Setiap
pendaki pastilah sudah tahu akan konsekuensi jika mendaki gunung saat musim
hujan. Selain hujannya itu sendiri yang bakal mengurangi kenyamanan dan
kenikmatan dalam perjalanan, tapi beberapa akibat yang ditimbulkan karena
adanya hujan itu pula yang lebih membuat para pendaki akan berpikir ulang untuk mendaki di musim hujan.
Jalan becek, pakaian basah, bawaan tambah berat, dan masih banyak lagi lah hal-hal yang merupakan akibat dari adanya hujan yang menambah kekurangnyamanan dalam pendakian. Tapi bagi pendaki yang sudah nggak bisa nahan keinginan mendaki meski tengah berada di musim penghujan, agaknya perlu adanya persiapan-persiapan yang lebih diperhatikan. Seperti pakaian ganti yang harus dibawa lebih banyak karena kalau mendaki di musim hujan mau gak mau pastilah pakaian yang dipakai pas mendaki bakal basah, sampai ke manajemen pendakian yang disesuakan dengan keadaan yang bisa berubah sewaktu waktu semisal dalam perencanaan memilih tempat ngecamp yang nggak bisa direncanakan secara fix sebab bisa saja kita berencana nenda di Pos X namun karena cuaca dan kondisi yang kurang mendukung kita harus siap menerima harus ngecamp di pos sebelum Pos X, dan masih banyak lagi lah persiapan yang berbeda dibanding kalau kita mendaki di musim yang bersahabat.
Jalan becek, pakaian basah, bawaan tambah berat, dan masih banyak lagi lah hal-hal yang merupakan akibat dari adanya hujan yang menambah kekurangnyamanan dalam pendakian. Tapi bagi pendaki yang sudah nggak bisa nahan keinginan mendaki meski tengah berada di musim penghujan, agaknya perlu adanya persiapan-persiapan yang lebih diperhatikan. Seperti pakaian ganti yang harus dibawa lebih banyak karena kalau mendaki di musim hujan mau gak mau pastilah pakaian yang dipakai pas mendaki bakal basah, sampai ke manajemen pendakian yang disesuakan dengan keadaan yang bisa berubah sewaktu waktu semisal dalam perencanaan memilih tempat ngecamp yang nggak bisa direncanakan secara fix sebab bisa saja kita berencana nenda di Pos X namun karena cuaca dan kondisi yang kurang mendukung kita harus siap menerima harus ngecamp di pos sebelum Pos X, dan masih banyak lagi lah persiapan yang berbeda dibanding kalau kita mendaki di musim yang bersahabat.
Saya pribadi juga terkadang berpikir dua
kali terhadap ajakan kawan untuk naik gunung ditengah hujan yang sering-seringnya turun seperti
pas akhir tahun hingga awal tahun seperti saat ini. Namun karena rasa rindu
akan hawa gunung yang ngangenin sudah tak tertahan, maka ajakan tersebut terasa
berat untuk ditolak. Ya, tanggal 22 Desember 2013 lalu salah satu teman SMA yang
tengah mudik dari perantauan di Pulau Dewata sana pengen naik Merbabu.
Asonk yang telah menjelajahi gunung-gunung di Bali saya pikir sangat merasa berdosa sekali kalau gunung yang paling dekat dengan rumahnya sendiri malah belum pernah didakinya. Haha, rasa itu juga pernah saya rasakan. Pernah pula dirasakan Angga yang kala itu juga ngajakin naik Merbabu. Namun Angga agaknya lebih sedikit beruntung karena saat itu dia ngajaknya pas cuaca sedang bersahabat.
Asonk yang telah menjelajahi gunung-gunung di Bali saya pikir sangat merasa berdosa sekali kalau gunung yang paling dekat dengan rumahnya sendiri malah belum pernah didakinya. Haha, rasa itu juga pernah saya rasakan. Pernah pula dirasakan Angga yang kala itu juga ngajakin naik Merbabu. Namun Angga agaknya lebih sedikit beruntung karena saat itu dia ngajaknya pas cuaca sedang bersahabat.
Nah, giliran Asonk saat itu lah yang
sedikit agak tidak mengenakkan karena cuaca sedang galau-galaunya. Tapi tak
apalah, mumpung pulang kampung tak ada salahnya sekalian nanjak gunung sebelah
rumah. Rencananya sih dia langsungan saja setelah turun dari pesawat langsung
menuju Boyolali sebagai meeting point kami karena kami mau naik via Selo saja.
Dasar Asonk, habis merantau jauh-jauh ke Bali waktunya mudik bukannya pulang ke rumah dulu malah yang di
dahulukan naik gunungnya. Hahaha, Top deh.
Bertemulah kami di terminal Boyolali.
Hujan sedari keluar rumah tadi hingga sampai di Boyolali sangat setia menemani. Tak
lama kami langsung saja tancap gas
menuju basecamp. Hujan, hujan, hujan, dan masih tetap hujan hingga akhirnya
kami sampai di basecamp pun masih tetap hujan.
Sampai basecamp kami langsung masuk saja
dan mengurus administrasi. Walah, sepi banget ternyata. Hanya ada beberapa
motor yang sudah dititipkan dan beberapa pendaki yang juga mau naik. Sepertinya
kami harus mengawali pendakian sudah dengan memakai jas hujan karena nggak
mungkin kami menunggu hujan reda. Bakal sampe malem kali ya. Sampe basecamp
saja sudah jam setengah 6 sore.
Benar saja, kami memulai langkah pertama
kami dengan jas hujan yang sudah dipakai. Saya akui memang saya paling nggak
betah memakai jas hujan pas mendaki. Selain keringat makin banyak karena
penguapan terhenti karena jas hujan tapi juga untuk bergerak jadi kurang bebas.
Rencana awal kami sebenarnya pingin
mendirikan camp di pos sabana tapi apa daya karena cuaca yang terus hujan dan
Asonk yang belum istirahat sedari perjalanan dari Bali tadi maka jadilah kami
memutuskan untuk mendirikan tenda di Pos II. Begitu tenda berdiri hujan agak
lumayan reda namun langit masih terlihat mendung. Untunglah malam itu kami
masih kebagian hiburan malam berupa kerlap-kerlip lampu Kota Solo dan sekitarnya
yang memanjakan mata didinginnya malam itu.
tenda kami dan tetangga.. |
Lelah yang menghinggapi raga membuat kami
langsung terlelap begitu masuk di hangatnya sleeping bag. Hingga kami
terbangunkan oleh alarm yang kami set di jam 4 pagi. Kami tidak buru-buru
mengejar sunrise di puncak karena di Pos II tempatnya cukup terbuka dan langsung
menghadap ke timur.
Namun ternyata keberuntungan belum berpihak kepada kami. Pagi itu tak ada sunrise yang mengawali hari, yang ada hanyalah langit mendung nan muram. Tak apalah, berarti keputusan kami tidak salah untuk cukup mendirikan camp dan menikmati pagi di Pos II.
Namun ternyata keberuntungan belum berpihak kepada kami. Pagi itu tak ada sunrise yang mengawali hari, yang ada hanyalah langit mendung nan muram. Tak apalah, berarti keputusan kami tidak salah untuk cukup mendirikan camp dan menikmati pagi di Pos II.
Meski pagi itu tidak diawali dengan
sunrise cantik seperti pendakian sebelumnya, namun kami masih menyimpan asa
untuk tetap menggapai puncak. Berjalan langkah demi langkah kami melewati pos
demi pos yang ada dengan ditambah rintik hujan yang basahnya tak terasa mulai
merasuk sampai kulit. Makin mendekati puncak angin makin kencang saja
berhembus. Membuat udara makin tambah dingin.
sampai di Puncak Triangulasi... ketemu rombongan mahasiswa USB |
Asonk.. |
Sebenarnya tak perlu menyesal tak mendapat
sunrise maupun pemandangan yang clear
dan indah, namun esensi dari pendakian itu sendiri sebenarnya yang perlu kita
pertebal, antara kesabaran dan pantang menyerah. Namun tetap mengutamakan
keselamatan pastinya. Ngomong-ngomong keselamatan sempat kami berpapasan dengan
rombongan yang salah satu anggotanya pingsan yang katanya karena kedinginan.
Posisinya ada di bawah Puncak Triangulasi. Walah parah bener pingsan di tempat
yang miring banget. Kami sarankan saja untuk dipapah secara hati-hati
sampai di bawah tanjakan karena disana masih ada tenda pendaki yang berdiri.
Memang selain persiapan peralatan yang ditambah,
tapi fisik pun sebenarnya sangat perlu untuk disiapkan terhadap kondisi yang
demikian agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan terlebih bisa merepotkan
dan membuat panik anggota yang lain. Yang penting safety first pokoknya.
Salam Petualang...
Mari mendaki...!!!
Sekedar Kenang-Kenangan...
tetep rame pendaki |
musim hujan saatnya menghijau |
dan akhirnya kabut turun |
kapan2 kancani ng merbabu yo ntul..aku blm sampe puncak tertinggi nih.
BalasHapusSelama hayat masih di kandung badan oke laah...
HapusSuka dengan kelap - kelip lampunya,
BalasHapuswah sayang banget pas dipuncak lagi kabut.
iya bang... itu hiburan satu-satunya pas mendaki kemaren
Hapusnaik merbabu paling enak lwat jalur mana???
BalasHapusmasing'' jalur pendakian punya karakteristik sendiri'' mas
Hapus