Sandeq
merupakan perahu tradisional Mandar yang juga menjadi perahu khas Majene dan
sebagian besar wilayah Sulbar yang lain seperti Polewali Mandar dan Mamuju. Tak heran jika
banyak monumen-monumen di tengah kota yang menggunakan bentuk miniatur sandeq. Kalau
sekilas melihat perahu ini memang terlihat tidak asing, karena bentuknya mirip
perahu bercadik dengan dua bambu di samping kiri dan kanan yang berfungsi
sebagai penyeimbang. Tapi tentu sandeq bukan perahu bercadik biasa. Bentuk sandeq sesuai
namanya sendiri yang
berasal dari Bahasa Mandar yang berarti runcing. Bagian depan (haluan) dan
bagian belakang (buritan) perahu ini berbentuk runcing dengan badan yang
ramping. Sehingga memungkinkan bisa membelah ombak dengan
mudah dan meluncur di lautan dengan cepat. Jangan meremehkan bentuknya yang
mungil dan terlihat rapuh karena dibalik fisik perahu tersebut yang imut
tersimpan ketangguhan yang luar biasa.
Kemampuan sandeq mengarungi lautan
tentunya tak perlu dihiraukan lagi. Secara perahu ini sudah tercipta sejak masa
silam (sekitar tahun 30an) dan telah banyak mengajarkan para pelaut Mandar untuk menjadi pelaut
ulung. Pelaut yang bisa memprediksi kapan waktu yang tepat untuk melaut dan
kapan waktunya untuk hanya memarkirkan sandeqnya di pantai atau di kolong rumahpanggung mereka. Waktu yang tepat
bisa mendatangkan hasil tangkapan ikan yang lumayan melimpah. Sedangkan jika
cuaca buruk, demi keselamatan biasanya para nelayan membiarkan sandeq-nya beristirahat dulu.
Dulunya
perahu berlayar segitiga ini digunakan untuk pengangkut dagangan menuju pasar.
Disinilah pengaturan waktu perlu direncanakan matang-matang, jika terlambat
sedikit saja dagangan terancam tak laku karena pembeli biasanya akan memilih
dagangan yang segar tentunya yang datang lebih pagi.
Di masa
sekarang perahu yang dicat putih ini selain masih dipergunakan sebagai alat
mobilitas perdagangan dan transport nelayan, sandeq mulai menjamah ranah
wisata. Terbukti dengan banyak sandeq-sandeq yang sengaja dibuat untuk
disewakan pada wisatawan yang ingin menjajal betapa cepatnya sandeq meluncur di
lautan.
lepa-lepa (perahu bercadik kecil) yang disewakan di sekitaran Taman Kota Majene |
kalau ini bisa disewa kalau lagi main ke Pantai Dato |
ini sandeq yang bisa kita naiki saat acara Sandeq Race 2014 saat rombongan sandeq samapai di Pantai Bahari Kota Polewali saya pun berkesempatan untuk mencoba sensasi menaikinya |
Menurut kabar yang beredar, siapa yang menjadi pemenang perlombaan sandeq namanya bakal tenar dan terangkat status sosialnya. Rumah panggung khas Mandar pun sepertinya diciptakan sedemikian rupa sehingga jika sandeq belum waktunya digunakan atau dipertandingkan, maka akan disimpan di kolongnya. Saat musim ikan terbang bertelur, nelayan menggunakan sandeq untuk memasang perangkap telur dari rangkaian daun kelapa dan rumput laut, atau berburu rempah-rempah hingga Ternate dan Tidore untuk dibawa ke bandar Makassar.
parkiran lepa-lepa |
Ketangguhan sandeq menunjukkan
para pembuatnya begitu teliti dalam memilih bahan, mendesain, serta membuat perahu ini. Biasanya yang dipilih untuk bahan baku pembuatannya adalah jenis pohon Kanduruang Mamea yang berumur tua. Jika sempat jalan-jalan di
pesisir Majene atau pun Polman, tak
jarang mata kita akan dimanjakan pemandangan para lelaki yang tengah sibuk
membuat sandeq atau pun hanya sekedar memberi perawatan dengan pengecatan
ulang. Tahap pengerjaaan tiap perahu dari awal
hingga siap mengarungi lautan perlu waktu
antara 1,5 sampai 2 bulan. Lamanya waktu pembuatan tersebut membuat
hasilnya punya kualitas yang TOP.
Beginilah Warna-Warni Sandeq Race 2014 di Pantai Bahari Polewali
kali pertama nonton Sandeq Race sekaligus kali pertama bisa naik sandeq... hmmm sensasinya saat melihat bapak-bapak yang berusaha mengendalikan layar sandeq inilah yang begitu berkesan...!!! |
seru tuh gan berpetualang dgn sandeq
BalasHapus