Makassar Hari Ke-2 "Berlayar Ke Pulau Samalona"



Setelah hari pertama di Makassar yang diisi dengan berkeliling di tempat menarik yang ada di pusat kota, hari kedua baru terpikir hendak pergi kemana setelah saya tahu kalau di seberang kota ada beberapa pulau cantik yang menjadi destinasi favorit. Tepatnya beberapa saat sebelum masuk ke Benteng Rotterdam yang saat itu kami disamperin seorang om-om dengan dialek Makassar yang kental. Kami ditawarin apakah mau nyebrang atau tidak. Saat itu kami pun menolaknya, tapi tentunya sambil pikir-pikir sih. Sepertinya asik juga pulau yang dimaksud itu. 

Untuk hitungan hari pertama di Makassar, sebagai pemanasan cukup ke landmarknya dulu saja, Fort Rotterdam dan Pantai Losari. Karena banyak yang bilang kalau ke Makassar belum ke dua tempat itu belum afdhol rasanya.
Untuk hari kedua, kayaknya saya tergoda untuk menyambangi pulau yang ada di seberang seperti yang ditawarkan pada kami saat mau masuk benteng. Awalnya hanya menebak-nebak saja apa pulau yang dimaksud. Agung yang sudah browsing sebelumnya, katanya ada satu pulau cantik yang ada di seberang kota yang bernama Pulau Khayangan. Tapi ternyata dari om yang nawarin kapal tadi kami tahu ada beberapa pulau lagi yang juga ramai dikunjungi karena keindahannya. Salah satu lainnya adalah Samalona. Wow, Samalona… Kalau yang satu ini saya pernah denger deh. Tapi dimana ya… Pokoknya pernah, tapi karena menyangka pulau itu ada di tempat yang jauh makanya tak begitu saya tanggepin pas ada yang ngomongin tentang Samalona. 
Mendengar nama-nama pulau itu, rasanya bikin ngiler. Bayangkan saja, ada Pulau Khayangan. Dari namanya saja bisa terbayang bagaimana keindahannya. Satu lagi, Pulau Samalona. Hmm, kayak nama cewek yaa dan kayaknya cewek cantik pula. Yeah, kami pun mantap mengisi hari kedua dengan menjelajah pulau di seberang Kota Makassar.

Sebagai pengalaman dulu saat ke Pulau Bunaken dan Pulau Siladen, kapal  yang digunakan untuk menyebrang menggunakan sistem carter. Jadi harga yang dipatok adalah harga sewa satu kapal, bukan harga per kepala. Sehingga kalau makin banyak yang ikut berarti makin murah juga jadinya.

bukan boyband lhoo...

Sekiranya ada 7 orang yang berhasil diajak. Tapi satu kapal sebenarnya bisa memuat 8-10 orang. Pukul 7 kami janjian ketemu di depan Fort Rotterdam sebagai meeting point sekaligus karena memang dermaga pernyeberangan ada tepat di depan benteng tersebut. Seperti kemaren, kami menuju Rotterdam dengan berjalan kaki menyusuri jalanan kota dari Lapangan Karebosi. Cuman untungnya pagi-pagi gitu belum terlalu panas, nggak seperti kemaren yang panasnya nggak ketulungan. Secara siang bolong gitu jalan kaki di tengah kota.

Begitu sampai di depan benteng, kami ditawari untuk menyeberang sama om-om penyedia jasa penyebrangan. Namun om yang kali ini berbeda dengan yang hari pertama kemarin. Ada cerita menarik pagi itu saat kami mau menyeberang pulau. Karena om yang nawarin kami pada hari kedua berbeda dengan yang kemarin, saya pun berinisiatif menanyakan berapa harga sewa yang dipatoknya. Singkat cerita harga yang dipatok adalah Rp 400.000,- untuk dua pulau. Dibandingkan om yang kemaren, memang lebih menjanjikan yang kemaren sih yang bisa sampai di harga Rp 300.000,- untuk 3 pulau yaitu Pulau Lae-lae, Khayangan, dan Samalona.

Cerita menarik dimulai…
Om yang kedua merasa kami sudah deal dengannya. Padahal kami cuma menanyakan harga dan bisa dapat berapa pulau dengan harga segitu. Kami nggak pernah sekalipun mengatakan “IYA” pada tawarannya, mengangguk sebagai tanda isyarat setuju pun tidak. Kami bilang padanya kalau kami mau sarapan dulu di depan benteng. Om itu pun akhirnya pergi dan berkata “Nanti kalau ada yang nawarin kapal bilang saja sudah sama ENAL gitu yaa…”Lagi-lagi saya cuman diam dan tak memberi isyarat apapun menandakan setuju. Memang karena bingung apa yang dimaksud om itu. Kok bisa dia secara sepihak membuat keputusan. Mau bilang tunggu dulu om, e sudah kabur gitu aja.


Kami pun sarapan nasi kuning yang sudah dibawa dari kosan. Nyam-nyam-nyam… Di tengah kami melahap makanan itu, eh ada om yang kemaren. Ternyata dia masih ingat dengan wajah saya. Dia bilang “Bagaimana jadi menyebrang…?” saya bilang “Jadi om, tapi tadi ada si ENAL yang nawarin kami dan sepertinya dia menganggap kami sudah deal dengannya”.

Wah, dari situlah saya mulai merasa bakal terjadi ketidakberesan. Saya tahu memang persaingan ada diantara mereka. Singkat cerita akhirnya kami mempertemukan kedua om-om itu. Benar saja, mereka memperebutkan kami. Hahaha

Tapi apa deh, mereka malah menyalahkan saya. Dibilang saya yang sudah menyetujui tawaran keduanya. Padahal dari om yang pertama kemaren dan yang kedua ini, belum sekalipun kata “IYA” terucap tanda persetujuan diantara dua pihak. Lagian om yang pertama kemaren apa lagi. Sudah juga kemaren saya bilang kami nggak nyebrang cuman tanya harga saja, eh ternyata dianggap pula sudah setuju. 

Bla bla bla, kami ngobrol panjang lebar menentukan tawaran mana yang bakal diambil. Tapi bingung juga, keduanya menganggap sudah kami deal-kan semua. Di tengah percakapan yang cukup alot hingga menjadi pusat perhatian orang-orang disekitar situ, tiba-tiba kami dikagetkan dengan kedatangan seorang pria paruh baya yang cukup membuat kami tambah bingung. Namun, kedatangannya kami rasa seperti kedatangan ultraman disaat ada monster-monster pengacau. 

Bapak itu ternyata adalah pengemudi kapal yang sering digunakan untuk menyebrang yang kayaknya sudah nggak tahan ada perdebatan diantara kami dan dua om-om itu yang kami simpulkan mereka tugasnya cuman mencari penumpang saja.

Dari kejadian itu bisa diambil hikmahnya, seperti kalau kita mengambil hikmah di cerita-cerita kepahlawanan saat sekolah dulu. Pertama, lebih baik kita mengatakan secara tegas “TIDAK” jika kita tidak ingin menyeberang. Sebab, kalau kita menanyakan harga dan terjadi percakapan selanjutnya yang lebih menjurus, bisa jadi om yang nawarin kapal sudah menganggapnya setuju meski belum sepenuhnya terjadi kesepakatan. Selain itu, jika kita iseng pengen survey harga-harga mana yang paling murah, lebih baik diakhiri dengan kata “TIDAK” sebagai tanda memang tidak ingin nyebrang dulu. Seperti pengalaman kemaren kalau sudah berbeda hari pun, om yang pertama masih ingat juga dengan wajah saya dan menganggap tanya-tanya harga kemaren adalah persetujuan kalau nasib penyebrangan kami sudah berada di tagannya, yang artinya kalau besok kami mau nyebrang pokoknya harus sama dia gitu, nggak boleh sama yang lain. Ini aturan dia sendiri sih yang bikin sepertinya. Tips terakhir adalah tanyakan nama om yang nawarin kapal, siapa tahu kalau ada om lain yang nawarin bisa jadi tameng buat nolak.

Sudah sudah, lupakan mereka. Niatnya bersenang-senang hati kok malah jadi kayak tertekan begitu. Saatnya menyebrang ke Pulau Samalona. Kami naik kapal bapak penolong tadi dan diantar ke pulau pertama yaitu Lae-lae. Pulau ini adalah pulau yang paling dekat dengan Makassar dan juga menjadi pulau yang sudah penuh dengan rumah-rumah. Tak berniat mampir ke pulau yang pertama, kami lalu bergegas saja menuju pulau yang kedua yaitu Samalona. 

-SAMALONA-

Pulau Samalona punya jarak dari pusat kota cukup jauh. Perlu sekitaran 20 menit untuk menyebrang menggunakan speed boat dari dermaga menuju pulau tersebut. Pemandangan sepanjang perjalanan akan disuguhi hamparan laut lepas dengan berhiaskan kapal-kapal raksasa yang berseliweran. 

Dari yang saya lihat, setiap kapal yang menuju Samalona selain ada pengemudi kapal bakal ada ibu-ibu yang bertugas seperti pemandunya. Mengarahkan pengunjung saat di pulau nanti mau memakai fasilitas apa. Entah Cuma gubug untuk sekedar duduk danberteduh, atau bahkan home stayjika berniat ingin menginap. Ibu itu mengarahkan kami ke satu gubug reot yang bisa disewa untuk beristirahat. Tidak gratis pastinya, hari gini mana ada sih yang gratis. 

daftar pemilik pulau, wew


keadaan di tengah pulau

Berjalan lagi di tengah pulau berpenghuni tersebut, kami ditunjukkan lagi bale-bale yang lain yang lebih bagus yang dipatok Rp 100.000,- untuk dua kursi panjang dengan sandaran untuk santai-santai di pinggir pantai. Kami bingung mau sewa apa nggak. Kalau nggak sewa masak harus “ndeprok” di pasir sambil menjemur diri, tapi kalau sewa harganya kok agak nusuk banget. 

tempat berteduh yang kami sewa

Kami pun nawar agar diberi bonus bale-bale yang ada di sebelahnya. Jadi dengan harga segitu bisa dapat 4 kursi panjang dengan sandaran. Tapi ibu itu nggak setuju ternyata. Katanya boleh pakai 4 kursi asal kalau nanti yang dua ada yang sewa kami harus pindah. Okelah kami setuju kalau begitu.


 


Kita bisa berjalan memutari Pulau Samalona satu putaran penuh karena memang pulau tersebut berukuran kecil dan dikeliling pasir putih halus. Mau snorkling-an juga bisa, tapi saya lihat terumbu karangnya minim sekali. Mungkin memang bukan itu yang ditonjolkan. Kalau pasirnya saya akui sangat halus dan putih. Semoga saja sampah-sampah tidak mengganggu kehalusan dan kilau pasirnya.

   

GALLERY KEINDAHAN PULAU SAMALONA












 

Komentar

  1. hello, nice gallery that u have at there. i wanna know how much cost that need if wanna go there. really want to know, hope u will share with me. thankyou :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. when you've been at Makassar, cost only for ship rent; Rp 350k /ship for 5-7 people

      Hapus
  2. Hallo saya boleh tanya? Untuk explore 3 pulau itu apakah cukup hanya sehari?

    BalasHapus
    Balasan
    1. 3 pulau yg mana yag mbak?
      ini kan Samalona saja...

      Hapus
  3. Dapat berapa hrg kapal ke samalona sajakah?

    BalasHapus
  4. mau tanya kalo dari makasar ke pulau samalona berapa tarif speed boat nya?> trus dari samalona ke khayangan berapa dan dari khayangan ke lae lae berapa jg? soalnya saya mau nginap beberapa hari di pulau2 tsb. tks

    BalasHapus
  5. di tiga pulau tsb ada penginapan nya gak?

    BalasHapus

Posting Komentar

Jangan enggan beri kritik dan saran yaaa...!!!