Daya pikat Bawakaraeng ternyata tak berhenti hanya sampai
di Lembah Ramma saja. Masih ada serpihan surga yang disimpannya. Gunung yang
masuk wilayah administrasi Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan tersebut punya satu
spot lagi yang menarik untuk dieksplor. Berbeda dengan Lembah Ramma yang lokasi memulai
trekkingnya berada di Dusun Lembanna yang terletak sekitar sebelasan km setelah
objek wisata Malino kalau dari pusat kota Makassar, untuk menuju spot keren ini
kita perlu menuju Dusun Lengkese
terlebih dahulu untuk memulai trekking. Kalau Desa Lengkese terletak
sebelum objek wisata Malino, berbelok kiri saat ketemu penunjuk Kecamatan
Parigi.
Tempat menarik tersebut bernama Danau Tanralili.
Terletak di lereng Gunung Bawakaraeng,
kita perlu berjalan menyusuri jalan setapak yang kadang menanjak tajam tapi
terkadang juga terjal menurun. Menurut info sih cukup 2 jam saja berjalan dari
basecamp.
Danau ini pernah kami lihat dari Puncak Talung
sebelum menuju ke Lembah Ramma beberapa bulan silam. Namun saat itu saya masih
bertanya-tanya danau apa itu. Masih belum dapat info apapun tentangnya. Namun
saat pandangan pertama kala itu, saya pun mulai jatuh cinta dan punya keinginan
untuk sekalian kesana setelah camp di Lembah Ramma. Hmmm, karena masih minim
info jadinya kami saat itu hanya dapat lembahnya saja. Danaunya baru kesampaian
untuk didatangi awal Bulan Agustus 2015 ini.
Danau Tanralili
Danau ini juga dikenal dengan Lembah Loe karena memang lokasinya berada di lembahan yang dikelilingi tebing-tebing tinggi menjulang yang menyerupai benteng yang menyembunyikan keindahan Danau Tanralili. Oiya, sempat saya singgung di postingan terdahulu kalau menuju Lembah Ramma saja yang punya start pendakian yang di dusun yang sama tapi setelah melewati Pos 1 akan terdapat perbedaan jalur yang saling bertolakan dengan yang mengarah ke Puncak Bawakaraeng. Nah, apalagi yang ini. Danau Tanralili punya titik awal trekking yang berbeda dengan Puncak Bawakaraeng maupun Lembah Ramma. Tapi ajaibnya kalau mau berjalan lebih jauh lagi ternyata terdapat jalur trekking untuk lanjut ke Lembah Ramma setelah menyambangi Danau Tanralili. Tapi kalau yang lanjutan ini saya belum nyoba. Jadi belum bisa memperkirakan berapa lama waktu tempuhnya. Atau mungkin ada teman-teman yang sudah pernah dari Tanralili lanjut ke Ramma? Berapa lama waktu yang kalian habiskan?
Kapan-kapan bisa dicoba lah.
Danau seluas 2 Ha
ini berada di lereng Gunung Bawakaraeng dengan ketinggian sekitar 1.454 mdpl. Sedangkan triangulasi Puncak Bawakaraeng sendiri
berada pada 2.830 mdpl.
Menuju Desa Lengkese
Okey, pagi hari kami mulai memacu sepeda motor
dari pusat Kota Makassar menuju Malino via Jalan Hertasning biar agak deketan.
Nggak sampai Malino kami mulai bertanya pada penduduk sekitar belokan untuk menuju
ke Danau Tanralili karena sangat minimnya penunjuk jalan. Hanya papan penunjuk
menuju Kecamatan Parigi saja yang menjadi patokan. Setelah menemukan papan
tersebut kami belok kanan dan mulai menyusuri pedesaan. Lumayan jauh juga untuk
menuju Desa Lengkese. Kalau teman-teman masih ragu atau kurang tahu jalan yang
tepat untuk menuju ke Lengkese maka jangan ragu untuk bertanya pada warga
sekitar yang sangat ramah dan welcome
pada pendatang.
Sampailah kami di Desa Lengkese. Seperti
Lembana, banyak rumah warga yang dijadikan lokasi penitipan motor dan basecamp.
Tinggal pilih saja yang kalian suka. Kami saat itu singgah di rumah imam masjid
Lengkese.
Begitu sampai kami diberi kabar oleh ibu tua
pemilik basecamp kalau pagi jam 10 tadi ada seorang pendaki yang tewas tenggelam
di danau dan hingga sekarang jasadnya belum diangkat karena tenggelam dan
mungkin berada di dasar danau. Hingga sekitaran jam 2 siang saat kami tiba di
Lengkese, belum ada tim SAR yang datang. Mungkin masih OTW karena banyak yang perlu
disiapkan. Perlu peralatan selam juga untuk mencari korban. Kami turut berbela
sungkawa atas meninggalnya Arifin, mahasiswa jurusan olah raga di salah satu
universitas di Makassar.
Memulai trekking menuju Danau Tanralili
Tak berlama-lama setelah kami sampai di Lengkese kami langsung melanjutkan trekking menuju danau. Siang hari menuju sore itu tak kami sangka bisa seterik itu. Pepohonan juga sangat jarang. Terlebih lagi tanah yang dilewati sangat tandus sehingga debu-debu sangat mudah beterbangan.
Tak terlalu jauh memang untuk menuju tepian
danau, namun kita perlu melewati setidaknya tiga tanjakan yang lumayan menguras
tenaga. Santai saja, pemandangan sekitar sangat memanjakan mata, sehingga lelah
yang ada bisa terobati.
Saat itu ada beberapa bagian dari jalur
pendakian yang longsor, namun masih bisa dilewati kok. Begitu sampai di tepian
danau, mata benar-benar disegarkan oleh refleksi tebing-tebing yang terpantul
di permukaan danau yang dari kejauhan berwarna kehijauan itu. Di salah satu
tepian danau terdapat sungai yang ternyata mengarah pada satu air tejun yang
juga menjadi salah satu sumber air yang mengisi Danau Tanralili.
Suasana di tepian danau saat itu sangat ramai
pendaki yang sudah maupun baru membangun tenda. Rasanya nggak seseram yang saya
bayangkan. Padahal di dasar danau masih ada jasad pendaki yang belum diangkat.
Hmmm, tapi semua seperti tidak terjadi apa-apa.
Kenang-kenangan dari Danau Tanralili
mirip Gunung Bambapuang di Kab. Enrekang |
danau kecil yang tampak di sekitaran jalur menuju Tanralili |
penjual Sara'ba |
selain pendaki juga ada sapi |
portrait of Tanralili |
korban akhirnya ditemukan |
Asyiek.... next time dimana lagi nih heheh
BalasHapusBulukumba boleh Selayar boleh Mail... daerah Sulsel bagian selatan belumpi kucoba...
HapusTempat ini memang lagi hangatnya diperbincangkan di kalangan pecinta jalan-jalan (banyak yang tidak cinta alam). Ada beberapa teman yang posting kalau danau tanralili banyak yang datang tapi tidak bertanggung jawab dengan sampahnya.
BalasHapusSemoga bisa kesana secepatnya sebelum semakin rusak seperti ranu kumbolo.
Jangan sampai senasib kayak Ranu Kumbolo deh...
Hapusini pas saya datang sangat bersih dan keren. Semoga yang datang punya tanggung jawab. Merasa bersalah juga kalau makin terkenal tapi tempatnya malah makin gak terjaga. Mending gausah dipromosikan kalau tau gitu.
Cakep yoooo ... sekilas mirip2 ranu kumbolo hahaha
BalasHapushuum om, tapi yang ini masih kembang perawan ting-ting loh...
Hapustak ada sampah serapahnya...
Jangan sampai deh nasibnya kayak Rakum yg makin kesini gunung sampahnya mau nyama-nyamain tingginya sama Mahameru.
Kalo sudah terexpose pasti rame dan semoga ngak macam ran kum
Hapusamin amin ya rabbal alamin
HapusSaat ke Maros dulu, ketemu sama anak PA yang ngiming-ngimingi saya untuk mendaki Bawakaraeng dan Latimojong. Lalu sekarang ada danau Tanralili yang tenang namun tampaknya menghanyutkan ya? Setenang itu ternyata masih timbul korban jiwa. Semoga bisa menjadi hikmah bagi yang lainnya.
BalasHapusDan sampai sekarang entah kapan lagi saya bisa bertandang ke Sulsel lagi dan khusus buat naik gunung :)
Kemana aja dulu mas pas ke Sulsel?
HapusBawakaraeng jg punya Lembah Ramma mas, semacam Surya Kencana gt.
Yah, musibah ga kenal tempat sih emang. Kabari aja mas kalau mau kesini...
Saya dulu seperti pendatang yang baru kenal Sulsel, jadinya ke tempat2 populer saja. Waah boleh boleh :)
HapusWihhh... Keren jg tuh danau, bisa d jdkan agenda trip nih, kapan ya bs ke sana, sering di ajak tapi blm ada wktu yg pas aja
BalasHapusBisa bgt kak
HapusJadi ini ranu kumbolo versi sulawesi yaaaa, kalo kesana ada porter ngak ??? aku mau kalo ada porter + ojek gendong hahaha
BalasHapusIya om...
HapusAda dong porter. Namanya Heri, jadinya Heri Porter dong...
Saya tertarik dengan artikel yang ada di website anda yang berjudul " Pesona Tanralili, Ranu Kumbolo-nya Gunung Bawakaraeng ".
BalasHapusSaya juga mempunyai jurnal yang sejenis yang bisa anda kunjungi di Pariwisata Indonesia . Mari bersama-sama kita memperluas ilmu kita. :)