Dusun Berua, Karst-Isolated Village (2nd visit)



Ini adalah kali kedua kedatangan saya ke Dusun Berua, sebuah dusun kecil yang terisolasi oleh pegunungan karst keren yang tinggi menjulang, namun menjadi kunjungan yang pertama dengan teman-teman sekantor.

Ya, ini adalah rangkaian trip kami ke Makassar yang sebelumnya telah kami awali dengan mengunjungi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang niatnya mau melihat kawanan Kupu-kupu tapi ternyata belum musimnya. Namun dengan datang di saat bukan pada musimnya  ternyata nggak semengecewakan yang diduga, masih banyak hal lain yang bisa dinikmati disana. Keindahan alamnya saya sendiri menilai sangat lengkap. Pentas kawanan Kupu-kupu hanya salah satu yang ditawarkan olah TN Babul, yang lain masih banyak lagi kok tenang saja.


Begitu puas menyusuri seluruh penjuru taman nasional tersebut kami keluar gerbang dulu dan duduk sejenak untuk mempertimbangkan destinasi yang akan kami kunjungi selanjutnya. Apakah TamanPurbakala Leang-leang atau Dusun Berua di Rammang-rammang. Mengingat waktu yang terbatas dan sudah agak kami habiskan di Bantimurung jadi akhirnya kami putuskan untuk ke Dusun Berua saja, melihat sebuah dusun yang dikelilingi pegunungan karst yang sangat indah dan untuk menuju kesana dicapai dengan menyusuri Sungai Pute menggunakan perahu wisata yang disewakan penduduk sekitar. 

Akses menuju ke Dusun Berua sudah pernah saya ceritakan di catatan perjalanan saya disini nih. Jadi bagi teman-teman yang belum tahu bagaimana cara menuju Dusun Berua, silahkan buka link tersebut sekalian biar tahu apakah ada perbedaan antara kali pertama kedatangan saya ke tempat tersebut dengan yang kedua kalinya ini karena saya datang di dua musim yang berbeda. 



Kali itu kami datang di bulan November yang kita tau itu adalah bulan-bulan musim hujan, tak heran kalau sungai yang kami lewati warnanya lebih coklat dari susu coklat ditambah ada batang-batang pohon yang ikut hanyut. Awalnya cuaca disana panas menyengat, tapi sampai dipertengahan sungai langit tiba-tiba menjadi kelam seolah ingin meneteskan air mata hujan. Kami mulai was-was, apa jadinya kalau di tengah sungai dengan perahu kecil itu kami kehujanan, kan jadi tambah asik toh... hahaha... 

menyusuri Sungai Pute menuju Dusun Berua

di tengah perjalanan bakal nemu rumah kaya gini,
jembatan bambu itu adalah pintu utama menuju Telaga Bidadari lhoo...

Cuaca masih berpihak kepada kami, hingga kami sampai di Dusun Berua tidak sampai kehujanan. Kami pun menuju ke daratan dan karst-karst yang indah pun menyambut kami. Tapi sudah ku sangka kalau bakal ada yang berubah, yang paling keliatan adalah keadaan sekitar yang mengering padahal musim penghujan kan yak. Mungkin itu masih sisa-sisa musim kemarau kemarin yang belum sepenuhnya menghilang, lagian November kan baru awal-awalnya musim hujan.


Nah, biar membuktikan bagaimana kontrasnya pemandangan saat kedatangan pertama di Bulan April dan kedua di Bulan November ini dia kolase fotonya.


Gimana kontras banget kan??? 

Ini pula yang tak pernah saya sesalkan jika mengunjungi satu tempat untuk kedua atau kesekian kalinya. Karena dari satu waktu ke waktu yang lain yakinlah bakal ada sesuatu yang berbeda.
















Komentar