Lembah Ramma, Tak Selamanya ke Lembah Jalurnya Menurun



Kenalnya saya dengan Lembah Ramma ini bersamaan dengan perkenalan saya dengan Gunung Bawakaraeng. Bagaimana nggak barengan, secara dua spot tersebut merupakan satu paket keindahan alam istimewa yang ada di Kab. Gowa, Sulsel. Kabupaten tersebut bersebelahan dengan Kota Makassar, sehingga yang dari dalam kota maupun luar kota bahkan luar provinsi bisa dengan mudah menapaki dua spot tersebut. Karena lokasinya yang strategis itu pula, tempat tersebut menjadi destinasi yang difavoritkan.

Oiya ngomong-ngomong sepaket, jangan dibayangin kayak Rinjani sepaket dengan Danau Segara Anak, Semeru dengan Ranu Kumbolo, beda dengan Bawakaraeng dengan Lembah Rama. Beda banget setelah tahu kemarin secara langsung. Tapi awalnya memang saya kira itu sepaket bener-bener sepaket kaya Rinjani dan Semeru. Di tulisan ini pula bakal saya ceritakan bagaimana jelasnya bisa beda begitu. “ Tetap mi di tempat dudukta’...!!! “

Begini singkatnya...

Kalau kita mendaki Gunung Rinjani tentunya kita bakal singgah di Danau Segara Anak, karena itu merupakan salah satu spot yang istimewa yang dimiliki Rinjani. Biasanya kalau sudah dari Puncak Anjani, pendaki Rinjani biasanya turun sekaligus mampir di danau vulkanik tersebut karena masih dekat dengan jalur utama pendakian. Tapi belum tahu juga sih persisnya kayak apa yang di Rinjani itu, sebatas info-info dari pendaki lain. Soalnya saya baru awal Mei 2015 ini berencana mendaki Rinjani sekaligus membuktikan statemen saya tadi. Mau gabung? Jadwal pendakian bisa dilihat disini nih.



Setali tiga uang dengan Rinjani, Semeru pun demikian. Kalau kita mau mendaki sampai Puncak Mahameru, pastinya bakal melewati Ranu kumbolo, entah pas naik atau turunnya. Asal nggak motong jalan loh, tetap di jalur yang benernya. Kalau yang Semeru kebenarannya terpercaya. Soalnya sudah dua kali lho saya kesana. Hehe.... (yang baca pada mbatin : “Aku aja udah 5 kali ke Semeru gak pamer, Ardiyanta baru dua kali aja pamer). Hahahahahah....

Oke, balik ke Gunung Bawakaraeng dengan Lembah Ramma-nya. Paket ini jangan dibayangkan seperti dua contoh gunung sebelumnya. Kalau yang ini, dengan terpaksa kita harus memilih mau ke Puncak Bawakaraeng atau ke Lembah Ramma. Karena apa? Jalurnya pendakiannya terpisah pake banget.


Menuju Lembah Ramma

Catatan perjalanan menuju Puncak Bawakaraeng sudah terbit tahun lalu yah, bisa dibaca disini.
Nah, kali ini adalah all about Lembah Ramma.
Saya nggak tahu kenapa jalur menuju Lembah Ramma nggak dibuat sejalur saja sama kayak jalur ke puncaknya, biar sekali dayung gitu. Nah kenyataanya mulai dari Pos 1 pendakian Bawakaraeng jalur keduanya mulai terpisah. Semacam saling berlawanan gitu, yang kekiri ke puncaknya yang ke kanan ke Lembah Ramma.

memandang Lembah Ramma dari Puncak Talung

Oiya ada dua hal yang tak terduga mengenai Bawakaraeng dan Ramma. Buat saya pribadi sih. Di awal-awal dulu sebelum mendaki, saya pikir Bawakaraeng dan Ramma bisa sekaligus disambangi. Kedua, ternyata jauh banget dengan apa yang ada di benak saya. Namanya lembah pasti jalannya turun-turun asoy gitu. Nah setelah saya mendaki Bawakaraeng di tahun lalu dan mendatangi Lembah Ramma belum lama ini, akhirnya saya membuktikan bahwa tak selamanya menuju lembah itu turun dan turun. Yang ada, jalan menuju Lembah Ramma tak ada bedanya menuju puncaknya. Serius... Buktikan... Terlebih lagi saat itu jalur yang lumayan berat diperparah dengan hujan super lebat mulai percabangan jalur di Pos 1 nya. Hmmm... yang awalnya ditargetkan bisa sampai di Ramma 3,5 jam nah itu malah bisa sampai 5,5 jam.

Basecamp – Pos 1

Basecamp menuju Lembah Ramma tentunya sama dong ya sama basecamp pendakian Gunung Bawakaraeng, ada di Desa Lembanna. Kalau yang belum tahu desa ini mudah saja. Ancer-ancernya yaitu Malino High Land alias Dataran Tinggi Malino yang sudah tersohor seantero Sulawesi Selatan. Malino itu semacampuncaknya Sulsel. Lumayan rame juga kalau pas lagi musim-musim orang pada kangen udara dingin yang hari-harinya kepanasan kena polusi kota.

Nah, dari Malino menuju basecamp Dusun Lembana masih harus naik lagi sekitar 10 km. Jalannya sudah bagus lah, secara daerah objek wisata gitu. Pom bensin terakhir ada di Malino itu juga, jadi siap-siap saja kalau mau isi bensin.

Satu hal yang perlu diperhatikan yaitu jalan masuk dari jalan poros Malino ke Dusun Lembana. Nggak ada petunjuknya loh. Kalo yang belum tahu gini caranya. Setelah melewati tugu ke 10 km dari Malino High land alangkah baiknya kalau tanya warga setempat yang orangnya ramah-ramah dan pasti mereka ada yang lalu lalang di pinggir jalan kok, kan kebun mereka ada di pinggir jalan juga.

Setelah diberi tahu dimana jalan masuknya ke Dusun Lembana, tinggal ikuti saja jalan itu meski medannya naik turun. Hingga nantinya kalian bakal temui jejeran motor-motor pendaki yang terparkir di halaman-halaman rumah penduduk. Itu artinya kalian sudah sampai di Lembana.

Oiya, masalah rumah siapa yang dijadikan basecamp, di Lembana rumah siapa saja bisa dijadikan basecamp. Jadi nggak seperti gunung-gunung di Jawa yang ada basecamp khususnya. Masuk dusun ada karcisnya seharga Rp 5.000,- . Selain yang mau mendaki, di Lembana juga ada air terjun loh. Buat kalian yang cuma pengen menikmati suasana di kaki Bawakaraeng sekaligus mencicipi segarnya air terjunnya bisa dicoba deh.

Untuk beristirahat dan parkir, kita cuma perlu bayar Rp 5.000,- lagi saja permotornya. Uda bisa leyeh-leyeh lesehan di rumah warga dengan fasilitas toilet super bersih. Teh anget belum termasuk loh ya.
Setelah hampir 3 jam berkendara dari Kota Makassar dengan mengambil jalan memotong tanpa melewati jalan mainstream (lewat Sungguminasa) akhirnya kami sampai juga di Dusun Lembanna sekitar jam 12 teng. Cuaca sepanjang perjalanan tadi cerah ceria banget, sampai Lembana gerimis. Hal yang sama dulu juga saya alami saat mendaki ke Puncak Bawakaraeng, awalnya cerah eh begitu sampai basecamp disambut hujan hingga sampai Pos 7 hujan terus. Hingga kami putuskan sampai disitu saja mendakinya, esok harinya turun. Jangan sampai hal yang sama terjadi lagi, target kami adalah sampai di Lembah Ramma dan berhasil camp di pinggir-pinggir sungainya yang super bening.

itu dia Lembah Ramma, indah bukan ???

Pos 1 – Puncak Talung

Berjalan 1 jam kami sampai di Pos 1 yang tak lain adalah percabangan 2 jalur ke puncak dan Lembah Ramma. Kami ambil yang kanan saja karena kami mau ke Ramma. Nah, seperti yang sebelumnya saya bilang kalau saya kira mulai percabangan ini jalannya langsung menurun, tapi apa... Tak ada bedanya dengan jalur naik ke puncaknya. Kadang datar, kadang naik, kadang turun. Ke puncaknya juga sama kayak gitu kali. Tapi sepertinya kenapa yang dirasain malah lebih berat ke Ramma yak. Mungkin karena ujan deres sepertinya. Mulai percabangan tadi kami diguyur hujan deres banget. Udah ga keburu pake jas hujan, udah kepalang basah. Jadinya kami hujan-hujanan sepanjang perjalanan sampai Lembah Ramma tanpa jas hujan. Jangan dicontoh yak, sempatkan sebentar pakai jas hujanmu...!!! Awas hypothermia menyerang...
Perjalanan Puncak Talung (puncak sebelum turun ke Lembah Ramma) tak sesingkat yang dibayangkan. Mungkin sama dengan perjalanan dar Pos 1 ke Pos 5 Gunung Bawakaraeng. Jalurnya bro... Super PHP banget. Udah naik ke bukit satu, dikira udah nyampe Talung, eh masih ada lagi, masih ada lagi, sampai 3 kali mungkin naik turunnya.

Oiya, saat itu sumber air sangat melimpah. Banyak sungai-sungai jernih mengalir di sepanjang jalur pendakian. Sebenarnya ga usah bawa banyak-banyak air sih. Tapi inget, kalau kemarau sungainya ga sederas itu ngalirnya lho.

santai di Puncak Talung

Lelahku terbayar

Perjalanan tak sesingkat yang saya ungkapkan disini, realitanya lama bin lumayan jauh abisss. Harus melewati beberapa sungai, tanjakan, turunan, akar-akar pohon, dan kawan-kawannya. Singkat serita kami sampai di Puncak Talung. Disitu kami sudah bisa melihat lembah yang bakal kami datangi, keren banget memang. Keliatan sih deket, tapi masih jauh sebenarnya. Saat itu kabut menyelimuti tebing-tebing di sekitar lembah. Tapi kadang kabut itu tersibak. Dan taraaa... Keindahan sesungguhnya pun bisa kami lihat. Banyak yang bilang sih pemandangan di Puncak Talung lebih indah dari pada di lembanya sendiri. Bagaimana nggak indah, dari Talung kita bisa melihat banyak air mengalir melalui tebing-tebing yang mengelilingi lembah. Seolah-olah dikelilingi ratusan air terjun gitu. Pemandangan itu termasuk langka loh, khusus kalau habis hujan saja kayaknya. Tapi ada air terjun besar juga kok yang jatuh langsung ke danau. Semua itu kali lihat dari Puncak Talung, entah bagaimana cara menuju ke air terjun yang langsung jatuh ke sebuah danau itu. Pernah baca tapi belum bisa memastikan kebenarannya. Kalau ada yang tahu danau apa itu kasi komen yak...!

Puncak Talung – Lembah Ramma

Nah, baru lah ini yang namanya menuju lembah, jalannya menurun. Banyak cara turun ke lembah dari Puncak Talung, dilihat dari tingkat keektriman, jarak, keadaan alam sekitar, dan kondisi tubuh. Ada satu jalur menuju lembah yang eksotis banget. Jalan setapaknya seperti ada ujungnya, itu artinya selanjutnya itu adalah turunan curam. Niat kami langsung ciut melihat jalur turun tersebut. Kami gali info dari pendaki lain yang juga sedang santai-santai di Talung. Katanya ada satu jalan lagi, tapi pake muter dulu jadinya agak lebih jauh. Karena kondisi yang sudah drop karena sepanjang perjalanan memakai pakaian basah dan keadaan alam yang masih menyisakan gerimis-gerimis, kami memutuskan untuk menggunakan jalur kedua.

Selama setengah jam kami menuruni jalur tersebut, untung saja belum keburu gelap. Akhirnya kami sampai di Lembah Ramma tepat saat sunset. Ga jelas-jelas amat sih sunsetnya,  cuman keliatan semburat-semburat lembayung saja di ufuk barat. Kami tiba disana disambut dengan gerombolan sapi coklat khas Sulawesi yang tak henti-hentinya makan rumput. Karena itu pula nggak heran kalau kita harus berhati-hati melangkah dalam kegelapan di Lembah Ramma. Bukan apa-apa, e’ek sapinya dimana-mana bro. Tapi tenang kita masih dikasi bagian banyak tempat lowong buat nenda kok.




















Komentar

  1. Masuk desa lembanna sudah bayar 5000 yah?
    Itu tiket resmi atau pungli, seingatku gak ada sih.

    Cuma bayar parkir, itupun gak ada harga tetap alias seikhlasnya cuma para pendaki biasanya kasi 5000. Bagi masyarakat lembanna, datang ke desanya berarti kalian juga meningkatkan perekonomian mereka dengan membeli di warungnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas, pas sy datang yg pertama kali itu saja blm ada portal masuk ke Lembana...

      Jajan juga kok di warungnya...

      Motor yg diparkir kemarin jg banyak bgt...

      Hapus
  2. Mngkin danau yg maksud danau tanralili kak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul... Baru tahu jg sy...


      Alhamdulillah sudah ke Tanralili jg bbrp wktu yg lalu...

      Hapus
  3. Luar biasa,.. dulu waktu masih sekitaran tahun 2008 para pendaki masuk gratis bahkan kita bebas nginap dirumah warga tanpa bayar sama sekali,.... setiap KPA pasti punya basecamp masing-masing disana...

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga saja retribusi yg ada saat ini bisa bermanfaat bagi masyarakat nya...

      Hapus
  4. Iya mas kemarin aku kesana sudah pakai portal trus aku kasi enam ribu untuk 3 motor ehhh dia bilang limaribu satu motornya terpaksa di kasi dehh

    BalasHapus
    Balasan
    1. ndak papa dikasi saja... itung-itung sedekah

      Hapus
  5. Infox dong klo dri desa lembanna sampe ke lembah ramma lama perjalanan normalx brp jam senior?

    BalasHapus
  6. Infox dong klo dri desa lembanna sampe ke lembah ramma lama perjalanan normalx brp jam senior?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Normalnya 3-4 jam insyaallah, tapi waktu itu sedang hujan lebat, jadi memakan waktu 5 jam lebih.

      Hapus

Posting Komentar

Jangan enggan beri kritik dan saran yaaa...!!!