Sisi Lain BALURAN "Africa van Java" Dikala Penghujan



Indonesia tak ada habisnya untuk dijelajahi karena tempat-tempat indah yang tersaji seakan tercecer diseluruh daratan maupun lautannya. Hal itulah yang membuat saya kurang tertarik dengan ajakan-ajakan ke luar negeri meski lagi promo-promonya, karena di Indonesia saja sudah cukup indah kenapa harus ke luar negri gitu lho.... *-* 

Destinasi yang saya datangi di kesempatan kali ini memang tidak disangka bakal kesampaian. Sempat saya dan salah seorang teman merencanakan suatu trip ke tempat yang kerap disamakan dengan pemandangan yang ada di Afrika itu, namun agaknya masih harus menunggu waktu yang tepat untuk bisa mengunjungi taman nasional tersebut karena waktu liburan kami yang berbeda. 

Mau kemana emang??? 

Itu lho Baluran yang juga punya predikat sebagai Afrikanya Pulau Jawa  atau orang sono bilang "Africa van Java".... *-*
Dari julukannya aja bikin penasaran....

Yap, tak disangka selang dua hari, tiba-tiba ada sms yang masuk. Ternyata itu adalah Uul, teman SMA yang juga beberapa waktu lalu juga ngetrip bareng ke Pulau Sempu dan Gn. Kelud, mengajak untuk mengunjungi TN Baluran di akhir bulan Januari 2013 ini. 

Kebetulan banget kan.... 

Tanpa berlama-lama, langsung saja saya iya kan...


Bakal sepi sepertinya kalau hanya sedikit personil saja yang berpartisipasi, jadi diajaklah beberapa teman lagi untuk join. Karena saat-saat itu merupakan waktu berhembusnya badai skripsi bagi mahasiswa tingkat akhir, sehingga hanya 4 orang saja total yang berangkat. Saya, Uul, Vandi, dan Imam.

Kami pikir-pikir secara seksama, tidak afdhol rasanya pergi ke lokasi wisata yang terhitung jauh dari domisili kami yaitu di sekitaran Joglo Semar (Jogja, Solo, Semarang) kalau hanya mengunjungi satu tempat saja. Oleh karena itu kami juga memutuskan untuk sekalian ke Kawah Ijen yang letaknya tak begitu jauh dari TN Baluran.

Setelah dua minggu berdiskusi lewat dunia maya tanpa ada pertemuan untuk pembahasan satu kalipun, kami pun memantapkan hati pada tanggal 23 januari 2013 untuk memulai perjalanan dengan berkumpul di kos Vandi di sekitaran UNS. Meskipun saat itu sempat terdengar isu kalau Kawah Ijen dalam masa siaga dan ditutup bagi wisatawan tapi kami mantap saja.


Selepas Magrib saya pun tiba di kosan Vandi dan disusul Uul satu jam berikutnya. Kami merencanakan berangkat pada pukul 23.00. Untuk mengisi waktu sekalian menunggu waktu keberangkatan kami pun berdiskusi terlebih dahulu mengenai itinary yang telah dibawa Uul. Ia mendapatkannya dari kakak tingkatnya yang belum lama ini mengunjungi TN Baluran di Situbondo dan Kawah Ijen di Banyuwangi.

Dari situ pula kami juga dapatkan beberapa nomor telepon penting menenai akomodasi dan transportasi selama di Baluran.

Setelah dirasa cukup mantap kami pun berangkat dimulai dari kos Vandi menuju halte depan Kampus UNS. Setelah beberapa menit menunggu, Imam pun datang menyusul kami. Kemudian pukul 23.30 naik lah kami di salah satu bus ekonomi jurusan Jatim dengan tarif Rp 30.000,-.  Perjalanan tak banyak kami isi dengan percakapan karena sudah terlalu larut. Alangkah lebih baik jika selama perjalanan diisi dengan istirahat dan tidur karena perjalanan menuju TN Baluran masih sangat panjang.


24 Januari 2013

Tak terasa hari sudah berganti. Pukul 04.25 kami pun tiba di Terminal Purabaya kota Surabaya yang kami lanjutkan dengan sholat Subuh di masjid terminal. Tanpa diawali dengan sarapan, pada pukul lima pagi kami pun lanjut menaiki bus menuju Probolinggo karena memang untuk menuju TN Baluran harus melalui operan beberapa bus dari Surabaya.  
Dengan tarif Rp 14.000,- per orang kami tiba di Terminal Bayuangga pada pukul 07.30. Terminal ini mengingatkan saya saat beberapa waktu lalu saat hendak melakukan perjalanan menuju Gn. Bromo bersama teman STAN BDK Manado. 

Sampai di Terminal Probolinggo, kami baru tahu kalau bus yang kami tumpangi dari Surabaya itu melewati TN Baluran dan kami tidak perlu turun untuk ganti bus lagi. Hanya tinggal menambah ongkos untuk sampai Baluran sebesar Rp 25.000,-. Perut pun mulai keroncongan minta diisi, namun saat menunggu bus berangkat tak kami pakai untuk singgah di warung karena khawatir jika kami turun nanti bus akan berangkat. Untunglah Uul membawa dua kotak brownies yang lumayan untuk mengganjal perut. 


Pukul 8 tepat bus pun melaju menuju Situbondo dengan pemandangan di tengah perjalanan yang cukup memanjakan mata. Sesekali kami melewati tempat wisata, salah satunya Pantai Bentar di Kab. Probolinggo dan juga tempat yang menjadi favorit saat perjalanan wisata ke Bali saat SMA dulu yaitu PLTU Paiton, tapi  saat itu lampu-lampunya tidak terlalu menarik karena saat melewatinya masih siang bolong.


Kami mendapat kejutan setelah dua seperempat jam di dalam bus, ternyata bus yang kami tumpangi itu mengharuskan kami melanjutkan perjalanan ke TN Baluran dengan pindah bus jurusan Banyuwangi, tapi untunglah tanpa biaya tambahan karena memang ongkos Rp 25.000,- yang kami bayar di terminal Probolinggo tadi memang ongkos untuk sampai Baluran. Setelah beberapa menit menunggu dengan duduk-duduk di terminal Situbondo kami pun berangkat menuju Baluran pukul 11.45. 


Pukul satu kurang sepuluh menit siang kami melintasi papan bertuliskan “Anda Memasuki Kawasan Taman Nasional Baluran” di sisi kiri jalan. Sejak saat itu sepanjang perjalanan hanya terlihat hutan lebat di sisi kanan dan kiri jalan. Sempat terlihat di satu sudut jalan segerombolan sapi dengan asik memakan rumput di pinggir jalan yang seakan tidak takut tertabrak oleh kendaraan-kendaraan besar yang lalu lalang di jalan raya Situbondo-Banyuwangi tersebut. 

Ternyata jarak papan penunjuk yang pertama terlihat tersebut cukup jauh dengan pintu gerbang taman nasional. Sampai-sampai pada pukul 13.20 kami baru turun dari bus tepat di depan pintu gerbang Taman Nasional Baluran. 



Tabel Lama Waktu, Transportasi, dan Ongkos Bus



WAKTU
PERPINDAHAN
TRANSPORTASI
TARIF
LAMA
23.00 - 04.25
Solo –  Surabaya
Bus Jurusan Surabaya
Rp 30.000,-
± 5,5 jam
05.00 - 07.30
Surabaya – Probolinggo
Bus Jurusan Banyuwangi
Rp 14.000,-
± 2,5 jam
08.00 - 11.45 - 13.20
Probolinggo – Situbondo – T.N. Baluran
Bus yang sama tapi disuruh ganti bus saat di terminal Situbondo
Rp 25.000,-
± 5,5 jam
Solo – Taman Nasional Baluran
±13,5 jam

Sesampainya di Baluran kami lantas melapor kedatangan kami di pos jaga di dekat gerbang. Saat itu kami juga masih kebingungan untuk masalah transport masuk sampai ke Savana Bekol yang jaraknya 12 km karena bapak petugas yang kami kontak sebelumnya untuk menyediakan angkutan masih berada di dalam taman nasional dan belum bisa dihubungi lagi karena minimnya sinyal disana.


Merak di kandang dekat Visitor Center
Selanjutnya kami diarahkan untuk menuju pusat informasi untuk melakukan pendaftaran dan mengurus administrasi. Di Visitor Center itu juga kami membayar tiket masuk per orang Rp 2.500,- dan untuk menuju savana Bekol kami direkomendasikan oleh petugas pusat informasi untuk menggunakan ojek dengan tarif Rp 30.000,- sekali jalan.

Di pusat informasi kami sempat ditegur oleh petugas karena untuk masalah penginapan kami terhitung dadakan untuk melakukan pemesanan atau sekedar memferivikasi tentang rencana kami menginap. Namun syukur alhamdulilah masih ada 2 kamar kosong di Wisma Merak dengan tarif Rp 100.000,- per kamar. Awalnya kami berharap bisa menginap di Wisma Rusa yang lebih murah namun karena sudah penuh terisi oleh serombongan mahasiswa dari Jogja ya sudah berarti memang itu yang harus kami terima. Sebelumnya kami juga sempat berharap bisa mendapat penginapan di Bama dengan pemandangan pantai pasir putihnya dan saat pagi hari bisa menikmati indahnya sunrise saat membuka pintu kamar. Namun harapan itu juga harus kandas karena selain yang harganya agak tidak terjangkau, penginapan itu juga sudah penuh terisi pengunjung.

Setelah menunaikan sholat dhuhur dan ojek sudah siap, kami pun melaju dengan sigap menuju Savana Bekol dengan bapak ojek yang ramah. Ojek tersebut juga memberi tawaran jika kami pengen berhenti di tengah jalan untuk fot-foto suruh bilang saja. Oke Pak.... Cabuuutttt.... *-*

Sebelum menaiki ojek sempat kami disambut oleh segerombolan monyet-monyet yang seakan meminta makanan kepada kami. Tapi karena makanan yang kami bawa terbatas dan apalagi kami juga belum makan sedari tadi pagi, membuat kami tidak sempat bersedekah kepada para monyet itu. Maap yaa....

Mulailah kami menyusuri jalan beraspal menuju Bekol dan sempat berhenti di tengah jalan karena terlintas seekor burung merak, namun saat hendak disamperin merak hijau itu segera kabur.

akses jalan beraspal menuju Bekol
Jalanan menuju Bekol dari pos Batangan cukup membuat tepos karena jalan yang selesai diaspal pada tahun 1983 itu sampai sekarang belum direnovasi lagi. Sudah bisa terbayang kan betapa rusaknya, mengingat frekuensi pengunjung yang sangat besar.

Sepanjang jalan Batangan-Bekol kami melewati hutan yang hijau sepanjang tahun atau Evergreen Forest dan juga satu spot menarik , tapi sayangnya belum sempat kami lihat secara langsung.  Sempat melintasi papan penunjuk di pinggir jalan yang bertuliskan "Sumur Tua" dengan jalan setapak yang mengarah ke dalam hutan. Menurut bapak petugas ojek yang mengantar saya, sumur itu merupakan peninggalan masyarakat jaman dulu yang tinggal di Baluran. Saat Gunung Baluran meletus, mereka secara "bedhol desa" mengungsi dari tempat tersebut sehingga tertinggalah sumur tua yang tidak ikut mereka bawa   #yaiyalaah
Kata beliau yang sudah sejak 1998 menelusuri TN Baluran sebagai petugas, sempat ia jumpai seperti pembatas desa berupa tumpukan batu bata di tengah hutan. Hal ini turut membuktikan bahwa memang jaman dulu Baluran merupakan kawasan yang berpenghuni. Beliau juga menceritakan bahwa kerbau-kerbau yang ada di Baluran sekarang ini merupakan peninggalan dari sesepuh desa di masa lampau yang makamnya juga terdapat di Baluran. Tapi cerita itu belum terlalu lengkap saya dapatkan karena memang itu merupakan selingan saat perjalanan. Setelah hampir 20 menit kami pun sampai di sebuah padang savana yang luas dengan rerumputan hijau. Saya pikir inilah yang dimaksud mirip savananya Afrika. Terlebih kalau kesana saat musim panas, pasti bakalan lebih dapet feel Afrikanya. Karena kami datang saat musim penghujan sehingga rerumputan savana di Bekol sedang hijau-hijuanya. Terbelesit fikiran untuk bisa mengunjunginya lagi saat musim panas nanti untuk lebih merasakan atmosfir Afrika di savana itu.

Sesampainya di Bekol kami disambut oleh tiga ekor merak yang seakan tidak canggung lagi dengan kedatangan manusia, bahkan salah satu merak terlihat sedang asik nangkring di atas papan bertuliskan Bekol dengan memamerkan bulu hijan nan eksotisnya. 
Selanjutnya kami menuju pos informasi untuk menanyakan masalah penginapan. Kami diantar menuju wisma merak yang bangunannya sebagian besar terbuat dari kayu. 
Kami  segera memasukkan barang-barang ke dalam kamar. Tak berapa lama terlintas dua mobil yang sempat kami temui saat mereka membeli tiket masuk di pusat informasi tadi, lalu Vandi pun punya ide untuk nebeng mereka sampai di Pantai Bama. Kebetulan mereka juga mau kesana. Kedua mobil tersebut semuanya berisi pria bersarung dan berkopyah khas anak pondok. Tapi saat kami tanya dari pondok mana mereka menjawab kalau mereka hanya dari perkumpulan remaja saja, bukan dari pondok manapun. Setelah Vandi ngobrol dengan ketua rombongan ternyata kami diperbolehkan untuk nebeng mereka. Kami bergegas mengunci kamar lalu masuk mobil mereka. Walau dengan berdesak-desakan tak apa lah yang penting gratisss *-*.

Terimakasih kakak sudah memberi tumpangan Bekol-Bama pulang pergi,
semoga kebaikanmu dibalas Allah SWT

Jarak penginapan kami di Bekol dengan pantai Bama memang tidak terlalu jauh hanya 3 km, tapi kalau jalan kaki memang menguras tenaga, apalagi kami baru saja sampai setelah perjalanan panjang. 

Sampai di Bama kami disambut lagi dengan segerombolan monyet yang satu spesies dengan yang menyambut kami di pos penjualan tiket. 
Pantai Bama adalah pantai berpasir putih dengan dihiasi pohon bakau disekelilingnya. Ditambah ada monyet-monyet yang hilir mudik dengan tingkah polahnya yang menambah keindahan pantai ini. Pemandangan komplit seperti ini sepertinya jarang bisa dijumpai di pantai lain. 
Saat kami disana, langit di seberang laut terlihat bergradasi antara langit mendung dan langit cerah yang menjadi perpaduan pemandangan yang sangat luar biasa. 

Setelah puas bermain dan bernarsis di tepi pantai, kami pun menyudahinya dan bersiap kembali ke penginapan agar bisa nebeng mobil yang sama seperti tadi.  *-*  yeee
Sampai di penginapan suasana begitu berbeda karena terlihat lebih gelap dan nyamuk ganas khas kebun pun mulai berdengung, sayang tak satu pun dari kami yang membawa anti nyamuk. 
"Semoga malam ini darah segarku gak jadi santapan mereka", doa saya dalam hati...  
Memang listrik di penginapan terbatas mulai jam setengah enam sore sampai jam 6 pagi, maklum lah di tengah hutan taman nasional soalnya.
Langit malam hari disana terlihat sangat cerah. Kami berharap semoga pada pagi harinya juga masih tetap cerah, agar bisa menikmati sunrise di Pantai Bama.
Perut pun sudah tidak bisa berompromi lagi dan minta diisi nasi. Kami pun menuju kantin untuk mengisi perut. Menu malam itu adalah nasi soto dengan telur rebus dan segelas the manis hangat yang dihargai Rp 10.000,-. Sekalian kami memesan makanan untuk esok hari sebagai sarapan setelah perjalanan ke Pantai Bama. Setelah perut kenyang kami kembali ke penginapan untuk segera beristirahat karena esok hari akan berburu sunrise di Pantai Bama, dengan berjalan kaki tentunya. 
Memang saat sore hari sebelumnya kami sudah mengunjungi Pantai Bama, namun kami ingin menikmati perbedaan suasana pantai saat pagi harinya. 
Sebelum tidur kami sempat menuju savana untuk hunting foto pemandangan Baluran saat malam hari. Saat itu pula dari kejauhan terdengar ada langkah hewan yang lumayan besar sempat kami tangkap pergerakan dan perawakannya di remang-remang savana. Kami pun menebak kalau hewan itu adalah kerbau liar yang sedang mencari minum di kubangan air di pinggir savana. Tapi nggak tahu juga, gelap soalnya....

25 Januari 2013

Pukul empat pagi kami bangun dan menunaikan sholat subuh secara berjamaah di teras penginapan dengan beralas jas hujan kuning. Setelah itu kami bersiap memulai perjalanan menuju Pantai Bama dengan menyusuri jalanan tanah yang masih gelap. Tak lama berjalan ternyata sinar mentari pagi mulai menggradasi gelapnya langit malam Baluran. 
Saat sampai di Pantai Bama matahari sudah lumayan meninggi. Ternyata keadaan pantai sedang surut, sehingga terlihat makluk-makluk pantai yang terjebak di perairan dangkal. Ada teripang, ada bintang laut, dan sebagainya.


Suasana Pantai Bama saat surut di pagi hari

Setelah puas kami pun kembali ke Bekol dengan berjalan kaki dengan mengamati keadaan sekitar siapa tahu ada hewan-hewan eksotis yang sedang beraktifitas. Ternyata saat hendak sampai di penginapan, serombongan rusa dengan tanduk pendek sedang mencari makan di padang rumput Bekol. Memang diantara penghuni savana bekol yaitu Banteng, Kerbau Liar, Rusa, dan kawan-kawannya, hewan Rusa lah yang paling tidak segan beraktifitas dengan lalu lalang manusia.

Hari mulai sinag, kami segera bersiap untuk meninggalkan Baluran menuju destinasi berikutnya. Tak berapa lama kemudian, hujan deras pun turun. Sembari menunggu hujan reda kami mandi dan mengambil sarapan yang sudah dipesan tadi malam.
Setelah semua beres kami memesan ojek dan menuju pos keluar. Di perjalanan Bekol-Batangan kami disuguhi atraksi yang tidak kami dapat saat perjalanan awal, yaitu atraksi sekawanan kupu-kupu berwarna-warni yang beterbangan tertabrak oleh laju sepeda motor.
sekawanan kupu-kupu mengiringi perjalanan
sumber
Sungguh Taman Nasional yang menawarkan keindahan yang tiada tara, walau feel Afrika yang kami harapkan belum bisa dirasakan sepenuhnya, tapi kami berkomitmen untuk bisa kembali ke TN Baluran di musim yang berbeda untuk menikmati suasana layaknya Afrika yang tak bisa didapatkan di sembarang tempat. 
Baluran seperti memiliki dua muka yang teramat kontras. Jika sempat menjumpai keduanya seakan bisa mendatangkan kepuasan tersendiri bagi siapa saja yang menikmatinya. Di musim hujan dimana savana terlihat menghijau dengan suburnya dan pepohonan yang begitu lebat, sebaliknya saat musim kemarau savana akan berubah menjadi kering kecoklatan dan pepohonan yang menggugurkan daunnya. 
Tak hanya fenomena itu yang bisa didapat di kedua musim, namun banyak perbedaan lain mengenai tingkah polah hewan yang ada disana. Saat musim hujan hanya sedikit hewan yang aktifitasnya bisa dilihat dengan mudah karena sumber air pada cekungan-cekungan tanah di seluruh permukaan tanah Baluran sudah terisi air sehingga saat mencari minum tak perlu ke tengah savana. Lain halnya saat musim kemarau, aktivitas hewan bisa dibilang terkonsentrasi di savana Bekol karena hanya sumber air buatan yang ada di savana lah yang menjadi incaran para satwa. Selain air minum, ketersediaan makanan bagi mereka tentunya tersedia di savana itu. Alhasil saat kemarau itulah hewan-hewan penghuni Baluran akan mudah ditemui di savana.



Berikut adalah dua muka Baluran saat musim penghujan dan kemarau,

foto yang bawah diambil dari buletin Baluran edisi 2 April - Juni 2010

Hijaunya savana Bekol di musim penghujan 
Semoga bisa merasakan sisi lain baluran ini di lain waktu
sumber : Buletin TN Baluran


Ini dia sebagian oleh-oleh saat kami berkunjung ke TN Baluran, check these out......


Rusa-rusa lucu mencari minum


pepohonan eksotis

Gunung Baluran


siluet pohon Gebang 


di depan wisma Merak

Foto yang wajib dibuat, LOMPAAAAATTTT.....!!!

Kera di Pantai Bama

jalanan Bekol - Bama

ada Merak nangkring di atas pohon tuh

luasnya savana di Baluran

tengkoran kerbau liar yang dipajang di pinggir savana

menjelang Sunrise

mentari pagi di Pantai Bama

refleksi siluet

Pantai Bama di sore hari

suasana pantai Bama di pagi hari


Berikut informasi penting mengenai TN Baluran diambil dari web resminya, berlaku mulai tahun 2008 dan sampai saat saya menunjunginya masih berlaku. Namun tentunya keputusan ini bisa saja berubah sewaktu-waktu.









Peta persebaran Satwa di TN Baluran, barangkali kalau kesana ketemu hewan-hewan eksotis ini.






















Biaya-biaya ke Baluran

Transport Solo - T.N. Baluran
Rp 69.000,-
Tiket Masuk
Rp 2.500,-
Ojek Masuk
Rp 30.000,-
Makan Malam
Rp 10.000,-
Sarapan
Rp 10.000,-
Penginapan
Rp 50.000,-
Ojek Keluar
Rp 30.000,-
TOTAL
Rp 201.500,-

Trip kali ini tidak berakhir begitu saja di Baluran, masih ada Kawah Ijen yang menanti, bagaimana cerita kami disana ???
Selengkapnya disini.

Komentar

  1. infonya lengkap banget..
    bulan depan insyaallah mau ke baluran & ijen juga. btw kalau mau booking penginapan via telpon bisa nggak ya? punya nomer telponnya? thx :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa mbak... wah no telp nya ga ke save... bisa add fb nya TN Baluran, ntar tanya kontak personnya disitu...

      Makasih sudah mampir...

      Hapus
  2. keren info nya legkap banget ,,
    jadi kangen baluran

    BalasHapus
    Balasan
    1. uda pernah kesana mbak? pas musim hujan apa musim kemarau?

      Hapus
  3. ada nomor telepon penginapannya mas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya nggak ada mbak, pas saya datang kesana langsung saja pesan penginapan tanpa booking. Untungnya masih ada yg kosong, itu pun yg agak mahalan, yang rencananya kami pilih yg paling murah udah penuh.

      Mungkin bisa tanya di FB nya Taman Nasional Baluran, ada fb nya kok...

      Hapus
  4. mas makasih infonya yaaa , nice trip :)

    BalasHapus
  5. Mas disana ada sewa motor g sich?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setauku adanya ojek kalo gak bawa motor sendiri mbak

      Hapus

Posting Komentar

Jangan enggan beri kritik dan saran yaaa...!!!