Menunggu Pesawat di Air Terjun Parangloe


Menunggu kata orang adalah hal yang paling membosankan, tapi bagi saya membosankan atau tidaknya tergantung bagaimana cara mengisinya. Setiap orang pasti punya cara masing-masing untuk menghibur dirinya sendiri di tengah saat-saat yang membosankan itu. Biasanya  gadget-lah yang bisa menjadi penghiburnya. Chatting, browsing, update status, nge-game, atau apa pun itu bisa dilakukan dengan gadget yang kian lama makin canggih saja.  Namun, bingung juga kalau jadwal penerbangan jam 5 sore sedangkan jam 5 pagi sudah sampai Makassar setelah perjalanan malam dari Majene itu mau dikemanakan 12 nya. Nunggu di bandara selama itu? Sudah nggak membosankan mungkin ya, tapi jadi mati gaya kekeringan “plonga-plongo” gak jelas. Jadilah rencana ngetrip singkat saya susun jauh-jauh hari setelah tahu kalau masih punya waktu luang 12 jam di Makassar sembari menunggu keberangkatan pesawat ke Jawa.


Sebelum itu sepertinya perlu juga kontak-kontakan sama teman yang ada di Makassar, siapa tahu bisa dapet tumpangan gratis atau tempat selonjoran sementara. Kali itu saya menghubungi Agung yang dulu juga sempat ngetrip 3 hari di Makassar bareng. Kebetulan juga waktu itu dia lagi ada motor, jadilah saya tak perlu susah-susah naik pete-pete beberapa kali untuk sampai di kantornya di Sungguminasa, Kab. Gowa. Sebab dia bersedia menjemput di sekitar Terminal Daya Kota Makassar. Okelah sip, trip kali itu makin lancar saja dengan adanya motor tersebut.

Singgah sejenak di KP2KP Sungguminasa, kami berpikir hendak kemana hari itu. Sekiranya tempatnya keren tapi nggak jauh-jauh amat dari lokasi kami saat itu. Hmm, tik tok tik tok… Pura-pura mikir padahal tempat yang dituju sudah saya pikirkan sejak lama dan bahkan menjadi dream destination. Air Terjun Parangloe lah yang menjadi tempat pilihan yang pas untuk menunggu waktu keberangkatan pesawat saya. Lumayan dekat juga dengan Sungguminasa, berada di satu kabupaten yang sama malah. Menurut info yang saya dapat, lokasi air terjun berada di daerah yang namanya sama dengan nama air terjunnya yaitu Parangloe, Kabupaten Gowa.

Menuju Air Terjun Parangloe – Gowa

Saya sendiri buta daerah Makassar dan sekitarnya, apalagi daerah Kab. Gowa. Secara kami hendak menuju air terjun tersebut dengan motor, berarti mau tidak mau kami harus sedikit banyak tahu arah kemana-kemananya motor hendak dipacu. Kata Agung sih dia sedikt tahu arahnya. Hmmm, sedikit? Okelah, tak mengapa dari pada nggak sama sekali.

Air Terjun Parangloe berada di kompleks Perhutani Kab. Gowa yang bisa dicapai dengan menyusuri jalan Poros Sungguminasa-Malino. Tau dong Malino? Malino merupakan kawasan wisata tersohor pula di Sulawesi Selatan. Berupa hutan wisata dengan beberapa spot menarik, termasuk ada beberapa air terjun disana. Tapi tujuan kami saat itu cukup ke Air Terjun Parangloe saja, mengingat keterbatasan waktu yang saya miliki.

Lokasi Kantor Perhutani berada di sebelah kiri jalan jika kita dari arah Makassar. Tepatnya sebelum jembatan besar. Oiya, saat kita melintasi jalan poros Sungguminasa-Malino kita juga akan melewati satu bendungan yang sangat luas bernama “Bili-bili”. Bendungan dengan warna air tosca itu juga digunakan sebagai pembangkit listrik. Patokannya setelah kita melewati bendungan tersebut sampai ujung berarti sudah hampir sampai di pintu gerbang menuju Air Terjun Parangloe. Karena tak ada papan petunjuk sama sekali, maka kita perlu mengandalkan ketajaman penglihatan dan insting untuk menemukan Kantor Perhutani. Salah-salah bisa kebablasan seperti kami saat itu.

Setelah kantor perhutani ketemu, masih ada PR yang harus diselesaikan yaitu mencari lokasi tepatnya air terjun itu berada. Kali ini kami harus trekking untuk menemukannya. Lagi-lagi tak ada petunjuk yang tersedia. Kata bapak yang ada di kantor, perlu jalan 2 km dulu untuk mencapai air terjun. Kami tidak diberi tahu arah atau belok-beloknya, pokoknya 2 km aja dari kantor tersebut.

Info tambahan yang kami dapat bahwa baru-baru sebelum kami datang ada 3 orang pengunjung yang meninggal terseret arus air terjun. Selain itu kami juga mendapat pesan untuk berhati-hati selama berada di air terjun. Jika langit mulai gelap kami diharapkan segera meninggalkan lokasi tersebut agar kejadian yang tak diinginkan tidak terulang lagi. Serem juga ya, tempat yang sebegitu indah bisa menelan korban juga. Kadang dibalik keindahan alam yang ada tersimpan pula bencana di baliknya. Melihat rupa air terjun di internet rasanya nggak bakal menyangka bisa seganas itu. Perasaan orang-orang pada asik mandi dan berfoto di bawah derasnya Air Terjun Parangloe seperti biasa saja deh. Dari internet pula kami makin diyakinkan kalau rute menuju air terjun begitu membingungkan. Ada satu blog yang saya baca yang kata penulisnya dia perlu dua kali dulu mengunjungi Air Terjun Parangloe sampai akhirnya berhasil sampai di tempat yang ingin dituju.

Sekarang yang jadi pertanyaan adalah rute ke air terjunnya gimana nih, secara sepi banget nggak ada orang sama sekali yang bisa memberi pencerahan. Makhluk lain yang kami lihat cuman ada beberapa sapi yang tengah melahap rerumputan. Ya kali tanya sama sapi… Tapi saat menemui percabangan jalan kami iseng tanya sama si sapi itu dimana arah air terjunnya. Entah pikiran bodoh apa yang ada di otak kami, saat itu kami mangikuti gerak gerik si sapi yang seperti memberi petunjuk.

Okelah mungkin saja si sapi membawa keberuntungan. Kami berjalan lurus saja saat menemukan pertigaan sesuai petunjuk yang diarahkan si sapi. Langkah demi langkah kami tempuh di tengah matahari yang makin terik hingga di ujung jalan kami menemukan percabanan jalan lagi. Si Agung mulai putus asa, terbukti dengan segala keluh kesah keluar dari mulutnya. Saya pun berusaha meyakinkan dia kalau jalan yang kami lewati adalah jalan yang benar. Kami menemkan satu pemukiman yang cukup sepi untuk disebut pemukiman. Untuk meyakinkan langkah kami benar atau salah kami tanya saja dengan satu bapak yang mungkin satu-satunya orang yang kami temui di tengah hutan itu. Dan ternyata jalan yang kami ambil adalah jalan yang salah, OMG. Tapi kata beliau bisa juga lewat situ tapi itu bukan jalan yang sewajarnya dilewati pengunjung yang hendak pergi ke Air Terjun Parangloe atau warga sekitar sering menyebutnya Air Terjun Bantimurung II itu. Wew, perasaan Bantimurung ada di Maros deh kenapa ada Bantimurung II di Gowa. Yasudah lah mungkin biar gampang nyebutnya saja.

Kami sudah berjalan lumayan jauh di jalan yang tak semestinya, untuk kembali ke posisi awal sudah terlampau jauh. Kata bapak tadi kami harus menyusuri jalan irigasi saja yang nantinya berujung pada sebuah sungai besar yang merupakan aliran air dari sang air terjun. Kami berjalan dengan sabar serta dengan harapan kami tidak kesasar makin jauh. Nggak lucu juga kalau pakai kesasar disaat sebelum kepulangan saya ke Jawa. Si Agung kembali menunjukkan keraguannya mengenai kebenaran jalur yang kami pilih.

Akhirnya sungai besar kami temukan. Berarti kami tinggal menyusurinya hingga menemukan sang air terjun yang kami cari. Tapi melihat kondisi yang ada seperti tidak mungkin sungai dengan aliran sederas itu kami susuri. Apalagi pinggirannya tak ada akses yang seperti kami bayangkan sebelumnya. Bayangan kami di tepi sungai ada jalan setapak mengarah ke air terjun. Tapi ternyata…

inilah aliran sungai dari Air Terjun Parangloe,
kami sempat menyusurinya

Kami sempat merenung di pinggir sungai. Mau lanjut atau enggak nih. Secara seperti sudah di ujung jalan gitu. Namun, feeling saya mengatakan kalau air terjun ada disana tuh. Saya bilang sama si Agung, ayo lah nekat saja sejauh masih tetap hati-hati insyaallah gak akan kenapa-kenapa. Kami melangkah menyusuri jalanan yang nggak karuan bentuknya. Sempet melintasi akar-akar pepohonan hingga melompati bebatuan yang cukup ekstrim. Dari yang awalnya kami berada di sisi kanan aliran sungai, entah bagaimana caranya kami akhirnya bisa berada di sisi kiri aliran sungai. 
Agung yang basah kuyup
setelah terperosok di semak-semak
Wow, kami berhasil menyebrangi aliran sungai yang lagi-lagi cukup ekstrim untuk dilewati. Tapi untuk teman-teman yang mau ke Air Terjun Parangloe, mohon pastikan kalian tahu secara tepat posisi air terjun berada. Kalau nggak kalian bakal ngalamin hal yang sama seperti yang kami alami. Mungkin kami saat itu masih beruntung mendapati sungai dengan aliran yang sedang tak terlalu berbahaya. Gimana jadinya kalau alirannya lagi deras-derasnya. Gak kebayang…

dan itulah yang kami cari
Setelah lompat sana lompat sini, sempat terperosok pula akhirnya kami menemukan satu titik cerah. Kami melihat air terjun yang begitu memukau. Alhamdulillah setelah berjuang sekuat tenaga kami berhasil menemukan apa yang kami cari. Terlihat satu rombongan anak muda tengah menikmati air terjun di bawah teduhnya pohon. Mereka mungkin tak sesusah payah seperti kami untuk sampai disana, mungkin juga mereka sudah mendapat info yang tepat akurat sehingga tak sampai tersasar.

Segala keluh kesah akhirnya sirna siring segar air yang membasahi tubuh. Beberapa saat kemudian di sela rerimbunan pohon, saya melihat sekelebat bayangan lelaki mungil dengan tas Osp*ey yang kayaknya saya kenali. Saya kejar orang itu, dan benar sajaitu adalah Asonk, teman SMA yang juga pernah naik Merbabu bareng. Bisa-bisanya ketemu di negeri antah-berantah seperti itu. Ternyata dia emang lagi ambil cuti buat ngetrip ke Sulawesi Selatan selama beberapa hari. Sudah kemana-mana saja si Asonk. Sudah ke Toraja, ke mana lagi lah, dan katanya setelah dari Air Terjun Parangloe mau ke Malino juga. Ckckck, niat banget. Saya saja hanya sempat ke satu destinasi saja.

begitu megah meski berair coklat,
masalah air sih kayaknya tergantung musim kali yaa.
Kemingkinan bisa jadi bening juga nih.

Mungkin yang perlu teman-teman perhatikan adalah saat sampai di kantor Perhutani, masuk saja lewat gerbang di samping kanan dan berjalan beberapa meter hingga menemukan satu tanah lapang di samping rumah kayu sebagai lokasi parkir. Kendaraan bisa diparkir disitu dan petualangan dimulai. Trek sejauh 2 km yang akan kita lewati nanti berupa jalan berbatu. Perlu diingat, kalau nanti menemukan pertigaan pertama maka ambil yang kiri. Karena kalau lurus maka nasib kalian akan seperti kami. Setelah itu tinggal mengikuti jalur saja hingga menemukan papan tanda waspada atau biasa disebut papan SAR, kemudian ambil jalan yang ke kiri. Setelah itu jalan menjadi curam yang medannya berupa tanah. Dan air terjun sudah di depan mata.

papan SAR

Air Terjun Parangloe a.k.a Bantmurung II dari dekat




















Komentar

  1. Air terjun Parangloe punya cerita sendiri buat saya, untuk menemukan air terjun ini saya harus datang dua kali.

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha, emang sebelum kesini saya baca blognya mas Akbar dulu kok... tu di atas ku tulis kalau ada blogger yg harus dua kali datang dulu baru akhirnya bisa ketemu...

      Hapus
  2. Perasaan Info lokasinya jelas lengkap dengan petanya.
    Emang sih kalau orang baru, susah nemunya. Hehehhe
    *cerita masa lalu*

    BalasHapus
  3. epic banget, epic banget.
    coba airnya lebih deres mungkin lebih asoy.

    BalasHapus
  4. akhirnya pengorbanan agan terbayar juga ya gan. hehehehe

    BalasHapus
  5. perjalananya seru bgt gan, apalagi pas nyasar ya :D

    BalasHapus
  6. mental petualangan adan memang patut diacungi jempol 5

    BalasHapus
  7. emang y kalau jiwa petualang sll ada ide u/ mengisi wktu luang

    BalasHapus

Posting Komentar

Jangan enggan beri kritik dan saran yaaa...!!!