).
HapusSampe di Pasar Sapi Salatiga cari bus jurusan Kopeng, bisa Bus Tunas Mulya atau yang lain, turunnya di Kopeng. Bilang aja mau ke basecamp Merbabu Cunthel.
Oiya, di Kopeng ada 2 basecamp... Ada Cunthel ada Thekelan... Rekomend yang Cunthel aja.
encana via wekas mas...
Hapusklw ke banyumanik dlo itu kejauhan ga mas??
merapi tutup sampe 16 maret apa 16 april yh mas??
planning mw bablas sekalian ke merapi mas.. suwun _/ \_..
Banyumanik itu deket Kota Semarang mas, kalo ke basecampnya jauh bgt...
HapusTapi bis banyak kok, kalo mampir Banyumanik dulu gapapa sih...
Merapi sampe Maret kayaknya mas...
Oiya, Wekas udah masuk Kab. Magelang loh
kira" klw dr stasiun smpe base camp brpa jam yh mas??
Hapuspake kendaraan umum bisa 3-4 jam an mas...
Hapusmas mau tanya ada carter mobil dari stasiun poncol semarang - wekas ngga mas? kalo tau kisaran brp ya mas harga nya? terima kasih
BalasHapusrencana naek tanggal brapa mas..
HapusWaduh Ga ada kyknya Mas, itu jaraknya masih jauh bgt...
HapusKalo mau carter mending dr Semarang naik bus dulu ke Salatiga. Baru carter Mobil atau bus kalo memang rombongan.
Stasiun ke Terminal Terboyo dulu, terus naik bus ke Salatiga turun di Pasar Sapi. Baru carter ke basecamp nya di Desa Kopeng.
mas arie : rencana kita awal april mas, naik wekas-turun selo
BalasHapusmas ardi : oh gitu oke deh makasi ya mas info nyaa
Rencana agustus mau ikut merahputih camp kesana, semoga terwujud dan sukses sampai puncak tertinggi Merbabu, Aamiin..
BalasHapusSalam dari kalsel bro..
Amiiiin selamat mendaki Merbabu, be careful...
HapusSalam kenal...
mas ardi salam kenal...
BalasHapusminta suggest mas, kalau dari jogja mau ke merbabu via cunthel, menuju basecamp cunthelnya kalau naik kendaraan umum bisa naik apa ke arah mana?
dari Jogja ke terminal Jombor dulu mbak, baru cari bus ke arah Magelang turun di Terminal Tidar Magelang. Ganti bus jurusan Salatiga terus turun di Kopeng.
HapusCunthel itu ada di Kopeng. Ntar bilang aja mau turun di Umbul Songo.
Basecamp Cunthel masuknya lewat gerbang wisata Umbul Songo.
merbabu memang amazing
BalasHapusSetuju
HapusSetuju
Hapuspermisi bang ardi, saya boleh ga jadiin catetan abang jadi referensi saya? lagi bikin cerpen masalah pendakian, tulisan bang ardi paling lengkap penjelasannya. saya ijin nih bang hehe
BalasHapusBoleh kok... Nama saya jangan lupa disebutin yak... Hehe
HapusBoleh kok... Nama saya jangan lupa disebutin yak... Hehe
Hapus