Pendakian Kedua Gunung Bawakaraeng "Akhirnya Menggapai Puncak"


Seperti hutang yang harus dibayar dan janji yang harus ditepati, pendakian Gunung Bawakaraeng yang pertama kalinya dulu di tahun 2014 yang hanya menghasilkan pijakan kaki sampai di tanah Pos 7 saja, kayaknya rasa penasaran masih menggelayut di dada tentang bagaimana rupa dan rasa kalau kaki ini ini benar-benar berhasil memijakkan puncaknya, disamping adanya kepercayaan warga setempat yang konon kalau sampai di puncak sama saja dengan berhaji di tanah suci sana. Gelar Haji Bawakaraeng pun bakal disandang bagi yang berhasil sampai puncak. Hmmm pengen juga punya gelar begituan sebelum gelar haji beneran didapat.

Sebenarnya gunung tersebut pernah saya daki untuk dua kali, namun saat itu beda tujuan. Lembah Ramma lah yang kepengen didatangi, bukan puncaknya. Seperti yang telah dibahas tuntas di postingan yang lalu mengenai perjalanan menuju lembahnya Gunung Bawakaraeng, kalau jalur ke puncak dan ke lembahnya berbeda sehingga saat itu memang tak ditargetkan untuk sampai di puncaknya.
Sudah di alokasikan sendiri kapan waktu yang tepat untuk kembali menjajal keberuntungan hingga pendakian bisa sampai ke puncak. Ya, memang keberuntungan lah yang menjadi salah satu faktor penting. 
Kalo ngomongin cuaca kan berarti ngomongin keberuntungan juga kan. Nah, yang sebenarnya ditekankan disini adalah faktor cuaca sebetulnya. Pendakian pertama dulu yang hanya sampai di Pos 7 saja lalu turun, itu juga karena faktor cuaca yang berhasil menghajar kami habis-habisan di gunung. Hujan badai dan angin ribut berhasil menciutkan semangat kami untuk sampai ke puncak. Namun, semua itu nggak ada gunanya kalau akhirnya kita nggak bisa sampai rumah lagi. Makanya saat itu diputuskan untuk turun lagi setelah bermalam di Pos 7.

Cuaca di Gunung Bawakaraeng menurut saya susah di prediksi. Pas musim hujan dulu wajar lah kalau hujan plus ada badai-badainya sebagai bonus, tapi itu pas naiknya. Nah saat turun kok cerah ceria pake banget. Beruntung sekali mereka yang naik pas kami turun. Sedangkan pendakian ke Lembah Ramma waktu itu yang sebetulnya sudah masuk musim kemarau malah sepanjang pendakian naik dan turunnya kami diguyur hujan super deras.

Alhamdulillah saya ada kesempatan lagi buat menyapa Bawakaraeng. Semoga kali ini cuaca bersahabat. Oiya, pendakian kali ini sebagai trip kedua bersama sahabat baru yang baru saja kenalan saat ke Pulau Kodingareng Keke sebulan sebelumnya. Asik juga bisa kenalan sama teman baru yang bisa diajak ngetrip ke pulau sekaligus ke gunung.

Menuju Basecamp

Seperti biasa kami berkumpul di Kota Makassar sebelum touring hampir 3 jam menuju basecamp Gunung Bawakaraeng di Dusun Lembana, Malino, Kab. Gowa. Cuaca memang sangat cerah saat kami di perjalanan, namun mendekati Malino cerahnya langit mulai dipenuhi awan kelam yang menggantung. Sempat juga di perjalanan terjadi satu insiden. saya yang ngantuk dan beberapa kali mengeluh dengan teman yang saya bonceng akhirnya kami jatuh juga dari motor karena rasa ngantuk yang sudah tak tertahan. Padahal niatnya mau berhenti sejenak di warung pinggir jalan buat minum kopi. Belum sampai warung, eh sudah jatuh duluan. Lutut pun terluka hingga berdarah-darah, entah saya bisa mendaki atau tidak dengan keadaan seperti itu. Tapi saya mantap saja lanjut lagi menuju Malino untuk mampir ke masjid menunaikan Sholat Jumat sambil mengobati luka itu.

Usai sembayang, akhirnya hujan turun juga. Kayaknya memang cuaca Bawakaraeng nggak berjodoh dengan saya. Padahal kemaren ada dua temang yang baru saja mendaki katanya dapat cuaca yang cerah pas naik sekaligus turunnya. Mereka berdua malah nggak pake ngecamp, mendaki "Tek Tok", naik langsung turun. Beruntungnya mereka. Tapi, kami yang belum sampai di basecamp saja sudah disambut dengan hujan yang deras yah mau gimana lagi. Akhirnya kami mendaki dengan aurat tertutupi jas hujan.

Memulai Pendakian


Pos 1, Pos 2, Pos 3 akhirnya kami lewati dan akhirnya hujan reda. Mulai Pos 3 keatas kami sudah mendaki tanpa jas hujan lagi. Serasa terbebas dari belenggu. Jalan juga jadi nyaman, nggak gerah, dan nggak nyangkut-nyangkut.
Rencananya kami akan membuat camp di Pos 5 karena diperkirakan kami tiba disana saat hari mulai gelap dan terlebih lagi tempatnya memang cocok untuk camp. Bentuknya dataran yang luas dengan mata air yang tak sebegitu jauh namun juga nggak dekat-dekat amat dari lokasi bangun tenda. Sebelum sampai di Pos 5 kami sempat mendapat hiburan sunset yang teramat manis, tapi sayang pepohonan tinggi nan lebat menghalangi pandangan. Kalau bisa segera sampai Pos 5 kemungkinan bisa menikmatinya tanpa halangan. Hmmm, pas sampai di pos tersebut, sunset tinggal sisa-sisa keindahannya saja. Namun alhamdulillah masih kebagian dikit sih.


Keesokan harinya, barulah kami lanjutkan menuju puncaknya. Yap, target kami di hari kedua adalah sampai di puncaknya. Cuaca di pendakian dari Pos 5 menuju puncak cukup bersahabat meski didominasi oleh kabut-kabut menggelayut. Teringat betul jalur yang kami lewati itu dulu pernah saya lewati di pendakian pertama, namun tentunya dengan kondisi dan perjuangan yang berbeda.

bukit sebelum Pos 7,
kalau cerah pemandangannya juara pokoknya

Kami lewati juga Pos 7, pos dimana saya dan teman-teman dulu mendirikan camp dengan angin badai yang berhembus membabi buta. Nah, jalur pendakian setelah Pos 7 itu lah yang masih baru pertama kalinya saya rasakan. Ternyata jarak Pos 7 – Pos 8 sangat jauh dan lumayan ektrim, ada trek turun tajam ada pula yang nanjak curam. Sungguh saat itu adalah keputusan yang tepat mendirikan camp di Pos 7 dan tidak diteruskan ke Pos 8. Jadi apa kami waktu itu kalau lanjut ke pos selanjutnya dengan melihat treknya sekejam itu ditambah dengan badai yang belum berlalu.

Okelah saatnya lanjut kedepan dan lupakan yang telah terjadi. Dibalik treknya yang naik turun khas pegunungan Sulawesi yang banyak bukit-bukitnya, ternyata pemandangannya sungguh luar biasa, apalagi saat kabut tebal itu tersibak. Hmmm nggak bisa dituliskan dengan huruf-huruf deh.

Ada yang menarik di Pos 8 karena ada semacam sumber air yang dinamakan telaga bidadari. Meski lebih menyerupai sungai sebenarnya, tapi okelah kalau namanya telaga. Cukup memanjakan mata. Kami sempat singgah sejenak untuk mengisi persediaan air. Setelah itu lanjut nanjak lagi menuju Pos 9 lalu 10 dan akhirnya puncak.

telaga bidadari Pos 8

airnya seger, kayak ada manis-maninya gitu

Jalur pendakian lumayan bersahabat kok, cukup jelas, aman pokoknya. Tapi memang terhitung jauh untuk mencapai puncak jika diukur dari basecamp. Karakteristik gunung-gunung di Sulawesi Selatan memang hampir sama. Bentuknya pegunungan, bukan kerucut atau strato, sehingga banyak bukit-bukit yang harus dilewati dulu sebelum benar-benar mencapai puncak teringginya. Gunung-gunung tersebut juga punya hutan lumut yang cantik. Saat melewati jalur pendakian yang dipenuhi lumut tersebut rasanya kita lagi ada dimana gituh.

menuju puncak

Akhirnya puncak sudah terlihat dengan tugu triangulasi putihnya yang berdiri tegak. Tepat dibawah puncak terdapat tanah lapang lengkap dengan tiang bendera yang sudah jelas kalau tempat itu sering buat upacara tujuh belasan. Katanya sih kalau tujuh belasan, mendaki saja bisa sampai antre-antre saking ramainya. Memang gunung ini jadi gunung terfavorit untuk peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Mau coba ???

GALLERY PENDAKIAN GUNUNG BAWAKARAENG...!!!

ada makamnya...

ada anjing gunungnya,
ini udah mau puncak loh,
udaranya dingin banget padahal

kibarkan merah putih di atas awan

Indonesia Juara

kalau yang diseberang itu deretan Gunung Lompobattang
  
benar-benar negeri di atas awan

trek turun

indahnya berbagi sesama pendaki

pemandangan saat turun

jangan lupa selfie atau wefie, tapi lihat-lihat tempat juga yaaa...
jangan yang ekstrim-ekstrim

Komentar

  1. Baru mampir ke blog ini nih :D

    Wow, saya itu pengrn balik lagi ke Sulawesi Selatan untuk kedua kalinya ya cuma pengen mendaki Bawakaraeng dan Latimojong hahaha. Saya terpesona sama Telaga Bidadarinya, di foto saja terlihat teduh di hati hehehe. Btw, pesan terakhir itu ngena banget, selfie yang biasa2 sajalah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keduanya keren Mas, tapi Latimojong perlu ekstra segalanya... Ekstra waktu, tenaga, kesabaran, persiapan, DLL...

      Kalo Bawakaraeng ini yg paling terfavorit...



      Thx ya udah mampir...

      Hapus
  2. Kak ...indah nya berbagi sesama pendaki mmg kece yaaaa, kalo berbagi hati bagaimana kak ????

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mumpung bulan Ramadhan yaa boleh lah... eh lg ngomongin hati ya?

      kalo hati jangan dink, hatiku sudah dikunci soalnya om cums... nyahahaha

      Hapus

Posting Komentar

Jangan enggan beri kritik dan saran yaaa...!!!