Bicara
soal pendakian gunung sering kita mendengar beberapa gunung punya predikat
tersendiri, semisal gunung tertinggi, gunung terdingin, gunung terekstrim,
sampai gunung terangker. Kebetulan beberapa waktu yang lalu saya dengan 7 kawan
sependakian punya kesempatan dan alhamdulillah telah berhasil menuntaskan
pendakian ke salah satu gunung dengan satu predikat tertentu. Yakni Gunung
Argopuro, gunung dengan jalur pendakian terpanjang se-Pulau Jawa. Beberapa
orang tentu sudah mengetahui terlebih para pendaki gunung kalau Argopuro memang punya jalur
pendakian yang panjang dan memakan waktu lumayan lama untuk mendakinya.
Menuju Puncak Argopuro |
Selama dan sejauh apa sih mendaki Gunung Argopuro?
Hmmm, Semeru saja yang notabene adalah gunung tertinggi se-Pulau Jawa hanya perlu 3 hari 2 malam untuk naik ke puncak lalu turun ke basecamp lagi, sedangkan Argopuro yang punya ketinggian maksimal 3.088 mdpl perlu 5 hari 4 malam untuk mendakinya secara lintas jalur, naik dan turun melewati jalur yang berbeda. Jaraknya pun lumayan fantastis, sekira 45 km yang harus dilewati untuk menyelesaikan pendakian Argopuro secara paripurna.
Tentang Gunung Argopuro
Argopuro
merupakan nama sebuah gunung di Provinsi Jawa Timur yang masuk ke dalam wilayah
administrasi 5 kabupaten yaitu Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, dan
Situbondo. Gunung ini berada dalam kawasan Suaka Margasatwa Datarang Tinggi
Yang/Hyang yang memiliki luas hampir 15 ribu hektar, karenanya nggak heran
kalau masih banyak hewan liar yang ada di hutan Argopuro bahkan tak jarang yang tanpa malu-malu melintas
di jalur pendakian. Letak Argopuro yang diapit gunung populer yakni Semeru dan
Raung menjadikannya turut menjadi gunung yang tak kalah populer pula dikalangan pendaki.
Dari
segi bahasa, “argo” berarti gunung dan “puro” berarti pura. Pantas saja hal
tersebut menjadi latar belakang penamaan Argopuro karena terdapat kompleks
candi atau bangunan menyerupai pura bahkan ada juga yang menyebutnya kraton yang
sampai saat ini masih bisa kita lihat di puncaknya, meski hanya tinggal reruntuhan saja. Hal itu nggak lepas dari sejarah, mitos, dan misteri yang menjadi penghias dalam
pendakian gunung ini.
Argopuro memiliki 3 puncak yaitu Puncak Rengganis (2.980 mdpl), Puncak Arca/Hyang yang bisa dibilang puncak semu, dan satu lagi sebagai puncak tertingginya adalah Puncak Argopuro (3.088 mdpl). Puncak-puncak tersebut masuk wilayah administrasi Kabupaten Jember. Puncak Rengganis dengan kawahnya yang berwarna putih kekuningan bernama Kawah Sijeding menjadi daya tarik tersendiri karena dari puncak inilah tercipta nama Argopuro. Di sekitaran Puncak Rengganis bisa ditemukan reruntuhan bangunan dikelilingi tembok yang diperkirakan dibangun pada abad ke-12 masehi. Reruntuhan itu menyerupai kompleks kraton lengkap dengan candi, pura, serta area pemandian. Namun sayang wujudnya sudah nggak utuh lagi. Padahal jika masih lengkap dan tertata, tempat tersebut bisa dinobatkan menjadi situs peninggalan sejarah yang lokasinya tertinggi se-Pulau Jawa bahkan se-Indonesia loh.
Argopuro memiliki 3 puncak yaitu Puncak Rengganis (2.980 mdpl), Puncak Arca/Hyang yang bisa dibilang puncak semu, dan satu lagi sebagai puncak tertingginya adalah Puncak Argopuro (3.088 mdpl). Puncak-puncak tersebut masuk wilayah administrasi Kabupaten Jember. Puncak Rengganis dengan kawahnya yang berwarna putih kekuningan bernama Kawah Sijeding menjadi daya tarik tersendiri karena dari puncak inilah tercipta nama Argopuro. Di sekitaran Puncak Rengganis bisa ditemukan reruntuhan bangunan dikelilingi tembok yang diperkirakan dibangun pada abad ke-12 masehi. Reruntuhan itu menyerupai kompleks kraton lengkap dengan candi, pura, serta area pemandian. Namun sayang wujudnya sudah nggak utuh lagi. Padahal jika masih lengkap dan tertata, tempat tersebut bisa dinobatkan menjadi situs peninggalan sejarah yang lokasinya tertinggi se-Pulau Jawa bahkan se-Indonesia loh.
Bekas pondasi Candi di dekat Puncak Rengganis |
arca Sapi di Puncak Hyang |
Mitos dan Misteri Gunung Argopuro
Nggak
bisa dipungkiri jika dalam setiap pendakian Argopuro selalu saja ada
bayang-bayang mistos sekaligus misteri yang menyelimutinya. Nggak sedikit yang
penasaran akan hal tersebut, namun ada pula yang hanya menganggapnya sebagai
angin lalu. Menurut saya pribadi, hal tersebut sangat menarik banget dan perlu
diketahui sebagai tambahan pengetahuan sebelum mendaki Gunung Argopuro
disamping hal-hal teknis yang memang wajib menjadi bekal bagi pendaki. Lalu apa
saja sih hal-hal yang dianggap sebagai mitos maupun misteri yang berhubungan
dengan gunung cantik ini. Sabar, insyaallah selengkapnya bakal dibahas tuntas
pada bagian ini.
Gunung
Argopuro sangat erat kaitannya dengan cerita Dewi Rengganis. Makanya nama
putri Raja Brawijaya yang hidup pada masa Kerajaan Majapahit itu diabadikan
menjadi nama salah satu puncaknya. Masyarakat sekitar Argopuro pun sebenarnya
lebih mengenal nama Rengganis dari pada Argopuro itu sendiri karena memang nama
Argopuro berlatar belakang dari adanya reruntuhan pura atau kompleks kraton di
puncak yang konon menjadi kerajaan dimana Dewi Rengganis menghabiskan hidupnya
setelah mengasingkan diri karena keberadaanya yang nggak diakui. Hal itu tak
lain dikarenakan statusnya yang hanya seorang putri dari salah satu selir Prabu
Brawijaya.
Selain
Dewi Rengganis, ada pula cerita masa lalu Cikasur yang menjadi serba-serbi
tersediri saat kita membahas tentang Argopuro. Cikasur merupakan savana maha
luas yang ada di jalur pendakian Baderan. Tempat tersebut juga menjadi spot camping yang recommended bagi pendaki Argopuro karena selain ketersediaan air
yang cukup dari Sungai Qolbu, Cikasur juga menjadi habitat hewan-hewan eksotik
seperti misalnya merak hijau, ayam hutan, rusa, dan beberapa hewan lainnya.
Namun tunggu dulu, dibalik keindahan Cikasur, ternyata savana ini menyimpan
sejarah pedih pada masa kolonialisme Belanda.
Savana Cikasur - Argopuro |
Oiya, sebelumya pernah menyangka nggak sih kalau Cikasur adalah landasan pesawat??? Hmmm, percaya nggak percaya tapi harus percaya karena banyak bukti dan peninggalan yang memperkuat kalau Cikasur dulu sempat menjadi landasan pesawat para kompeni, seperti misalnya puing-puing bangunan yang saat ini hanya tersisa petak-petaknya saja. Ada juga mesin genset yang letaknya di salah satu sudut Cikasur yang tertutup semak-semak. Btw, buat apa ya sampai dibuat landasan pesawat di gunung yang jauh dari peradaban dan siapa pula yang dipekerjakan untuk membangunnya??? Dari cerita Cak Arifin, pengelola basecamp Bremi, pertanyaan besar itu mulai ada pencerahan. Beliau menuturkan alasan dibangunnya landasan pesawat di Cikasur adalah karena keberadaan sumber daya mineral yang menjadi incaran Belanda, disamping itu pemanfaatannya sebagai sarana untuk mengangkut daging rusa hasil buruan.
bercerita dengan Cak Arifin di Basecamp Bremi |
Okey, satu pertanyaan
terjawab. Beralih ke pertanyaan siapa yang dipekerjakan untuk membangunnya,
jawaban dari pertanyaan tersebut begitu mencengangkan. Cerita sejarah kelam pun
sedikit demi sedikit menyayat hati ini. Awalnya hanya beberapa penduduk saja
yang dipekerjakan untuk membangun landasan pesawat di Cikasur, lama kelamaan
beberapa penduduk tadi mengajak penduduk yang lain untuk ikut bekerja disana.
Hingga tiba suatu waktu, Belanda meminta untuk dibuatkan galian tanah untuk
saluran. Ternyata kompeni-kompeni itu punya niatan lain yakni menjadikan galian itu sebagai
kuburan masal para penduduk yang mereka pekerjakan itu. Tujuan utamanya
agar keberadaan Belanda dengan landasan pesawatnya nggak diketahui oleh para
pejuang sekaligus supaya nggak perlu membayar upah kepada para pekerja itu. Tragis
banget, sampai-sampai air mata ini hampir tumpah saat ndenger cerita itu. Oiya,
cerita masa lalu Cikasur nggak berhenti sampai disitu. Efeknya ke jaman
sekarang adalah beredarnya cerita-cerita horor yang dialami pendaki yang
bermalam di Cikasur. Mulai cerita mistis ini dan itu saya
temukan di blog-blog para pendaki sampai cerita dari temen. Salah satunya
yang dialami Acen “Jalan Pendaki” yang saat camping
di Cikasur melihat sleeping bag tak
dikenal masuk ke tendanya. Serem juga sih, tapi untungnya saat itu kami nggak sampai
yang dilihatin atau diperdengarkan yang aneh-aneh. Meski begitu, tetep kepikiran juga sih
pas bermalam disana.
Jalur Pendakian
jalur awal pendakian |
Jalur pendakian resmi terdapat di Desa Baderan yang masuk wilayah Situbondo dan juga Desa Bremi yang berada di Kabupaten Probolinggo. Biasanya sih para pendaki memilih naik melewati Baderan dan turun di Bremi untuk mendapatkan pengalaman pendakian yang lengkap. Bisa juga sih sebaliknya, tapi jalur Bremi banyak tanjakannya apalagi menjelang dan sesudah Cemara Lima, pos dibawah puncak. Kontras dengan jalur Baderan yang didominasi banyak banget savana yang otomatis jalurnya jadi lebih panjang. Pilihan mau naik dan turun lewat mana tinggal disesuaikan saja dengan sikon.
Secara
garis besar jalur pendakian Argopuro ga beda jauh kok sama gunung-gunung yang
lain. Hanya bedanya kaki bakal melangkah lebih jauh, beban di pundak yang
akan lebih berat, mata yang akan melihat pemandangan indah lebih lama, hati yang
dituntut untuk lebih bersabar menghadapi jalur pendakian yang seperti tak
berujung, dan juga makin banyak rahasia alam yang terkuak mengobati rasa penasaran.
Saya
pribadi punya julukan buat Gunung Argopuro, yaitu gunung dengan sejuta savana.
Nggak terlalu mengada-ada kok, emang savana di Argopuro banyak banget,
khususnya jalur Baderan yak. Nggak kehitung jumlahnya berapa savana yang
ditemui dan dilewati, makanya biar mudah sebut saja jumlahnya sejuta.
Mengenai
kejelasan jalur pendakian sebenarnya cukup banyak petunjuk yang telah
terpasang, namun kadang membingunkan saat terdapat lebih dari 2 cabang dalam
satu persimpangan. Kami pun sempat dua kali tersasar karena trek awal pendakian
memang bentuknya masih berupa kebun-kebun warga yang banyak sekali jalan
setapaknya. Kedua karena terdapat pula jalur ojek seperti yang sudah
diceritakan di atas, jadinya sempat ambil jalur ojek yang muternya terlalu jauh
padahal ada jalur alternatif yang lebih pendek. Semoga saja sih makin kesini
petunjuknya makin diperjelas lagi terutama saat di awal-awal pendakian yang
banyak sekali percabangan jalurnya. Setelah Pos mata air 1 (tempat camp pertama) terlewati sih
insyaallah jalur sudah sangat jelas. Oiya, makin lebih aman
kalau bawa GPS sebagai pemandu pendakian. Bisa pakai GPS konvensional atau
pakai applikasi Orrux Map yang bisa diinstal di android dan pemakaiannya nggak
perlu harus ada sinyal operator. Cara pakainya bisa dipelajari sendiri kok secara online.
Masalah
air sepertinya nggak perlu terlalu dikhawatirkan, terlebih di jalur Baderan
karena sumber air sangat melimpah. Hanya saja saat turun dari puncak kami agak
sedikit kesulitan menemukan informasi letak mata air selain di Taman Hidup. Apalagi air danau tersebut masih
disangsikan bisa dikonsumsi atau tidak. Soalnya beberapa waktu sebelum melakukan
pendakian ini saya sempat melihat video di youtube ada beberapa pendaki yang
berenang di pinggir danau lalu tampaklah air danau yang begitu keruh. Karenanya
untuk berjaga-jaga, kami mengisi penuh tempat air yang kami punya sejak sebelum
ke puncak, yaitu saat berada di tempat camp ketiga (Savana Lonceng).
Gokil pemandangannya, tunggu cerita selanjutnya yah...
BalasHapusJangan ngaku pendaki kalo belum coba argopuro....
BalasHapusUntungnya saya bukan pendaki :))
HapusAku boleh minta kontaknya yang punya el gak min ?
BalasHapusElf
Hapusalfandijaelani@gmail.com
BalasHapusBoleh minta yg punya elf?
BalasHapusargocondro@gmail.com
Aplikasi orrux map di play store engga ada?
BalasHapuscoba search OrruxMaps
Hapus2012 yang lalu pernah ke argopuro. Gunung ini memang keren banget, walau treknya tidak terlalu terjal seperti di Raung, tapi butuh kesabaran karena jalurnya yang panjang banget. Pas musim-musim tertentu ada yang namanya "pohon jancuan" (semacam tumbuhan semak dengan dauin yang ada duli tipisnya), kalau kena kulit sakit banget, jadi haru pake yang safety menutupi lengan dan betis.
BalasHapusCerita apa aja mas sama cak Arifin , kaya nya seru banget :D
BalasHapusBagus mas Tulisan nya sangat membantu . Kalo butuh peralatan Hiking bisa liat di Riung Adventure ya !
BalasHapusItu sampai 5 hari 4 malam karena jalannya santai atau memang jalurnya yg sangat panjang ya? Saya pengen kesana tapi waktunya terbatas :( kira" bisa ga ya kalau 4 hari 3 malam?
BalasHapusmemang panjang mbk. klo mau brrti jalannya yg dipercepat/naik ojek sampe camp. waktu itu kami jalan normal, tanpa naik ojek.
HapusWoes mantab sepertinya seru, tapi lamanya perjalanan bikin merinding. Hehehe
BalasHapusDi Cikasur liat merak gakkk
BalasHapusjelas lihat dong, malah lebih dari 3 ekor...
HapusBang, puny kontak elf? Bagi dong
BalasHapusemail nya apa
Hapustak delok2 kok wajahe ora asing, jebul konco SMA
BalasHapussiapa ini bro?
HapusBang minta kontak elf nya dong? Kirim ke gmail sini sultansaefulaly@gmail.com makasih nih sblumnya
BalasHapusPaten banget alamnya :D
BalasHapusboleh share no yang punya elf nya min ke putrasa0102@gmail.com,nuhun
BalasHapusdongeng tapi bukan di negeri dongeng..nice trip gan
BalasHapusbang bagi kontak elf nya yah
BalasHapuskirim ke alamat ini
zhehaetamy@gmail.com
argopuro so amazing, surganya flora dan fauna
BalasHapusArgopuro gokil bro, trek mantap, view nya luar biasa
BalasHapusSeneng banget membacanya....sy yg tdk pernah mendaki,,,,seolah2 ikut merasakan....
BalasHapusSekarang argopuro sudah rusak, jalan treking yang semula kecil menjadi lebar. aduh kasian nya
BalasHapusThn 2001 pernah ke argopuro juga, jaman blm ada ojek juga, 5hari 4malam, pas dan ga bs ditawar. Persis dg yg diceritain cak mimin, pemandangan luar biasa, sayangnya sempet jd korban lintah. Tetep waspada aja deh. Thx utk cak mimin udh share pengalamannya, jd kangen muncak lg...
BalasHapus