Perjalanan di Makassar tidak selesai sampai ke Fort Rotterdam & Pantai Losari pada hari pertama serta Pulau Samalona di hari keduanya saja, kuota libur masih satu hari lagi. Apalagi hari ketiga ini adalah hari Minggu, hari liburnya kebanyakan orang. Jadi makin semangat saja mengakhiri jalan-jalan di kota coto ini dengan pergi ke destinasi yang paling saya impikan untuk didatangi sejak lama.
Hari Minggu, 20 April 2013 lalu saya dan dua teman akhirnya berhasil sampai di dua spot menarik di kawasan deretan pegunungan karst Maros, Sulawesi Selatan. Sungguh tak terbayang bisa sampai di tempat seindah dan seeksotis itu. Luar biasa pokoknya. Tempat itu sukses membuat saya teramat kagum dan serasa berpindah zaman.
Karst Rammang-rammang berhasil membawa kami seperti masuk ke zaman batu dan juga Dusun Berua yang menghipnotis kami sehingga kami seolah sedang berada di China atau Vietnam dengan deretan pegunungan karst-nya yang mempesona.
Desa Berua |
Mugkin
bagi sebagian orang masih belum terlalu mengenal dua destinasi tersebut, tapi
bagi pengagum keindahan alam dan penyuka jalan-jalan tentu sudah menambahkan
tempat tersebut ke dalam waiting list-nya
atau bahkan sudah mencoretnya karena sudah terealisasi. Hal tersebut pun
akhirnya juga bisa saya lakukan. Mencoret Karst Rammang-rammang dari daftar
tunggu tempat wisata yang ingin didatengin karena saya sudah berhasil sampai di
tempat yang saya impikan tersebut.
Berawal
dari bergabungnya saya di grup fb yang semua anggotanya penyuka jalan-jalan, membawa saya mengenal Rammang-rammang. Sebuah barisan pegunungan kapur dengan
bentuk yang sangat unik dan dihiasi hijaunya pepohonan yang melekat di
permukaannya. Entah kenapa saat melihat foto yang di-post salah satu member, saya merasa langsung jatuh cinta pada
pandangan pertama. Mumpung lagi online juga, seketika saya langsung mencari info-info mengenai pegunungan kapur yang katanya terbesar kedua di dunia itu.
Konon yang menjadi saingannya yaitu China dan Vietnam yang sama-sama punya
karst yang cantik. Namun, bagi saya Indonesia tetap yang nomor satu pastinya.
perfecto paradiso |
Dari
hasil browsingan, saya jadi tau kalau lokasi keberadaanya ada di Pulau Sulawesi
sana. Saat itu posisi lagi ada di Jateng. Pernah sih saya hidup setahun di
Pulau Sulawesi, tapi yang di ujung utaranya (Manado). Sedang karst yang saya
pengen datengin ada di bagian selatan tepatnya di Kota Maros, tetangganya
Makassar. Jadilah keyakinan saya menciut. Yakin kalau butuh waktu untuk
merealisasikannya. Tapi Alhamdulillah, penempatan kerja yang awalnya saya
tanggepin dengan bermuram durja ternyata membawa hikmah. Hikmah karena tak jauh
dari calon tempat kerja tersebut ternyata menyimpan keindahan, terlebih
keindahan yang sudah diimpikan.
Pada
hari H keberangkatan saya ke Majene, tentunya singgah dulu di Makassar sebelum
menempuh perjalanan darat selama kurang lebih 6 jam. Baru tahu juga setelah
mendarat di Bandara Internasional Hasanuddin, ternyata lokasi bendara bukan
tepat di Kota Makassar namun ada di Kota Maros. Wah, berarti dekat dong dengan
pegunungan karst itu bahkan mungkin terlihat pula dari bandara. Tapi karena
saat landing di kota yang dulunya
bernama Ujung Pandang itu sudah terlampau malam jadinya nggak bisa melihat
sekitaran.
Hal
tak terduga kembali terjadi. Sore hari saat perjalanan ke Majene dimulai,
setelah melewati pusat Kota Maros saya
melirik ke luar jendela. Dan apa yang saya lihat. Yap, deretan pegunungan karst
membentang dari selatan keutara. Itulah karst yang selama ini saya ingin lihat.
Cahaya senja makin menjadikan keeksotisan karst tersebut makin terpancar. Tapi apa boleh buat, saat itu tujuan saya adalah ke Majene jadi saya harus puas
dengan memandangnya dari jendela mobil. Tak perlu kuatir, mulai saat itu jarak
saya dan karst tersebut sudah makin dekat. Jadi cukup atur jadwal saja untuk
bisa menyambanginya.
Tak
sabar ingin segera menjumpai destinasi yang masih jarang dieksplor namun malah
ternyata sudah tereksploitasi oleh perusahaan semen tersebut, akhirnya baru
seminggu saja di Majene saya sudah berencana ke Makassar lagi. Di pertangah
April ada satu long weekend tersedia. Jadilah 3 hari libur tersebut saya pakai
untuk menjelajah Makassar, dengan tujuan wajibnya adalah Karst Rammang-rammang
di Maros.
Haripertama di Makassar baru diisi dengan jalan-jalan di pusat kota dengan riuhnya
aktifitas dan berkunjung ke landmark kota
tersebut yaitu Fort Rotterdam & Pantai Losari. Sedang hari kedua saya
mencicipi lembutnya pasir dan jernihnya air laut Pulau Samalona di seberang
kota. Dan hari ketiga barulah saya berhasil sampai ke kawasan Karst
Rammang-rammang dan Dusun Berua.
Menuju Karst Rammang-rammang
Akses menuju lokasi cukup mudah, dimulai dari Terminal Daya Kota Makassar naik pete-pete jurusan Pangkep. Selama hampir setengah jam kita akan melewati pinggiran Kota Makassar hingga akhirnya sampai di Kota Maros. Ancer-ancer nanti turun adalah jalan masuk ke Pabrik Semen Bosowa. Bilang aja sama pak supirnya pas uda sampai pusat Kota Maros kalau mau turun di jalan masuk pabrik semen.
Setelah
turun dari pete-pete, perjalanan masih berlanjut. Bisa dilanjutkan dengan naik
pete-pete lagi sampai gerbang Desa Salenrang atau jalan kaki juga bisa. Kami
yang masih memiliki semangat yang membara, memilih untuk berjalan kaki saja
karena menurut info yang saya dapatkan, jaraknya tidak terlalu jauh dan juga
matahari belum terlalu terik.
Sejak di atas angkot tadi begitu masuk Kota Maros, tengoklah ke arah timur. Barisan pegunungan karst sudah memanjakan mata. Bentuknya itu lho, nggak beraturan tapi malah jadi unik tiada duanya gitu. Selain disajikan pemadangan yang memanjakan mata, jalanan yang kita lewati juga bakal dihiasi seliweran truk-truk container raksasa milik si pabrik semen yang menggerus pegunungan kapur yang indah itu sebagai bahan bakunya.
Saat itu kami kebingungan menemukan spot yang biasa buat foto-foto seperti yang saya lihat di internet. Secara pegunungan kapurnya ekstra panjang banget, terbentang dari selatan hingga ke utara sampai ke Kota Pangkep. Tapi akhirnya di tengah perjalanan kami, gerbang Desa Salenrang sudah menyapa. Letaknya ada di sebelah kanan jalan. Disitu juga tertera sambutan “SELAMAT DATANG DI KARST MAROS”. Kami masuk saja di desa yang ber-background pegunungan kapur tersebut. Setelah berjalan beberapa meter melewati dusun, kita akan menemukan area persawahan yang sangat mempesona. Mungkin dari sekian sawah yang pernah saya lihat, disitulah salah satu sawah yang paling unik yang pernah saya lihat. Dari kejauhan terlihat bebatuan dengan bentuk tak lazim tersebar di area persawahan tersebut.
Sejak di atas angkot tadi begitu masuk Kota Maros, tengoklah ke arah timur. Barisan pegunungan karst sudah memanjakan mata. Bentuknya itu lho, nggak beraturan tapi malah jadi unik tiada duanya gitu. Selain disajikan pemadangan yang memanjakan mata, jalanan yang kita lewati juga bakal dihiasi seliweran truk-truk container raksasa milik si pabrik semen yang menggerus pegunungan kapur yang indah itu sebagai bahan bakunya.
Saat itu kami kebingungan menemukan spot yang biasa buat foto-foto seperti yang saya lihat di internet. Secara pegunungan kapurnya ekstra panjang banget, terbentang dari selatan hingga ke utara sampai ke Kota Pangkep. Tapi akhirnya di tengah perjalanan kami, gerbang Desa Salenrang sudah menyapa. Letaknya ada di sebelah kanan jalan. Disitu juga tertera sambutan “SELAMAT DATANG DI KARST MAROS”. Kami masuk saja di desa yang ber-background pegunungan kapur tersebut. Setelah berjalan beberapa meter melewati dusun, kita akan menemukan area persawahan yang sangat mempesona. Mungkin dari sekian sawah yang pernah saya lihat, disitulah salah satu sawah yang paling unik yang pernah saya lihat. Dari kejauhan terlihat bebatuan dengan bentuk tak lazim tersebar di area persawahan tersebut.
Untuk
menuju ke taman batu purba tersebut, perlu menyusuri pematang sawah yang tipis
dengan sisi kanan kiri sawah yang becek. Kebetulan sih, saat itu lagi musim
pengairan. Kanan kiri pematang sudah seperti kolam ikan aja. Sandal yang
dipakai pun menebal karena lumpur yang menempel. Sampai di area bebatuan itu,
saya mulai terkagum-kagum atas keunikannya. Subhanallah, saya seakan dibawa ke
zaman purba. Bebatuan unik tersebar secara tak karuan di area persawahan
berhiaskan pegunungan kapur yang indah menjadi pemandangan yang baru pertama
saya dapati. Pepohonan palem yang ada di
sela-sela bebatuan juga makin menambah kesan purba saja deh.
Saya coba memegang salah satu tebing batu yang ada disana. Ternyata teksturnya mirip karang yang ada di laut dengan permukaan kasar dan kadang runcing. Bentuk uniknya bebatuan yang ada di taman batu Rammang-rammang saya kira terbentuk sedemikian rupa karena hempasan air atau angin sepertinya. Mungkin juga dulunya kawasan tersebut adalah lautan. Untuk lebih tepatnya coba kita tanyakan saja pada ahli batuan. Hehehe…
batuan purba, kenapa bisa bentunya kaya gitu ya...??? |
Saya coba memegang salah satu tebing batu yang ada disana. Ternyata teksturnya mirip karang yang ada di laut dengan permukaan kasar dan kadang runcing. Bentuk uniknya bebatuan yang ada di taman batu Rammang-rammang saya kira terbentuk sedemikian rupa karena hempasan air atau angin sepertinya. Mungkin juga dulunya kawasan tersebut adalah lautan. Untuk lebih tepatnya coba kita tanyakan saja pada ahli batuan. Hehehe…
adek-adek penunjuk jalan |
Cukup
luas ternyata area taman batu Rammang-rammang hingga kami tak sempat
mengeksplo semuanya, kami hanya berkeliling di spot tertentu saja saking bingungnya
dari mana harus memulai. Perjalanan juga masih belum berakhir sampai di taman
batu tersebut, masih ada satu tempat lagi yang bakal kami datangi. Masih ada di
Maros juga kok, satu area pula. Cuman perlu menyusuri sungai dulu agar sampai
di tempat yang tentunya punya keindahan yang luar biasa itu. Tempat itu adalah
Dusun Berua, desa yang terisolir pegunungan kapur dan akses yang tersedia untuk
menuju kesana hanya dengan perahu saja.
Bersambung...
Bersambung...
akhirnya dtulis jugaaa... mantaappp
BalasHapuspemandanganya bagus bgt gan
BalasHapusbagus banget yaa rammang-rammang, cuma keindahan alam yg bercerita sepertinya
BalasHapusMakasiii semua... Thanks for your visit...
BalasHapus