Semua
orang tahu bahwa pendakian adalah berjalan mananjak menuju puncak yang bikin
capek, namun sejatinya tak hanya melulu soal itu loh. Mendaki juga memiliki
makna perjalanan hati. Kaki bisa lelah mendaki melewati jalanan setapak yang
terjal, seiring dengan itu hati pun turut merasakan lelah menghadapi ego diri
dan berbagai karakter kawan sependakian yang nggak sedikit suka bikin kesel. Kalau
pengen tau sifat asli seseorang ajak aja dia naik gunung. Terlebih lagi kalau
gunungnya punya tingkat kesulitan yang lumayan menguji fisik dan mental. Niscaya
semua sifat yang dimiliki bakal terungkap. Buktikan aja deh...!!!
Nah awal Desember tahun 2016 lalu kebetulan ada ajakan mendaki Gunung yang semua pendaki tahu kalau gunung ini memiliki kategori sebagai gunung yang bikin capek fisik sekaligus capek hati pendakinya. Pasti semua setuju kan kalau Gunung Ciremai punya trek yang sukses bikin dengkul aus dan yang nggak ketinggalan seru adalah cerita-cerita diluar akal sehat yang mengiringi ketenaran gunung tertinggi di Jawa Barat itu.
Saya sendiri pernah baca cerita pendaki yang tiga hari entah tersesat atau disesatkan saat mau turun Ciremai. Lumayan bikin merinding saat baca ceritanya. Btw, Ngomong-ngomong soal tersesat, selain karena faktor jalur yang mungkin saat itu tidak terlihat atau bisa jadi karena ada percabangan yang ternyata pendaki itu salah ambil jalur yang lain, tapi percaya nggak percaya mungkin yang menjadi penyebab lain tersesat itu adalah suatu hal yang merupakan akibat dari apa yang telah kita lakukan, misal karena merusak alam, sering berkata yang tidak sepantasnya diucapkan, dan lainnya. Pada cerita yang pernah saya baca beberapa tahun silam itu, bahkan sampai lupa sendiri kalau ternyata lokasi cerita itu adalah Gunung Ciremai, gunung yang barusan saya daki. Disitu menceritakan bahwa si survivor merasa seperti cuma berputar-putar saja di dalam hutan. Berjalan jauh tapi akhirnya balik lagi ke tempat yang pernah dilewati sebelumnya. Hmmm kok bisa ya... Saya sendiri sebelum mendaki sering baca-baca dulu catper milik pendaki lain yang lebih dulu mendaki gunung yang bakal saya datangi. Saya lebih memilih membaca hal yang bersifat teknis sih, semisal akses menuju kesana, ada berapa pos, terus dimana saja ada sumber air, dan sejenisnya. Soal cerita lain yang mewarnai pendakian itu kadang saya baca pas sudah turun gunung, terutama soal cerita-cerita seram nan horor itu. Alhasil pas saya mendaki nggak sempet mikirin hal-hal yang sebenarnya nggak perlu dipikirkan itu. Kadang kan sesuatu yang nggak nampak bisa kelihatan karena pikiran kita yang berusaha memunculkannya. Nggak dipungkiri sih kalau kita hidup berdampingan dengan yang tidak terlihat. Sejauh kita nggak neko-neko, mereka pasti juga ga macem-macem sama kita. Jadi, mendakilah selayaknya pendaki betulan...!!!
Gunung Ciremai
Gunung
Ciremai adalah gunung yang menjadi atap tertinggi Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian
puncaknya mencapai 3.078 mdpl. Puncaknya sendiri ada dua yaitu Puncak Sunan
Cirebon (3.078 mdpl) dan Puncak Sunan Talaga (3.058 mdpl). Gunung ini masuk ke
dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dengan luas sekitar 15-an ribu Ha.
Gunung
yang memiliki kaldera hampir mirip kawah Tangkuban Perahu ini mencakup tiga
kabupaten yaitu Kuningan, Cirebon, dan Majalengka. Dari setiap kabupaten itu
terdapat jalur pendakian dan juga basecampnya.
Ada jalur Linggarjati, Linggasana, dan Palutungan yang masuk wilayah Kabupaten
Kuningan, ada jalur pendakian Apuy di Kabupaten Majalengka, dan satu lagi jalur
Padabeunghar yang masuk wilayah Kabupaten Cirebon yang saat ini sudah nggak recommended lagi untuk pendakian karena
berbagai alasan.
Sebagai
perkenalan kami dengan gunung yang namanya sama seperti sejenis buah-buahan
yang asem banget rasanya itu, diputuskanlah mendaki dengan melewati jalur Apuy
yang merupakan jalur dengan tingkat kesulitan paling bawah diantara jalur-jalur
yang lain. Basecamp Apuy juga
memiliki elevasi yang paling tinggi dari pada basecamp pendakian Ciremai yang lainnya, sehingga jarak tempuh
menuju puncaknya pun paling singkat.
Menuju Basecamp Apuy
Cukup
gampang kok untuk menuju Apuy apalagi kalau pakai kendaraan pribadi. Jika dari
Jakarta, langsung saja menuju Majalengka via Tol Cipularang. Saat itu saya yang
ikut pendakian ceria dengan keluarga STAPALA, berangkat dari Jakarta dini hari
dan tiba di Apuy menjelang Subuh. Sampai di Majalengka kami lalu menuju
Cikaracak karena sudah janjian dengan Kang Aon yang rumahnya bakal dijadikan basecamp sekaligus mengakomodir
transport menuju pintu masuk pendakian serta menyediakan guide. Kalau temen-temen butuh bantuan untuk akomodasi maupun guide bisa menghubungi Kang Aon. Tulis
aja alamat email di kolom komentar, insyaallah saya bagi nomor kontaknya.
Kalau memakai transportasi umum nggak kalah mudahnya kok. Dari kota sekitar bisa turun di Terminal Maja Kab. Majalengka lalu diteruskan dengan ojek atau carter. Tentunya kalau datang secara rombongan bakal lebih murah. Jalan menuju Apuy agak sedikit susah kalau belum tau daerah sana. Kami yang melakukan perjalanan pada tengah malam menuju Apuy juga agak kebingungan. Selain ada di beberapa sisi jalan yang gelap banget karena kiri kanan ladang penduduk, jalanan juga naik turun berkelok-kelok. Untung saja Kang Aon menjemput kami saat kami hampir nggak tau arah.
Kalau memakai transportasi umum nggak kalah mudahnya kok. Dari kota sekitar bisa turun di Terminal Maja Kab. Majalengka lalu diteruskan dengan ojek atau carter. Tentunya kalau datang secara rombongan bakal lebih murah. Jalan menuju Apuy agak sedikit susah kalau belum tau daerah sana. Kami yang melakukan perjalanan pada tengah malam menuju Apuy juga agak kebingungan. Selain ada di beberapa sisi jalan yang gelap banget karena kiri kanan ladang penduduk, jalanan juga naik turun berkelok-kelok. Untung saja Kang Aon menjemput kami saat kami hampir nggak tau arah.
Kerennya,
sebelum sampai di titik awal pendakian, kita bakal dihibur dengan pemandangan
terasering yang sudah tersohor untuk dijadikan objek foto para fotografer landscape, namanya Panyaweyan. Terasering tersebut punya keunikan tersendiri dengan bentuk yang rapi dan
berpola. Lebih luar biasanya lagi, terasering tersebut dibuat pada permukaan
tanah dengan kemiringan yang nggak biasa.
Sebenarnya
basecamp pendakian berada di desa Argamukti
yang waktu tempuhnya kira-kira 95 menit dari pos perijinan (titik awal pendakian). Basecamp tersebut letaknya persis
disamping lapangan voli. Elevasinya sekitar 1.200an mdpl. Tapi karena loket
perijinan masih terhitung jauh dan masih bisa dilalui kendaraan jadi kebanyakan
pendaki mulai mendaki dari pos perijinan atau yang biasa dikenal dengan Pos
Berod. Sampai di Pos Berod yang
ketinggiannya sudah mendapai 1.500 mdpl itu, perwakilan tim mengurus perijinan
dan administrasi di loket. Start pendakian tergolong sudah berada di
ketinggian, maka tak heran jalur Apuy ini adalah jalur terpendek dan punya
level kesulitan paling rendah diantara jalur pendakian Ciremai yang lainnya.
Saat
itu tiket masuk Rp 50.000,- untuk satu orangnya. Cukup mahal yaaa, tapi segitu
sudah termasuk mendapat kupon satu kali makan besar di warung sekitaran basecamp dan juga sertifikat pendakian
dengan syarat jumlah minimal tiap rombongan adalah 5 orang. Begitu kelar
mengurus perijinan, kami pun mulai mendaki tepat di tengah hari dengan suasana yang
lumayan teduh.
Pos Berod (tempat registrasi & titik awal pendakian) – Pos 1 (Arban)
sampai di Pos 1 (Pos Arban) |
Trek di awal pendakian cukup mebuat ngos-ngosan karena setelah melangkah beberapa meter langsung disambut satu tanjakan yang cukup curam dan nggak abis-abis. Setengah jam berjalan akhirnya sampai di Pos 1 yang bernama “Arban”. Disitu terdapat shelter yang bisa dimanfaatkan untuk beristirahat.
Pos 1 (Arban) – Pos 2 (Tegal Pasang)
Setelah
beristirahat di shelter Pos 1 kami lalu melanjutkan pendakian menuju Pos 2.
Dari situ sudah mulai memasuki kawasan hutan yang cukup rimbun. Tanjakan
diselingi beberapa bonus dataran masih bisa dirasakan di trek menuju Pos 2.
Sekitar 50 menit berjalan, kami sampai juga di Pos 2 dengan ketinggian 1940
mdpl.
Pos 2 (Tegal Pasang) – Pos 3 (Tegal Masawa)
Pos 3 (Tegal Masawa) – Pos 4 (Tegal Jamuju)
Trek
antara Pos 3 dan Pos 4 masih belum terlalu berbeda dengan trek di pos-pos
sebelumnya. Jarak tempur antara kedua pos ini sekitar 35 menit. Keadaan Pos 4
juga cukup luas dan datar.
Pos 4 (Tegal Jamuju) – Pos 5 (Sanghiyang Rangkah)
Jalur
pendakian antara Pos 4 dan Pos 5 mulai menunjukkan “kegalakannya”. Pasalnya
tanjakan-tanjakan terjal mulai ditemui diantara kedua pos tersebut. Ditambah
lagi terdapat beberapa pohon besar yang tumbang menghalangi jalur pendakian.
Pos 5 (Sanghiyang Rangkah) – Pos 6 (Goa Walet)
Pos
5 rencananya menjadi lokasi camp
kami, tapi karena penuh maka lokasi mendirikan tenda dialihkan ke tanah lapang
sebelum Pos 5 yang hanya muat untuk sekitar 5 tenda saja. Itu pun hanya muat
untuk rombongan kami. Untung masih kebagian tempat untuk camp. Memang karena saat itu sedang akhir pekan jadi lumayan banyak
yang mendaki Ciremai.
Pos
5 berada di ketinggian 2.800 mdpl dan masih sekitar 2 jam berjalan untuk menuju
puncaknya. Jadi kalau mau mendapatkan view
sunrise harus disesuaikan yah kapan
mulai summit attack-nya.
Menjelang subuh kami bersiap menuju puncak. 50 menit berjalan dari Pos 5 kita bakal menemui percabangan jalur antara Apuy dan Palutungan. Di percabangan itu kami singgah sejenak untuk menunaikan sholat subuh dan juga menikmati sunrise. Yap, kami mendapatkan matahari terbit sebelum Pos 6. Agak terlambat berangkat memang tapi pemandangan sudah sangat keren dengan jejeran gunung-gunung di sekitaran Ciremai yang nampak gagah serta view Waduk Darma di bawah yang menambah keren pemandangan.
Menjelang subuh kami bersiap menuju puncak. 50 menit berjalan dari Pos 5 kita bakal menemui percabangan jalur antara Apuy dan Palutungan. Di percabangan itu kami singgah sejenak untuk menunaikan sholat subuh dan juga menikmati sunrise. Yap, kami mendapatkan matahari terbit sebelum Pos 6. Agak terlambat berangkat memang tapi pemandangan sudah sangat keren dengan jejeran gunung-gunung di sekitaran Ciremai yang nampak gagah serta view Waduk Darma di bawah yang menambah keren pemandangan.
Jarak
tempuh antara Pos 5 dan Pos 6 sekitar 1,5 jam dengan jalur yang sudah lumayan
terbuka dan tanjakan yang makin curam dan berbatu. Oiya, Pos 6 disebut juga Pos
Goa Walet karena terdapat satu goa yang berada di pos tersebut. Kami mampir ke
goa tersebut saat turun dari Puncak Ciremai karena letak goa yang agak berada
di bawah jalur pendakian. Jadi Goa Walet bisa ditemui jika kita mendaki Ciremai
via Apuy dan Palutungan.
Goa Walet – Puncak
Pos
6 berada di ketinggian 2.950 mdpl dan berjarak tempuh sekitar 20 menit saja
dari puncak. Bisa kok camp di sekitaran Goa Walet karena cukup luas dataran di depannya.
Jarak dengan puncaknya juga nggak terlalu jauh. Kadang juga ada tetesan air
dari dinding goa yang bisa dijadikan sumbr air dengan menampungnya dengan
botol, tapi jangan terlalu mengandalkan air dari tetesan dinding goa ini yah
karena untung-untungan juga mendapati air yang menetes itu.
Jalur
pendakian Pos 6 menuju puncak menjadi yang terberat karena tingkat kecuraman
yang berbeda dengan yang sebelumnya. Terlebih lagi pasir dan bebatuan lumayan
labil di jalur tersebut. Kalau musim hujan jangan ditanya lagi, pastinya licin
banget. Malemnya nggak hujan saja jalur menuju puncak licin banget kok.
Pukul
05.50 kami sampai di puncak Ciremai via Apuy ditandai dengan satu tiang bedera
yang tertancap dan juga beberapa plakat bertuliskan puncak Ciremai. View di sekitaran puncak sungguh luar
biasa keren. Apalagi pagi itu lumayan cerah. Kawah Ciremai yang ekstra luas
menjadi daya tarik tersendiri saat berada di puncaknya.
Gunung Ciremai masih menyimpan banyak keunikan di sisi jalur pendakian yang lain. Saat penulisan postingan ini selesai, kebetulan saya juga baru saja turun dari Gunung Ciremai dengan melewati jalur pendakian Linggarjati yang tak lain dinobatkan sebagai jalur pendakian Ciremai yang paling nyiksa.
Penasaran kan gimana ceritanya, stay tuned yaaa...
Gunung Ciremai masih menyimpan banyak keunikan di sisi jalur pendakian yang lain. Saat penulisan postingan ini selesai, kebetulan saya juga baru saja turun dari Gunung Ciremai dengan melewati jalur pendakian Linggarjati yang tak lain dinobatkan sebagai jalur pendakian Ciremai yang paling nyiksa.
Penasaran kan gimana ceritanya, stay tuned yaaa...
siang masbro....
BalasHapusboleh minta kontaknya Kang Aon? saya mau tanya2 soal transportasi soalnya hehehe. email saya sihombing.holmes@gmail.com
terimakasih.
Matab kang foto - foto nya bikin orang pengen kesana
BalasHapusGunung ciremai trek nya menantang banget
BalasHapusHaloo mas,
BalasHapusBoleh minta kontaknya kang aon? Saya rencana mau daki akhir bulan ini. Email di rivaldivarianto@gmail.com
Terimakasih haturnuhun ya!
Boleh minta kontak kang aon
BalasHapushudayana1974@gmail.com
boleh minta kontak kang aon?
BalasHapusemail luqmanalamsyah@gmail.com
boleh minta kontaknya kang aon bang ?
BalasHapusalvanaufal@yahoo.com
Bang boleh minta nomor kang aong nya? Bulan depan saya ada rencana naik abis nya. Kirim ke darma.putra96@gmail.com makasib bang!
BalasHapusdone ya semua
BalasHapusKang boleh dong kontaknya kang song adityonn@gmail.com nuhun kang
BalasHapusBoleh minta contactnya kang aon.. terima kasih.
BalasHapusalimpriyatna@gmail.com atw alim_aja@yahoo.com
Minta kontak nya kang aon ya
BalasHapusramdanfahri26@gmail.com
Trimakasih
minta kontak nya kang aon ya
BalasHapus03ayudya@gmail.com
terimakasih
Not every traveler loves mountains. I think this is very exciting and great. You all so interestingly told in your post. that it interested many. This is interesting to me too.
BalasHapusThanks for visiting my blog...
Hapus