Luar Biasanya Pendakian Gunung Lawu



Ibarat zat adiktif yang bisa menyebabkan candu bagi siapa saja yang mencobanya, naik gunung juga demikian. Bisa saja orang yang benar-benar anti dengan yang namanya naik gunung, namun jika satu hari diajak melakukan kegiatan outdoor yang terhitung perlu nyali besar ini dan akhirnya bisa mendaki sampai puncak lalu melihatlah dia di sekeliling puncak dengan keagungan ciptaan-Nya niscaya candu sedikit demi sedikit akan merasuk dalam dirinya. Selain itu rasa puas juga akan sangat terasa saat mampu mencapai tingginya puncak gunung dengan kaki dan usaha sendiri. 
Itulah sebabnya para pendaki kebanyakan tidak akan berhenti hanya di satu puncak gunung saja, pasti ada keinginan untuk terus menjelajahi  gunung-gunung lainnya yang memiliki tantangan dan keindahannya masing-masing.

Setelah beberapa kali sampai di puncak gunung, rasa untuk menjelajahi gunung-gunung yang lain masih menggelayuti pikiran saya. Tak bosan untuk mencari kesempatan untuk mendaki lagi dan lagi. Ketemulah saya dengan satu kesempatan dimana bertepatan dengan tanggal merah yaitu pada 29 Maret 2013 ini. Setelah kesempatan tersedia kemudian dirasa masih ada yang kurang kalau mendaki tanpa kawan. Maka saya ajaklah Vandi, teman SMA yang juga pernah ngetrip bareng ke Baluran dan Kawah Ijen
Awalnya sih saya menawarkan untuk mendaki Gunung Sumbing (3.371 mdpl) di Wonosobo bareng dengan salah satu forum backpacker namun kami masih pikir-pikir dulu. Pilihan kedua sebagai plan B jatuh  pada satu gunung di perbatasan Jateng dan Jatim yaitu Gunung Lawu (3.265 mdpl).

Puncak Lawu "Hargo Dumilah" 3.265 mdpl
Beberapa hari berlalu masih belum bisa mengambil keputusan untuk mendaki Gunung Sumbing atau Lawu. Hingga sehari sebelum hari H barulah fix diambillah keputusan untuk mendaki Gunung Lawu saja karena beberapa pertimbangan. Selain jarak yang lebih dekat dengan Salatiga, lagi pula Vandi sedang ada di Solo saat itu. 
Dirasa sangat nggak rame jika mendaki gunung hanya berdua saja, maka diajaklah Wawan yang juga teman satu SMA untuk join di pendakian ini. Setelah mantap dengan persiapan seadanya kami pun tinggal menunggu jam keberangkatan.

Hal yang tak biasa memang jika pendakian dilakukan tanpa persiapan yang mantap, karena kita bahwa alam sulit diprediksi. Tapi jika berbekal niat serta restu orang tua dan juga informasi yang memadai mengenai tujuan, tentu akan lebih memberi jaminan keselamatan. Persiapan yang paling seadanya pada pendakian kali ini adalah rencana kami yang pengen ngecamp semalam di Lawu namun tanpa membawa tenda. 
Gimana bisa yaa mau ngecamp kok gak bawa tenda??? 
Apa nanti tidurnya beratapkan langit berbintang dan beralaskan tanah???   Ohhh, tentu tidak…..!!!
Kebanyakan pendaki pasti sudah paham jika Gunung Lawu ini merupakan gunung yang sangat istimewa dan luar biasa, dalam artian Lawu memiliki beberapa hal yang tidak ada di gunung lain. Selain dari sisi sejarah dan mitos yang turut menghiasi keindahan Lawu, penduduk sekitar pun juga turut serta memberi pengaruh bagi pada para pendaki. Masyarakat menganggap Lawu sebagai gunung yang memberi banyak berkah, sampai-sampai ada beberapa warung yang berdiri kokoh di Gunung Lawu termasuk Warung Mbok Yem.
Cukup tidak percaya juga yaa saat pertama kali mendengar ada warung di pucuk gunung. Hal ini pula lah yang membuat kami tidak perlu membawa tenda karena kami berencana untuk numpang tidur di warung tersebut. Namun yang masih mengganjal adalah apakah nanti bakal kebagian tempat buat tidur dengan pertimbangan pendaki Lawu yang sangat ramai, lebih-lebih saat itu merupakan tanggal merah yang pasti persaingan bakal makin sengit lagi buat mendapat tempat untuk tidur di Warung Mbok Yem. Tapi kami nekat saja, masak pendaki lain pada nggak bawa tenda juga kan….. *-*

Jika memang keadaannya tidak menungkinkan seperti misalnya saja kalau Mbok Yem nya lagi turun atau memang lapak untuk tidur sudah penuh, alternatif lain yang ditawarkan Lawu bagi pendaki yang mau nginep semalam disana tapi gak bawa tenda adalah tidur di depan Warung Mbok Yem yang masih lumayan ternaungi. Selain itu goa-goa kecil di sekitaran warung yang bisa memuat beberapa orang juga boleh dimanfaatkan pendaki, tapi bisa dibayangin sendiri ya dinginnya kayak apa. Para pendaki sering menobatkan Lawu sebagai salah satu gunung terdingin lho, ada yang pernah mencatat suhu di Lawu mencapai 8° C. Alangkah lebih baiknya lagi mending bawa tenda sendiri  aja yaaa untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Jalur Pendakian

Karena Gunung dengan ketinggian 3.265 mdpl ini berada di perbatasan Jateng dan Jatim, maka ada beberapa jalur pendakian yang masuk wilayah Jateng dan ada juga yang masuk wilayah Jatim. Beberapa alternatif yang bisa digunakan oleh para pendaki untuk mencapai puncak yaitu Jalur Cemoro Kandang yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar, Jateng dan Cemoro Sewu yang ada di wilayah Kabupaten Magetan, Jatim. Selain dua jalur yang paling kerap dilalui pendaki tersebut masih ada lagi jalur Cetho yang melewati komplek situs Candi Cetho yang merupakan peninggalan Prabu Brawijaya V. Ada juga Jalur Tambak yang masuk wilayah Jawa Tengah serta Jalur Jogorogo di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Gerbang Jalur Pendakian Cemoro Kandang
Jalur Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu letaknya tidak terlalu jauh, tidak sampai setengah km, sehingga bisa menjadi pilihan pendaki untuk melalui kedua jalur pendakian ini dalam satu rangkaian perjalanan naik turun. 
Jalur Cemoro Kandang relatif lebih landai dengan kebanyakan jalan tanah setapak namun waktu tempuh hingga puncak lebih lama ketimbang melewati jalur Cemoro Sewu yang didominasi dengan jalur bebatuan terjal dan sudah disusun menyerupai anak tangga. Dibuat sedemikian rupa karena jalur yang satu ini memang sering dilalui peziarah dan penduduk sekitar yang akan melakukan napak tilas perjalanan Prabu Brawijaya V di malam Satu Suro. Tak heran jika pada malam tersebut Lawu sangat ramai hingga untuk naik saja harus antre.

Pada pendakian kali ini  kami memutuskan untuk melewati jalur pendakian Cemoro Sewu dengan melewati Karanganyar terus ke timur menuju Tawang Mangu. Perjalanan menuju basecamp sangat memanjakan mata. Jalan didominasi dengan kelok-kelok dan sering dijumpai tanjak tajam, namun medan yang demikian tak akan terasa ketika pemandangan yang tersaji begitu memukau. Kami merasa sangat beruntung sekali saat itu karena sepanjang perjalanan kami tidak mendapati hujan, padahal jalanan yang dilewati kami duga seperti baru saja terguyur hujan yang teramat deras sampai-sampai terjadi banjir yang cukup lumayan tinggi di sekitaran Pasar Tawang Mangu. Gorong-gorong pun terisi penuh air yang juga mengalir deras. Tak terbayang kan betapa derasnya hujan tadi, tapi alhamdulillah kami tidak bertemu derasnya hujan itu di sepanjang perjalanan menuju basecamp.
Oiya kami juga melewati beberapa objek wisata seperti Air Terjun Grojogan Sewu di Tawang Mangu, Kompleks Candi Sukuh dan Cetho yang merupakan peninggalan Raja Majapahit terakhir Prabu Brawijaya V yang sangat erat kaitannya dengan Gunung Lawu , Petilasan Pringgodani, dan masih banyak lagi.
Pemandangan tampak lebih menakjubkan lagi saat sampai di daerah Gondosuli. Perkebunan warga di bukit-bukit dengan petak-petak yang unik dan kemiringan yang cukup ekstrim sangat menarik untuk dinikmati. Tak heran banyak juga dijumpai muda-mudi yang bersantai memadu kasih dan ada juga yang berfoto-foto di area ini. Deretan warung-warung pinggir jalan yang menyajikan berbagai menu khas juga turut memanjakan para wisatawan yang ingin mencicipi kulinernya. Hal itu juga yang membuat kami terpikat untuk mampir sejenak di satu warung persis di depan basecamp Cemoro Kandang untuk mengisi perut sebelum memulai pendakian. Kami sampai disana sekitar pukul 16.00 sehingga kalau dihitung-hitung perjalanan dari Solo sampai basecamp sekitar satu jam dua puluh menit dengan kecepatan standar. 
Kawasan ini terasa begitu lengkap sekali dengan pengelolaan yang sangat diperhatikan. Mulai dari objek wisata alam, pendakian Gunung Lawu, sejarah, kuliner, tata wilayah yang sangat harmonis menyatu dalam satu wilayah sekaligus.
Setelah perut terisi perjalanan kami lanjutkan menuju basecamp Cemoro Kandang yang terletak tak jauh dari basecamp Cemoro Kandang. Tak berapa lama berjalan maka kami sudah masuk wilayah Jatim ditandai dengan baliho bertuliskan “Welcome to East Java”. Tak terasa pula kami sampai di basecamp tempat kami memulai pendakian. Sebelum mendaki kami sempatkan sholat dulu di masjid seberang jalan. Tak perlu khawatir mengenai penitipan sepeda motor karena di dekat basecamp sendiri ada penitipan motor yang dikelola penduduk sekitar dengan tarif Rp 5.000,- permalamnya termasuk penitipan helm. Di sekitar basecamp banyak penjual souvenir khas pendakian dan juga warung makan. Sedangkan tempat perijinan dan loket administrasi pendakian ada di gerbang masuk jalur pendakiannya. Syarat pendakian tak seribet seperti harus melampirkan fotokopi KTP atau surat keterangan sehat, tapi cukup menyebutkan nama, asal,  jalur turun, dan tak lupa membayar biaya administrasi sebesar Rp 7.500,- saja. Biaya ini apakah berlaku untuk setiap harinya atau berbeda-beda saya juga kurang tahu, entah sejumlah itu karena tanggal merah atau memang berlaku tiap hari pendakian.

Pendakian Gunung Lawu

Kami akhirnya memulai pendakian dengan tujuan hari pertama yaitu Warung Mbok Yem dengan berdoa terlebih dahulu. Jam menunjukkan tepat pukul 17.30 sehingga waktu tersebut yang kami jadikan patokan perhitungan waktu start pendakian kali ini. Trek di jalur Cemoro Sewu ini sedari gerbang masuk sudah terlihat tersusun dari bebatuan. Beberapa melangkah masih terasa biasa saja, belum terlalu menanjak. Hingga lebih jauh lagi melangkah barulah trek menanjak kami temui yang tersusun dari bebatuan terjal namun cukup lebar, mungkin seukuran satu mobil. Jalan sudah mulai gelap tapi kami belum berniat menyalakan senter karena sejauh ini jalanan masih cukup bisa terlihat. Tak berapa lama kami melintasi jalur yang mulai terbuka dengan vegetasi yang didominasi dengan rerumputan yang cukup tinggi. Di tempat ini kita bisa menikmati gemerlap kelap-kelip lampu kota di kejauhan. Beberapa shelter sempat kami temui di sepanjang perjalanan menuju Pos 1 termasuk ada satu mata air yang dinamakan Sendang Wesanan yang bebentuk bak-bak kecil dengan bangunan kecil yang menaunginya, ada sesajinya juga lho. Untuk mencapai sendang ini harus melaui jalan setapak ke kanan masuk beberapa meter saja, namun kami tak perlu mengisi air disini karena persediaan masih mencukupi. Selanjutnya mulai kami temui jalan yang menanjak terus dengan trek berbatu yang menyempit menjadi setapak saja.

Perjalanan kami mulai ditemani dengan cahaya senter yang menerangi. Bulan yang sebenarnya masih tergolong bulat purnama masih enggan menampakkan sinar terangnyanya. Hanya satu bintang saja yang bersinar redup terlihat di gelapnya langit. 
Tak berapa lama kami dikagetkan dengan adanya satu warung di sebelah kiri jalur yang ternyata kami sudah sampai di Pos 1. Saat sampai disini waktu sudah menunjukkan pukul 18.30.
Warung di Pos 1 Jalur Pendakian Gunung Lawu via Cemoro Sewu 
Warung yang menjual berbagai gorengan, makanan dan minuman ini menyediakan tempat beristirahat yang beralaskan tikar bagi pendaki, sehingga kami juga tak mau menyia-nyiakan fasilitas yang disediakan oleh pemilik warung yang sangat ramah tersebut. Kami pun meminta ijin untuk beristirahat dan menunaikan sholat Magrib disini. Tak lupa kami juga membeli gorengan yang disediakan, ternyata harganya tak semelambung yang saya pikirkan. Sebab ada di gunung yang notabene bukan tempat yang sewajarnya bagi pedagang-pedagang untuk berjualan, saya kira harganya bakal melambung tinggi setinggi Gunung Lawu tapi ternyata satu gorengan hanya seribuan saja dan itu pun rasanya mantep banget dengan irisan tempenya yang tebal-tebal  cocok mengisi perut setelah awal perjalanan tadi *-*.
Dirasa cukup beristirahat lalu kami berpamitan dengan pemilik warung dan mengucapkan banyak terimakasih. Kemudian  kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2.

Trek menuju Pos 2 lebih menanjak dari sebelumnya dan mulai dijumpai trek menyerupai anak tangga yang masih tetap tersusun dari bebatuan. Sepertinya trek melalui Cemoro Sewu ini bakalan didominasi dengan bebatuan terus deh sampai puncak nanti, gumam saya waktu itu saat menaiki satu demi satu anak tangga yang terjal.

anak tangga Jalur Pendakian Lawu  via Cemoro Sewu

Di beberapa titik perjalanan kami sempatkan untuk beristirahat dulu untuk mengatur nafas karena trek yang menanjak terus dan hanya sebagian persen saja bonus dataran yang kami dapat. Bulan purnama yang terhalang bukit mulai terlihat sinarnya. 
Sayup-sayup mulai terdengan suara ramai para pendaki di atas sana, berarti pos makin dekat. Tepat Pukul 20.00 kami sampai di Pos 2 dengan banyak pendaki yang sudah mendirikan tenda. Kami beristirahat sejenak dan membasahi kerongkongan di pos ini dan ngobrol-ngobrol dengan pendaki lain.

Selang satu jam perjalanan kami tiba di Pos 3 dengan bangunan yang masih berdiri kokoh namun tak beratap. Di depan pos ini juga banyak pendaki yang mendirikan tenda. Karena belum terlalu lelah maka kami lewati saja Pos 3 dan lanjut menuju pos selanjutnya.
Perjalanan mulai dihiasi dengan ornamen-ornamen bebatuan raksasa di sisi kiri dan kanan jalur pendakian, sampai-sampai ada juga satu batu besar yang ada di tengah-tengah jalur pendakian hingga kami harus melewati pinggirannya dengan hati-hati karena sebelah kanannya ada jurang menganga.

Pukul 22.15 kami bertemu dengan Pos 4 yang tidak ada shelternya namun cukup luas untuk mendirikan tenda, ada beberapa tenda yang sudah berdiri di pos yang tanahnya sedikit berbeda dengan bagian lain ini. Tanah di Pos 4 ini berwarna putih seperti bercampur dengan belerang. Di sisi kanan pemandangan kota Magetan dengan Telaga Sarangannya terlihat indah sekali ditambah lampu yang berwarna-warninya. Tak heran banyak pendaki yang menghabiskan malamnya disini setelah dari puncak.

Karena rasa kantuk mulai terasa kami pun beristirahat di pos ini lebih lama dari sebelumnya kira-kira setengah jam. Saya pun sempat tertidur di atas tas. Semakin lama berdiam diri bukannya kantuk hilang malah hawa dingin semakin menusuk. Agar tak makin kedinginan kami pun segera melanjutkan perjalanan menuju Pos 5  yang merupakan pos terakhir sebelum Warung Mbok Yem.

Pukul 23.15 kami sampai di Pos 5 yang merupakan pos yang paling luas dan cocok dijadikan camping ground dengan pemandangan sisi timur yang terbuka, apalagi malam itu sangat cerah dan bisa menikmati lampu-lampu Kota Magetan dan sekitarnya dengan jelas. 
Pemandangan di Pos 5 ini sangat mirip dengan yang ada di bukit bintang deh pokoknya, lebih gemerlap dari pada yang di Pos 4 tadi. Sebenarnya kami juga kepengen ngecamp di Pos 5 ini karena tergiur dengan pemandangannya tapi karena tak membawa tenda ya kami teruskan saja menuju tujuan akhir kami di hari pertama ini yaitu di Warung Mbok Yem.

Jalur menuju Warung Mbok Yem kami sempat kebingunan karena ada percabangan. Tapi sebenarnya cukup mengikuti jalan berbatu saja sih, seperti sebelumnya. Di Pos ini ada jalan menuju lembah bersabana dengan mengambil jalur setapak di bawah papan bertuliskan Pos 5.

Di bawah Pos 5 Gunung Lawu via Cemoro Sewu

Dengan mengikuti trek berbatu dengan sisi kanan pemandangan kota yang indah akhirnya pada pukul 23.30 kami sampai di satu warung di dekat sendang keramat yang bernama Sendhang Drajat. Di samping sendang juga terdapat satu bangunan yang berisi satu batu dengan dupa-dupa di dekatnya, sepertinya merupakan tempat sesajian yang berkaitan dengan cerita tentang Prabu Brawijaya V. 

Kami segera masuk warung yang saat itu kami kira tutup ditinggal pemiliknya, tapi setelah diketok ternyata dibukakan. Sudah ada banyak pendaki yang memenuhi tempat peristirahatan istimewa tersebut. Alhamdulillah nya kami masih kebagian tempat walau harus berdesakan dengan pendaki lain. Malam itu kami pun langsung tidur karena mau pesan makanan juga sudah habis dan baru masak lagi di esok hari. 
Bagi yang punya gangguan nafas saya anjurkan jangan ikut menginap di warung ini karena terkadang asap tungku masak menumbulkan asap pekat yang terperangkap di dalam ruangan penginapan. Memang malam itu sudah tidak ada masak-masakan lagi di dapur, tapi asapnya begitu luar biasa membahana #wow. Mungkin Si Embok sedang berusaha mematikan bara api dengan mengguyurnya pake air. Tapi apa boleh buat, harus maklum dong ya. Sudah bagus masih kebagian tempat tidur nyaman. 

warung istimewa tempat kami menginap semalam

SUMMIT ATTACK

Pukul 04.15 kami bangun dan bersiap untuk summit attack yang menurut informasi hanya memakan waktu 15 menit saja. Setelah packing selesai kami segera keluar untuk memulai pendakian menuju Puncak Hargo Dumilah. Udara dingin sangat menusuk di pagi itu, terlebih masih ngantuk-ngantuknya baru saja bangun tidur. Beberapa meter berjalan kami menemui persimpangan lalu kami pun bertanya pada pendaki lain yang memberi tahu bahwa arah puncak ambil belok ke kiri dengan tanjakan tajam di depan mata. Kalau di persimpangan tadi ambil yang kanan akan sampai di Puncak Hargo Dalem. 
Trek menuju puncak seperti mengikuti jalur air namun saat hampir sampai di puncaknya barulah trek tersusun dari bebatuan yang tertata rapi. 


Tak terasa tugu tanda Puncak Hargo Dumilah (3.265 mdpl) sudah terlihat dan memang hanya butuh 15 menit saja trekking untuk sampai puncaknya. Saat itu jam menunjukkan  pukul 04.40. Kami pun segera menunaikan Sholat Subuh dulu sebelum menikmati sunrise.
Tak lama kemudian, semburat kemerahan mulai tampak di sebelah timur dan pendaki-pendaki lain pun mulai memenuhi puncak untuk memotret keindahan alam dan juga bernarsis-narsis ria.

Gradasi langit di Puncak Lawu




Puas berburu sunrise di puncak Lawu kami memutuskan turun gunung melalui jalur yang sama. Kenapa memilih jalur Cemoro Sewu lagi yaa??? 
Kami memutuskan demikian karena kami kepingin melihat batu-batu besar yang terukir alami di sepanjang jalur pendakian yang semalam sempat kami lewati namun tak sempat kami lihat dengan jelas karena suasana yang gelap gulita. Ada satu batu besar di jalur pendakian yang juga merupakan spot sakral yang dikenal dengan sebutan Watu Jago.

Perjalanan turun tak beda jauh dengan saat naik. Kalau naik perlu tenaga ekstra untuk menanjaki satu demi satu trap-trapan anak tangga, lha kalo turun ya tinggal siapin tenaga saja buat ngerem di tiap trap-trapannya biar tidak terjun bebas. Kalau di gunung kebanyakan saat turun pendaki bisa belari untuk mengurangi beban pengereman, namun karena trek yang luar biasa yang dimiliki Lawu membuat pendaki harus sabar menuruni anak tangga berbatu satu demi satu. Belum lagi kalau ketemu dengan pendaki lain yang mau naik, pendaki yang mau turun harus mengalah dulu dong yaaa.


Time Line Pendakian Gunung Lawu via Cemoro Sewu :


Acuan
Jam
Waktu Tempuh
Mulai Pendakian via Cemoro Sewu
17:30
Pos 1
18:30
1 jam
Pos 2
20:00
1,5 jam
Pos 3
21:00
1 jam
Pos 4
22:15
1,25 jam
Istirahat  
-
30’
Pos 5
23:15
30‘
Sampai Warung (Sendhang Drajat)
23:30
15’
Summit Attack
04:25
15’
Sampai Puncak
04.40
TOTAL WAKTU NAIK
6,25 jam
Mulai Turun dari Puncak
06:30
5 jam
Gerbang Cemoro Sewu
11:30
TOTAL WAKTU TURUN
5 jam





Galeri Pendakian Gunung Lawu


Sunrise Lawu

Jadi teringat Merbabu yaaa, ada pemancarnya....

Ramainya Hargo Dumilah

Sabana dari Puncak  "Hargo Dumilah"  Lawu

salah satu situs peninggalan Prabu Brawijaya V

Seorang Pendaki mengambil air di Sendang Derajat

dari sini bisa terlihat Gunung Merbabu dan Merapi yang bersanding di kejauhan

berfoto dengan latar negeri di atas awan

Flora penghias Lawu

Keindahan Gunung Lawu

Sabana Gunung Lawu

tanah tertinggi itu adalah Puncak Hargo Dumilah 

Gunung Sidoramping dari Lawu

Tebing di Gunung Lawu

Jalur Pendakian Berbatu

di sebelah atas tengah Tampak Telaga Sarangan 

ramainya pendaki di Pos 3 Gunung Lawu

Bunga Kuning di Gunung Lawu

Ketemu ibu penjual yang perkasa di Pos 2.
Kata beliau biasanya berjualan sampai puncak Lawu.... ckckck  ruarr biasa...

Wawan yang menikmati nasi bungkus Rp 2.000,- an

Rerumputan sebelum Pos 1

Hampir sampai Gerbang Cemoro Sewu


Beberapa hari setelah pendakian kami baru sadar ternyata yang kami jadikan tempat bermalam di Gunung Lawu saat itu bukan Warung Mbok Yem yang tersohor di kalangan pendaki itu, tapi warung mbok-mbok yang lain hehehe. Warung yang saat itu adalah warung yang berada di dekat Sendang Derajat, sedangkan Warung Mbok Yem ada di Puncak Hargo Dalem Gunung Lawu yang belum sempat kami kunjungi.
Wahhh, jadi punya utang ni yang belum terbayarkan dari Gunung Lawu, yaitu makan pecel di Warung Mbok Yem yang melegenda. Para pendaki sering menobatkannya menjadi warung tertinggi di Indonesia (atau mungkin di dunia yaaa???) sehingga MURI sepantasnya memberikan salah satu penghargaannya pada warung yang ada di ketinggian lebih dari 3.000 mdpl ini  hehehehe  *-*v.
Mbok Yem menurut cerita yang saya dengar sudah jarang turun gunung lagi, mungkin hanya beberapa kali dalam setahun. Untuk stok dagangannya beliau meminta bantuan Pak Muis yang rutin mengantarkan bahan makanan ke Puncak Hargo Dalem. Di sekitar Hargo Dalem sendiri banyak sekali peninggalan Prabu Brawijaya V, karena tempat ini juga merupakan tempat moksa-nya beliau mengahadap sang kuasa. Wallahualam......
Salah satu puncak Gunung Lawu yang ini juga menjadi tujuan utama peziarah yang ingin napak tilas dan melakukan ritual, termasuk yang paling ramai berdatangan yaitu pada bulan Suro.

Ada satu lagi yang menarik dan unik dari Lawu..... 
Pada saat turun gunung kami melihat seekor burung yang terlihat ramah dan tak malu-malu mendekat. Kata Vandi, dia pernah melihat burung yang sama di Pasar Depok Jogjakarta. 
Ternyata setelah buka blog-blog pendaki yang sudah lebih dulu mendaki Lawu, ternyata mereka juga sempat mengalami hal yang sama. Dalam tulisannya, katanya mereka seolah diikuti terus oleh burung tersebut dan burung itu juga mau mendekat saat diberi makan dengan bekal pendakian berupa nasi atau roti tawar. Ada juga pendaki yang mengatakan kalau burung itu saking ramahnya sehingga bagaikan seperti penunjuk jalan bagi pendaki. 

Menurut penduduk sekitar burung itu sering disebut dengan burung Jalak Gading yang memiliki ciri-ciri berukuran seperti kebanyakan burung Jalak, namun yang membedakan adalah warnanya yang keabuan dan ada sedikit warna kuning di dadanya, paruhnya juga berwarna kuning cerah. Burung ini memang merupakan salah satu satwa penghuni Lawu yang dilindungi, sehingga dilarang untuk disakiti ataupun ditangkap.

Saya sendiri menyimpulkan bahwa sejauh ini Lawu adalah gunung yang sangat ramah bagi pendaki didukung dengan jalur yang sudah sangat jelas dan tersusun rapi sehingga sangat cocok bagi para pendaki pemula yang ingin merasakan betapa menyenangkannya naik gunung. 
Di gunung semua pendaki adalah saudara sehingga tak ada perbedaan latar belakang sosial, ekonomi, maupun apa pun itu yang bisa melepas eratnya rasa persaudaraan. Tua, muda, kaya, miskin, yang sudah berpengalaman, maupun yang masih newbie semua menjadi saudara.

Spot-spot Sakral Di Gunung Lawu

  • di Jalur Pendakian Cetho
  1. Candi Cetho,
  2. Candi Sukuh,
  3. Candi Kethek,
  4. Pasar Dieng.

  • di Jalur Pendakian Cemoro Sewu
  1. Sumber Wesanan, merupakan salah satu sumber air di antara gerbang awal pendakian dan Pos 1.
  2. Watu Jago, sebuah batu besar yang memiliki bentuk unik yang terletak di antara Pos 2 dan 3.
  3. Sumur Jolotundo, sumber air yang berada di sebelum Pos 5.
  4. Lumbung Slayur, Pawon Sewu, dan Goa Sigolo-golo yang dapat dicapai dengan melewati jalan setapak di bawah papan bertuliskan Pos 5 mengarah ke sebuah lembah bersabana.
  5. Kandang Umbaran.
  6. Sendhang Drajat, mata air yang ada di dekat warung di bawah Hargo Dumilah.
  7. Kasatriyan.
  8. Sendhang Macan.

  • di Jalur Pendakian Cemoro Kandhang
  1. Sendhang Panguripan, sumber air yang ada di antara Pos 3 dan 4.
  2. Cokro Suryo, situs bersejarah sebelum persimpangan menuju Hargo Dumilah.

  • Kawah Condrodimuko yang terletak di antara jalur pendakian Cemoro Kandang dan Sewu. 
  • Telaga Kuning yang berada di dekat Puncak Hargo Dumilah.
  • Hargo Dumilah (3.265 mdpl).
  • Hargo Dalem, merupakan tempat muksa Prabu Brawijaya V (3.170 mdpl).
  • Hargo Dumiling.
  • Hargo Puruso.

Sejarah Terkait Gunung Lawu

Awal kisah saat itu Raden Patah bermaksud mengajak ayahnya yaitu Prabu Brawijaya V memeluk agama Islam, akan tetapi sang ayah menolak ajakan anaknya untuk memeluk ajaran yang dianutnya tersebut. Prabu Brawijaya tidak ingin berperang dengan anaknya sendiri, kemudian ia melarikan diri bersama rombongan pengikutnya menjauh dari Raden Patah. Penolakannya untuk memeluk agama Islam membuatnya terus dikejar-kejar oleh pasukan Demak yang dipimpin oleh anaknya sendiri.
Satu ketika saat mencari tempat persinggahan, sampailah rombongan itu di desa Dukuh Banyubiru Salatiga. Para pengikut raja membangun singgasana diatas sebuah bukit kecil, sekarang disebut Candi Dukuh. Di lokasi ini, seluruh senopati menyarankan untuk membawa paksa R.Patah menghadap Sang Prabu. Para brahmana dan empu menyarankan agar Sang Prabu bersikap arif dan bijak, karena R.Patah adalah anak kandungnya sendiri. 
Keraton Majapahit telah berpindah ke Banyubiru. Buah maja yang pahit harus dimakan untuk memperbaiki sebuah tatanan kehidupan. Selama tiga tahun Ki Ageng Pengging membangun papan untuk mertuanya, setelah selesai keraton berpindah dari Banyubiru ke Pengging. Di Pengging banyak peninggalan artefak-artefak dan candi-candi kecil majapahit. Tersebar di tengah pasar, ditengah rumah penduduk dan dalam gundukan tanah. Pengging kaya akan sumber air mineral tinggi. Pada masa sekarang banyak kegiatan tirtayoga dilakukan oleh masyarakat sekitar Surakarta dan berbagai kota di Jawa. 
Para brahmana menyarankan kepada Prabu Brawijaya V / Ki Ageng Kaca Negara untuk menapak tilas jejak Sang Prabu Airlangga ke Lawu. Dalam pandangan raja-raja terdahulunya gunung lawu merupakan tempat yang memiliki energi positif. Para brahmana melihat bahwa gunung lawu telah menjadi tempat tinggal leluhur-leluhur yang telah suci/moksa. Maka Ki Ageng Kaca Negara melakukan perjalanan ke Gunung Lawu dan singgah pertama di Candi Menggung desa Nglurah, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Candi Menggung adalah peninggalan Sang Prabu Airlangga, sebagai sebuah artefak bahwa beliau pernah memohon petunjuk Sang Pencipta guna menyelesaikan persoalan negara. Di candi inilah artefak lingga-yoni yang pertama dibangun oleh Prabu Airlangga. Lingga-yoni adalah simbol keseimbangan manusia, alam dan Sang Pencipta. Selama Seratus hari rombongan Ki Ageng Kaca Negara tinggal disekitar Candi Menggung.

Ki Ageng Kaca Negara mencari tempat yang layak guna membangun dampar. Ditemukan sebuah tempat diatas dan dibangunlah dampar di Desa Blumbang Tawangmangu. Tempat ini diberi nama pertapan ' Pandawa Lima', sekarang dikenal sebagai pertapan ' Pringgodani '. Perjalanan ini digambarkan pada relief yang terdapat di dalam Candi Sukuh. Disinilah Ki Ageng Kaca Negara bertemu dengan penguasa Lawu, hingga diberi tambahan gelar ' Panembahan ', sehingga menjadi ' Ki Ageng Panembahan Kaca Negara ". Dialog terjadi antara penguasa lawu ( disebut Eyang Lawu ) dengan Ki Ageng Panembahan Kaca Negara. Dialog ini menghasilkan kesepakatan " Dwi jalmo Ngesti Sawiji ", Eyang Lawu mengijinkan membangun keraton majapahit di Lawu menjadi Keraton Lawu. Ki Ageng Panembahan Kaca Negara menjadi ' Sunan Lawu ', hingga Eyang Lawu menunjuk siapa yang akan menggantikannya. Dapat dilihat dengan jelas bahwa keraton Majapahit tidak pernah punah atau hilang, walau bangunannya hanya berupa candi-candi yang tersebar di mana-mana. 

Dapat disimpulkan pula bahwa Prabu Brawijaya V, tidak pernah menyerahkan dampar kepada anak-anaknya atau keturunannya sendiri. Nusantara terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil, masing-masing membangun keraton sendiri-sendiri. 

Eksistensi keraton Majapahit menjadi keraton Lawu, memegang kekuasaan jagat imateriil. Sama halnya dengan keraton laut selatan, berupa imateriil yang tidak memiliki bangunan materiil. Keraton Lawu merupakan tatanan kehidupan imateriil ' gunung ', sedangkan keraton laut selatan merupakan tatanan kehidupan imateriil ' segara '. Konsep segara-gunung adalah konsep kehidupan vertikal-horisontal, sama halnya konsep lingga-yoni, sama halnya konsep langit-bumi.

Keraton lawu yang masih dalam bentuk imateriil berada di Candi Palanggatan, hanya dengan ketulusan dan kejernihan pikir manusia dapat melihat bangunan imateriil Keraton Lawu. Dari Candi Palanggatan Ki Ageng Panembahan Kaca Negara, menulis pengetahuan majapahit dalam bentuk arsitektur candi. Pembangunan candi-candi dipimpin oleh brahmana tertinggi yang disebut sebagai ' Sang Balanggadawang ' Jaya Kusuma, yang tidak lain adalah Ki Ageng Panembahan Kaca Negara sendiri. Gelar dan nama diberikan oleh Eyang Lawu. Dibangunlah Candi Sukuh kemudian Candi Cetho, sebagai pengetahuan dasar tatanan kehidupan ' sangkan paraning dumadi '. 

Puluhan tahun membangun kedua candi di lereng lawu tersebut, berbagai pengetahuan disimpan dalam bentuk imateriil di kawasan Lawu. Permohonan Brawijaya V, agar kelak eksis dalam wujud nyata ( materiil ) dipersiapakan dalam pengetahuan-pengetahuan itu. Perjalanan ke puncak lawu merupakan wujud perjalanan permohonan yang tulus agar anak-turun Majapahit menikmati kembali masa keemasan majapahit. Majapahit telah menyatu dengan Lawu menjadi Keraton Lawu.
Singkat cerita sebelum  Prabu Brawijaya V tiba di puncak Lawu, beliau bertemu dengan dua orang Umbul ( bayan / kepala dusun ) yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang Umbul itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Niat di hati mereka adalah mukti mati bersama Sang Prabu. Kemudian, Sang Prabu bersama tiga orang abdi itupun sampailah di puncak Hargo Dalem.
Saat itu Sang Prabu bertitah : "Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus surut, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Kepada kamu Dipa Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib dengan wilayah ke barat hingga wilayah Gunung Merapi dan Merbabu, ke Timur hingga Gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai Selatan, dan ke utara sampai dengan Pantai Utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak."
Suasana pun hening dan melihat drama semacam itu, tak kuasa menahan gejolak di hatinya,S abdopalon pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu: "Bagaimana mungkin ini terjadi Sang Prabu? Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Hargo Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini". Dan dua orang tuan dan abdi itupun berpisah dalam suasana yang mengharukan. Singkat cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di Hargo Dalem, dan Sabdopalon moksa diHargo Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.
Keraton Majapahit tidak pernah punah, bahkan masih eksis hingga kini. Tatanan kehidupan masih jelas bisa dilihat dan dibaca tanpa terdegradasi pada masyarakat tertentu disekitar Lawu, Gunung Kidul dan Pengging. Tatanan kehidupan antara manusia, alam dan Sang Pencipta menghasilkan masyarakat tradisional yang gemah ripah, walau tinggal di perbukitan yang dingin. Sebuah tantangan bagi masyarakat modern untuk melihat langsung dan membuktikannya. Cerminan sehat dalam arti jiwa, raga, pola pikir dan papan bisa dilihat secara materiil.



*semua foto" di atas adalah dokumentasi pribadi

Komentar

  1. sy tinggal di karanganyar, gunung lawu adalah di karanganyar bagian timur berbatasan dengan jatim (ngawi), ayah sy dulu pernah mendaki lawu pas jaman masih mudanya dulu. kl sy hanya baru sampe grojogan sewu doang....

    BalasHapus
  2. @cloth diapers:

    deket dong berarti sama Lawu mas....

    Boleh dicoba mas, gak nyesel pasti....

    Lewat cemoro sewu (Magetan) aja, lebih enak....

    BalasHapus
  3. tulisan yang bagus bro...kalo kesana lagi WAJIB coba jalur cetho, jalurnya amat sangat berbeda dg 2 jalur yg paling tersohor diana (kandang sama sewu).
    Satu hal yang gak diceritakan dalam tulisanmu (kalo saya g salah baca) yaitu sampah disana yg semakin hari semakin memprihatinkan. Recovery Lawu yg sepertinya gak pernah ada, sepanjang tahun setiap hari selalu ada yg mendaki.

    dan memang itu difotomu bukan warungnya mbok Yem, untunglah km gak ke mbok Yem...kalo lg bad mood galaknya gak ketulungan...wkwkwk Efek udh jarang turun ke kota kali ya bro? hahaha

    Salam Kenal
    Asig
    828/spa/2008

    - wong Ngawi -

    BalasHapus
  4. iya, mbok yem ternyata suka bad mood...
    hahahahaha

    ption

    99/spa/2012

    BalasHapus
  5. maksudku

    piton
    994/spa/2012

    BalasHapus
  6. @mas Asig:

    iya sih sengaja ga diceritakan demi nama baik hehehe.....
    Toh kalo pendaki seharusnya uda di luar kepala harus buang sampah dimana....

    Pengen juga sih lewat cetho, sekalian liat candi nya, boleh ntar ndaki lewat cetho nii sama mase....

    Emang mbok yem pernah ngapain aja kalo bad mood mas??? :D



    @piton:


    wew.....
    ayo cobain Pak ke lawu, buktikan kalo mbok yem bener-bener galak....
    hahaha

    BalasHapus
  7. zat adiktif itu mulai meracuni saya :)
    terima kasih ceritanya,,,menyemagati saya! maklum pemula dan mau diajak ke Lawu beberapa bulan kedepan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sip bro...
      Lawu bisa jadi permulaan yang keren buat pendakian-pendakian selanjutnya....

      Hapus
  8. keren :D
    jadi nambah penasaran. dan ga sabar menjejakkan kaki di sana :D

    BalasHapus
  9. wah...foto2 ente bagus2, gan....anak fotografi?

    BalasHapus
  10. Kabar terakhir G. Lawu, gimana mas?

    BalasHapus
  11. @Eki Bagus:

    kalo pendakian insyaallah terus terbuka mas...

    Mungkin yang perlu diwaspadai cuacanya yang masih agak g tentu...

    Kalo pagi insyaallah cerah juga...

    BalasHapus
  12. @Dian RATNA BUDIASIH:

    coba aja mbak...
    Lawu sangat istimewa...

    BalasHapus
  13. Ane kemaren habis kesana Treck nya Lumayan enek.... pengalaman saya kemaren.. pas turun selalu di ikuti burung jalak dari sendang derajat sampai pos2

    BalasHapus
  14. @bangbos:

    wah dpt langit cerah dong bang...

    ya ya emang itu Jalak uda akrab bgt sama pendaki-pendaki berarti yaa...

    BalasHapus
  15. Mantaaaaappp...
    jdi gak sabar pngen kesana... :)

    BalasHapus
  16. burng jalak it yg nntun pendaki,klo d gnnggu dy bs menyesatkan pendaki... :)

    BalasHapus


  17. @ Mbak Gita : selamat mendaki Gunung Lawu yang istimewa mbak.....


    @ Mas Andrew : iya mas, dr alam bisa dipetik banyak pelajaran berharga. Termasuk dari burung Jalak Gading yang ada di Lawu

    BalasHapus

  18. @ Mbak Gita : Selamat mendaki Gunung Lawu yang istimewa mbak....

    @andrew: Memang dari alam kita bisa mendapat pelajaran yang sangat luar biasa mas, termasuk dari burung Jalak Gading yang ada di Lawu itu....

    BalasHapus
  19. wooow.......!
    kalian hebat.......(y)
    pasti bangga banget bisa sampai ke puncak lawu......kenangan yg tak mungkin terlupakan........
    lain kali ninik mau donk di ajak mendaki gunung lawu......itu impian ninik dari dulu tp sayang sampai sekarang lom terlaksana.tiap kali mu pergi ortu selalu g kasih izin sebab banyak mitos miring dan seram mengenai misteri gunung lawu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, bisa sampai di puncak gunung itu ada kepuasan tersendiri yg tak ternilai...
      boleh mbk, gabung aja... tapi ijin ortu tu mutlak harus didapat lho...

      mitos memang harus disikapi dgn bijaksana, di tempat baru ya ibaratnya harus jaga sikap jgn sak penake dewe alias seenaknya sendiri...

      Hapus
  20. fotonya kuereen di broo...

    BalasHapus
  21. Rumahku sebenere deket sana, tapi malah belum pernah mendaki lawu, pengen ki, sayange sekarang tinggal diujung pulau jawa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahpenyesalan memang dtang belakangan mas... Hehe selagi ad waktu bisa lah dsempatkan

      Hapus
  22. naik musim hujan aman? mungkin akhir pekan ini naik kesana. ak ketulungan excitednya. #maklumnewbie hahaha :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hya sperti pendakian d musim hujan kebanyakan. Harus siap keujanan dan basah2an. Treknya jg bisa jd lebih licin. Penting ati2 aja mbk... Lebih waspada lah

      Hapus
  23. tgl 11 januari ini Insha Allah mau kesana bro.., kami (3 orang) berangkat dari UMS pabelan karasura. bagi teman2 yg mau gabung, silahkan !!! :)

    BalasHapus
  24. wahh oke deh, selamat mendaki Gunung Lawu.... Hati-hati mas...

    BalasHapus
  25. Mas dari Terminal Tirtonadi Solo menuju Pos Cemoro Sewu naik apa ya? Estimasi waktu berapa lama? Terima kasih mas, mau naik ke Lawu weekend besok

    BalasHapus
  26. Dr solo naik bus ke term tawangmangu mas.... klo bus bisa hampir dua jam lebih mas

    BalasHapus
  27. jd keinget anak2 DELTA PALA...................pengen bisa muncak lawu lg

    BalasHapus
    Balasan
    1. belum muncak Lawu mas? coba deh...
      siap-sipa fisik & mental dulu tentunya

      Hapus
  28. Perbedaan waktu pendakian antara 2 jalur itu brp jam mas, trus lebih enakan jalur apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lebih lama yg cemoro kandhang mas, soalnya lebih panjang treknya... tapi enaknya jalannya datar n kebanyakan tanah...

      Kalo cemoro sewu nanjak terus n batu"

      Hapus
  29. Ada yg mau naik 5-6 Mei , gw ikutan dong, sendirian neh dr Wonosobo....

    BalasHapus
    Balasan
    1. berangkat sendiri ke basecamp gapapa mas, ntar banyak barengan kok.... hehe

      Hapus
  30. Orchid OutdoorGear27 April 2014 pukul 18.58

    Kalau mau join, kami dari orchid outdoor purwokerto mau naik lawu tanggal 16 17 18 april. Monggo.. 087719569169 (Ian)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Orchid OutdoorGear27 April 2014 pukul 19.00

      Ralat : 16 17 18 Mei

      Hapus
  31. Tentang pendakian ke gunung Lawu dimana saya mencapai puncak on 19 May 2014 memang luar biasa. Pertama kondisi alamnya masih terjaga, kedua kita bisa banyak mengunjungi obyek obyek bersejarah.Dan ketiga kita bisa menikmati cullinarry ketika dalam proses pendakian gunung dari mulai pendakian di post #01 waroeng yg menyediakan nasi bungkus, tahu / tempe goreng big size dll, di Hargo Dumilah waroeng mbok Yem dengan nasi pecel + telor ceplok plus kopi hitamnya dan waktu kembali dari pendakian di Cemoro Sewu bisa menikmati sate Kelinci diwaktu udah laper........memang mantap pendakian ke gunung Lawu.
    Wassalam,
    ONY TJAHJONO
    Doha, State of Qatar

    BalasHapus
  32. Bila ada rombongan High Scholl dari kota Surakarta yang telah joint sama kita dan telah mencapai Hargo Dumilah, puncak Lawu, membaca artikel ini supaya menkontak saya di E-Mail : ony.tjahjono@yahoo.co.id or ony.tjahjono@keoic.com Atau my mobile # +974-66186275
    Thanks.
    Regards,
    ONY TJAHJONO
    Doha, State of QAtar

    BalasHapus
  33. Waah seru jg nih ktemu para pendaki, saya pernah ke puncak lawu thn 1996 memang mantaaab nih lawu, baca tulisan mas nya,jd kangen pengen naik gunung lg

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, sudah lumayan lama juga ya mas... ndak mau nyoba lg nih???

      Hapus
    2. Tulisannya bagus mas broo 😁👍
      Jd pengen cepet2 nanjak kesana, baru planning awal november nanjak ke Lawu..abis baca artikel ini jd pengen buru2 bulan november hehee...

      Hapus
    3. sip sip... jangan lupa persiapannya harus matang yaa...

      Hapus
  34. mantap gan kmrin jg habis muncak di lawu, kunjungi juga di My experience

    BalasHapus
  35. Tulisan yg bagus, oh iya mass saya dari jakarta mau ke lawu naik kereta tapi saya masih bingung turun dimana lalu kemana setelah di stasiun. Tujuan saya ke basecamp cemoro sewu. Klo ada info tolong ya mas. Salam lestari indonesia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trimakasi...
      Oiya, ntar turun di Stasiun Jebres Solo. Abis itu ke jalan raya nunggu bus yg ke arah Tawang Mangu.

      Kalau rame2 enak, bisa carter mobil ato pick up.
      Dari stasiun masih jauh bgt soalnya.

      Hapus
  36. Ada 1 hal yang ingin saya tanyakan :
    Apakah anda mencapai puncak Hargo Dumiling ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belum sempat,
      dari beberapa hargo yg ada, kami hanya baru mengunjungi Hargo Dalem dan Hargo Dumilah.

      Hapus
    2. Ok, jawaban yg sama dari beberapa pendaki yg saya tanyakan, terima kasih. oO...iya, coretan yg sangat kreatif.

      Hapus
  37. posting sangat manfaat, buat bekal besok syuro,,, hehe isyaallah,,,
    tingkyu wingkyu ya mas bro,,,
    SALAM LESTARI!!!!!!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama" mas, selamat mendaki n hati" di jalan...

      bisa jg baca postingan saya tentang pendakian Lawu tanggal 1 Syuro tahun lalu...

      http://ardiyantaa.blogspot.com/2013/11/pendakian-lawu-edisi-malem-1-suro.html

      Hapus
  38. Dengan membaca dan melihat photo pendakian gunung Lawu, yang terlihat ada culinary khas Indonesia seperti tempe / tahu big size, maka membikin kita yang di Luar Negeri menjadi gregetan, gemes dan ingin mendaki lagi ke gunung Lawu. Aplagi ketika menikmati sate Kelinci di Cemoro Sewu yang mantap........di upload donk photonya sate Kelinci, matur nuwun.
    Wasslam,
    Ony Tjahjono
    Doha, State of Qatar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah pasti mengembalikan memory saat pendakian dulu ya Om...
      Hhmmm kalau kulinernya saya cuman nyoba yg di warung Mbok Yem Om...
      Tempe mendoan sama sotonya yg mantap. Kalo sate kelincinya blm saya coba...

      Thx sudah mampir kesini Om...

      Hapus
    2. Ketika baca baca artikel sampeyan kita disini jadi lapeeer.....
      Sebab cullinarry macem di gunung Lawu sangat langka banget disini......nasi pecel mbok YEM.....tahu / tempe goring ukuran big size.........apalagi sate Kelincinya??????
      Gunung lawu emang mantaap.
      Wassalam,
      ONY TJAHJONO
      Doha, state of Qatar

      Hapus
  39. Lawu memang keren ! jadi pengen kesana lagi tapi via jalur candi Cetho.
    pengalaman saya di Lawu bisa coba dibaca disini http://www.enjoyourtrips.com/2014/08/istimewanya-gunung-lawu.html :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, saya juga blm pernah jalur cetho... jalur sukuh jg oke kayaknya...

      Hapus
  40. lawu katanya mistis banget ya mas? pengen ke sana, tapi agak serem juga, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. mistis pake bgt mas, rasanya beda kalo naik Lawu dari pada naik gunung yg lain.

      Nggak apa apa kok, asal jangan macem2 aja. Hati-hati dan tetap di jalur yang sudah ditentukan. Gak merusak atau ngambil sesuatu, inshaallah pendakian sampai ke puncak n turun lagi bisa lancar.

      Hapus
    2. Ceritera ttg gunung yg banyak keanehan dan angker adalah biasa bagi yang suka pendakian gunung tapi bersikap hati hati, jangan macem macem apalagi sifat sombong harus dijauhi.
      Dan pengalaman di Mt. Lawu yang tidak terlupakan dan bikin kita satu keluarga tertawa adalah uang kita Rp.50000,- di dompet bisa berubah menjadi Rp.2000,- ada ada aja goda kita....begitulah pengalaman di Mt. Lawu.
      Wassalam,
      ONY TJAHJONO
      Doha, State of Qatar

      Hapus
    3. Betul mas, Lawu memang luar biasa

      Hapus
    4. Yang jelas semua orang enggak akan pernah bilang menyesal bila melakukan pendakian ke Mt. Lawu karena banyak banget benefit yang didapat seperti melihat obyek purbakala peninggalan sejarah, alam yg indah dan terjaga ( bias lihat burung dan ayam hutan beterbangan di depan kita ), menikmati culinary dari starting point di Cemoro Sewu, Shelter #01 sampai dengan lokasi Hargo Dalem waroeng mbok Yem.........
      Dan itu semua bisa jadi bahan ceritera dan juga pembelajaran bagi anggauta keluarga yang ikut serta.......karena adanya fasilitas yang bias memungkinkan untuk bias membawa anggota keluarga.

      Wassalam,
      ONY TJAHJONO
      Doha, state of Qatar

      Hapus
  41. keindahan alam indonesia gak ada abis abis nya :) ,in sya allah saya dan teman" saya bulan desember mau ke mt.lawu :) doakan yh mas semoga lancarr amin :)

    BalasHapus
  42. mau tanya mas, ada info atau nomor yg bisa dihubungi untuk carter mobil dari solo jebres sampai tempat pendaftaran gunung lawu, atau bisa share2 info /whatsapp ke saya mas "081517703995"
    rencana saya tgl 29 september mau ke lawu
    thnks.

    BalasHapus

Posting Komentar

Jangan enggan beri kritik dan saran yaaa...!!!