I'Majene, Tentang Majene dan Jejak Kaki Pertamaku

Hidup saya seperti termanufer 180° saat menginjakkan kaki di kota ini. Dulunya saya anak gunung yang  hidup damai di bawah naungan Gunung Merbabu yang sejuk sekaligus sebagai pendaki gunung sejati, sekarang harus memulai kehidupan baru yang terasa kontras. Kontras bukan dalam hal yang bagaimana sih, tapi kontras dalam hal suasana namun setara dalam hal keindahan. Gunung dan Laut sama-sama menyajikan keindahan yang tak akan membuat bosan bagi penikmatnya.
Kota Majene, kota pesisir dengan garis pantai lebih dari seratus kilometer kini menjadi tempat hidup saya. Kota kecil di Sulawesi Barat dengan sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidupnya pada laut. Mereka begitu dekat dengan laut, begitu pula saya sekarang. Saya juga sangat dekat dengan laut karena saya kini menjadi bagian dari mereka.
KPP Pratama Majene
Sampainya saya di kota kabupaten dengan mayoritas Suku Mandar ini simpel saja, karena satu hal yaitu penempatan. Penempatan dari salah satu instansi di bawah Kementrian Keuangan lah yang menjadikan saya sekarang berada di tengah-tengah mereka. Di awal postingan saya tentang catper pendakian Gunung Arjuno sudah saya ceitakan disitu bagaimana awalnya saya mendapatkan kabar perihal penempatan yang sangat mengangetkan itu. Memang aneh, kenapa Majene bisa ada hubungannya dengan pendakian Gunung Arjuno di Jawa Timur sana. Namun, dalam hidup saya dua hal itu sangat berhubungan dan menjadi salah satu momen yang tak akan pernah terlupakan. Sebab, pengumuman penempatan ke KPP Pratama Majene saya terima saat beberapa menit saja sebelum keberangkatan saya menuju basecamp Gunung Arjuno yang perencanaannya sudah jauh-jauh hari sebelumnya. Tentunya tak akan saya batalkan rencana pendakian itu, apalagi sudah janjian dengan beberapa teman. Kebetulan pula beberapa teman tersebut juga mendapat penempatan yang sama-sama jauh. Yah, jadilah kami mendaki dengan membawa nama kota penempatan kami masing-masing. Dan kami bertekad untuk meneriakkan kota penempatan kami di Puncak Gunung Arjuno. Hidup Majene…!!!

Kota Majene

Kab. Majene bersama 4 kabupaten lain yaitu Polewali Mandar, Mamasa, Mamuju, dan Mamuju Utara menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Barat dengan Mamuju sebagai Ibu Kotanya. Luas Majene sendiri sekitar 950 kmdengan terbagi lagi menjadi 8 kecamatan yaitu Banggae Timur, Banggae, Pamboang, Sendana, Tamero’do, Tubo, Malunda, dan Ulumanda. Pusat Pemerintahannya berada di Kec. Banggae.

Majene berbatasan langsung dengan laut di sebalah selatan dan barat, berbatasan dengan Kota Mamuju di sebelah utara dengan jarak tempuh sekitar 142 km, serta berbatasan langsung dengan Kab. Polewali Mandar dengan jarak sekitar 55 km dengan pusat kotanya. Karena berbatasan laut ini lah yang menyebabkan masyarakatnya sangat dekat dengan laut dan menjadikan saya yang dulunya anak gunung sekarang menjadi anak pantai. Haha…

wajah kesederhanaan gadis kecil dari Bukit Tande Majene

Mengenai masyarakatnya, sebagian besar penduduk Majene merupakan etnis Mandar yang masih kuat menjunjung budayanya. Selain itu juga ada etnis pendatang seperti Bugis, Makassar, Toraja, dan Jawa. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Mandar yang jujur bagi saya sangat sulit dipahami. Bahkan yang awalnya saya kira bahasanya masih berkerabat dengan Bahasa Makassar tapi ternyata orang Makassar pun disini kadang kurang mengerti Bahasa Mandar. Jadi disamping menjadi pendatang di Majene yang selain mengeksplor keindahan alamnya, saya juga bertekad mempelajari budayanya termasuk belajar bahasa mandar yang terdengar susah itu.


Sebagai orang Jawa asli, tak sulit menemukan sesama orang Jawa di Majene. Para pendatang dari pulau paling banyak penghuninya itu biasanya menjadi pengusaha makanan yang sukses. Ada yang buka warteg, buka warung mie ayam, depot bakso, dan masih banyak lagi lah saudara-saudara dari Jawa yang sama-sama mengadu nasib di Majene. Tak hanya itu, ada satu kecamatan di Kab. Polewali yang dihuni keturunan Jawa yang konon dulu diangkut oleh kolonial Belanda. Menariknya, sampai saat ini mereka masih melestarikan budaya leluhur mereka. Yang paling kentara adalah bahasa sehari-hari mereka. Dalam percakapan, mereka masih berbahasa Jawa dengan aksen yang paling banyak adalah Jawa Timuran. Suriname van West Celebes, amazing


hendak mengaji

Menurut data Pemkab. Majene, Penduduk Majene mayoritas beragama Islam dengan jumlah sekitar 137.214 jiwa, Kristen 256 jiwa, Hindu 0 jiwa, dan Budha 4 jiwa dengan sarana peribadatan yaitu masjid sejumlah 214 buah, langgar 61 buah, musholla 40 buah, dan gereja 1 buah. Jadi asiknya disini bisa sholat di masjid yang berbeda-beda setiap harinya karena sangat mudah menjumpai masjid disini. Sejauh mata memandang kita bisa melihat banyak menara masjid yang berdiri menjulang. Sungguh damai berada disini.

Menuju Kota Majene

Pendatang di Kota Majene biasanya berasal dari luar kota bahkan luar provinsi sehingga mengharuskan mereka untuk transit dulu di kota besar di sekitar Majene seperti Mamuju dan tak jarang pula yang transit dulu di Makassar. Bandara di Provinsi Sulawesi barat ada di Kota Mamuju, namun belum melayani banyak jalur penerbangan. Kalau yang berasal dari Jawa biasanya melalui Makassar dulu baru diteruskan perjalanan darat manuju Majene selama kurang lebih 6 jam. Dari kota yang dulunya bernama Ujung Pandang itu ada beberapa alternatif transportasi diantaranya adalah carter mobil yang biasa disebut dengan “Mobil Panther”, padahal nggak semua juga dari jenis panther, mobil senia dan avansa pun disebut mobil panther. Intinya kalau yang satu ini dengan sistem carter, cocok buat yang datang secara rombongan karena bisa share cost. Moda transportasi inilah yang pertama kali saya dan teman-teman sepenempatan gunakan untuk menuju Majene. Satu mobil dipatok harga Rp 700.000,- dan tak ada batasan berapa penumpangnya, yang penting muat saja lah. Alternatif lain yaitu dengan bus malam yang setiap hari beroprasi. Bus malam menuju Majene kebanyakan kelas executif yang super nyaman, tempat duduk luas, dan dengan Air Suspension yang bakal mengurangi goncangan saat melewati jalanan Makassar-Majene yang kadang diselingi lobang-lobang dan gronjalan, sehingga tak perlu khawatir bakal sakit pinggang menempuh perjalanan sedemikian jauh itu di dalam bus. Tiket bus malam tersebut sejauh belum berubah masih dipatok Rp 110.000,-. Alternatif terakhir yaitu dengan bus ekonomi biasa yang mangkal di Terminal Daya Kota Makassar. Hmmm, ada alternatif satu lagi sih sebenarnya yaitu jalur laut. Kalau jalur yang satu itu sepertinya bisa tapi saya belum terlalu paham. Bagi yang kepengen memakai jalur laut coba deh cari-cari info dulu gimana jelasnya. Kalau saya sih pilih darat saja lah, toh sepanjang perjalanan juga ntar bakal melihat laut juga.Secara jalan trans Makassar-Majene sampai Mamuju bakalan mlipir-mlipir laut.

jalan Trans Sulawesi Makassar - Mamuju
"mlipir laut"

Oiya, karena saat di mobil saya duduk di sampir pak supir yang sedang bekerja jadi saya sempat mendapat beberapa cerita-cerita. Termasuk keekstriman jalur yang bakal kami lewati nanti. Katanya ada satu tikungan patah dengan model zig-zag yang langsung berbatasan dengan laut. Katanya juga sih sudah menelan banyak korban. Disamping cerita ekstrim itu, sempat pula driver kami yang bernama Pak Aco menceritakan tentang Majene, kota yang bakal menjadi tempat hidup kami entah sampai kapan lamanya. Beliau yang asli dari Majene tentunya paham benar dengan salah satu kota Mandar tersebut sehingga beliau bisa banyak cerita mengenai Majene, termasuk keramah-tamahan penduduknya, kedamaian suasananya yang jauh dari hingar-bingar kemewahan serta kriminalitas, dan juga kebudayaanya yang masih kuat dijunjung.

I’Majene

Pertama kali menginjakkan kaki di Majene doa saya adalah semoga saya dan kota ini bisa menjadi sahabat setia. Tentunya saya juga berharap diberi banyak tempat indah agar setiap akhir pekan bisa me-refresh otak menikmati alam Majene yang bisa dibilang semua ada. Oh iya ngomongin alam, ternyata saya nggak sepenuhnya lepas dari bayang-bayang gunung yang sebelumnya saya menyangka bakal sulit menemuinya di Majene. Selain pantai-pantai cantik yang disuguhkan oleh kota imut ini, ternyata gunung juga turut menghiasi bentang alamnya. Meski nggak setinggi Semeru di Jawa, tapi setidaknya gunung kecil yang ada disini cukup menjadi penawar rindu jika sewaktu-waktu kangen gunung.

bukit kapur di majene
Bentang alam kota ini cukup bervariasi dengan ketinggian mulai dari 0 – 1.600 mdpl. Dari rentang ketinggiannya, bisa disimpulkan bahwa kota ini menyimpan banyak potensi keindahan alam. Pastinya ada pantai hingga gunung. Pantai disini didominasi oleh pantai karang meski ada pula yang berpasir putih. Tentang gunung, disini membentang barisan pegunungan kapur yang memanjang mulai dari Kab. Polewali Mandar (Polman) hingga Mamuju jauh di utara sana. Jika ada gunung, pasti ada hutan, tak menutup kemungkinan juga ada air terjun, bahkan potensi sumber air panas pun ada di Majene.

Pegunungan dan tanah berkapur menyebabkan sumber air di Majene juga sedikit mengandung butiran kapur. Sehingga perlu dilakukan penyaringan jika ingin dikonsumsi, takutnya ntar mengendap di organ tubuh. Kalau untuk mandi sih fine-fine saja sejauh ini.

Cuaca di Majene masih dalam hitungan wajar lah, dalam artian perlu maklum karena daerah pesisir jadi wajar kalau cuacanya panas dan terkadang puanasss banget kalau siang bolong. Hawa “HOT” seperti ini tak menghentikan warga kota ini untuk berhenti beraktifitas di siang hari. Bagi kaum hawa, panas menyengatnya matahari bisa diakali dengan memakai bedak dingin, warnanya putih tepung biasanya. Jangan kaget kalau siang-siang jalan-jalan di Majene banyak muda-mudi maupun ibu-ibu yang terlihat menor dengan bedak dingin di muka dan lehernya.

ibu penjual kue Jepa yang memakai bedak dingin

Oiya, saat pertama dulu dapat kabar bakal ke Majene, tentunya buat menambah info tentang kota tersebut saya browsing dulu tentang Kota Majene. Wow nya, begitu saya klik ternyata munculnya gambar-gambar pantai indah yang kini sudah beberapa kali saya kunjungi, namanya Pantai Dato. Salah satu pantai yang menjadi wisata unggulan kota ini. Selain keindahan alam, sempat juga dapat satu artikel yang menceritakan kalau di Majene listrik hanya menyala di jam-jam tertentu, akses jalan rusak, dan kesunyian yang terjadi sepanjang hari. Bikin down banget tuh artikel. Tapi setelah sampai di TKP nya langsung, semua itu tidak benar adanya. Listrik menyala terus 24 jam, kecuali jika ada pemadaman dari PLN. Akses jalan ke Majene cukup baik, secara jalan utama disini adalah jalan trans Sulawesi yang ramai berseliweran kendaraan-kendaraan dari luar kota dan tak jarang pula truk kontainer yang melintas. Bisa disimpulkan jalan yang dipakai kendaraan-kendaraan tersebut sudah tergolong layak untuk dilalui. Mengenai kabar bahwa Kota Majene adalah kota mati yang sunyi dan sepi itu juga kabar burung. Disini perekonomian lumayan jalan, meski pusat perbelanjaan paling besar cuma Alpamidy tapi kebutuhan alhamdulillah terpenuhi lah. Disini banyak tempat nongkrong pula karena coffee shop begitu menjamur disini. Selain itu, malem Minggu jadi waktunya anak muda Majene berkumpul di Taman Kota yang letaknya tak jauh dari pelabuhan. Biasanya kita tahu kalau yang namanya alun-alun ada di tengah kota dalam bentuk lapangan luas, di Majene alun-alunnya unik karena berada di pinggir pantai. Jadi kalau nongkrong disitu bisa kumpul sama temen-temen sekaligus menikmati bintang bertaburan plus suara debur ombak yang mendayu-dayu.

Kota Majene dilihat dari Bukit Salabose

Alam Majene mandukung warganya untuk selain bermatapencaharian sebagai nelayan tapi juga sebagai pengelola sektor perkebunan. Coklat dan Kelapa menjadi komoditas utamanya. Jangan kaget juga kalau melihat penduduk jalan-jalan selalu bawa parang. Terlihat serem pasti bagi yang jarang lihat pemandangan seperti itu, termasuk saya. Santai, itu hanya karena tuntutan pekerjaan mereka yang sebagai pengolah kebun kok. Hal itu juga menyebabkan KPP Pratama Majene selain banyak menangani WP Bendaharawan, sebagian besar wajib pajaknya juga masuk dalam KLU atau klasifikasi lapangan usaha pertanian dan perkebunan.

saking melimpahnya kelapa disini,
pas capek-capeknya sepedaan boleh minta kelapa muda sama bapak ini

Kalau ngomong masalah wisata, Majene nggak mau kalah sama kota wisata yang lain. Ada buanyak tempat wisata disini, cuman petunjuknya aja yg kurang jelas. Bahkan Pantai Dato sendiri yang merupakan wisata andalan Majene, kalau nggak tanya-tanya dulu saya juga belum tentu bisa sampai disana hanya dengan bantuan internet.

Pantai Dato
pantai unggulan di Majene
Wisata Majene pastinya nggak bakal habisnya untuk menjadi perbincangan, Mulai dai wisata alam yang nggak perlu diragukan lagi, budayanya yang masih lestari terpelihara, wisata histori atau sejarahnya yang peninggalannya tersebar di seluruh Majene, hingga wisata religi yang begitu kental disini. Seiring waktu berjalan insyaallah akan saya jelajahi satu per satu dan bakal menghiasi blog ini.





Gallery Keindaan Alam Majene

Bukit Tande dengan pemandangan Kota Majene dan lautan luas

gunung mini yang unik

sawah siap panen

jangan kaget, ini di pelabuhan

hanya pelabuhan Majene yang airnya super jernih kaya gini

laut Majene dimana-mana cantik semua

langit biru awan putih jadi pemandangan lazim disini

bisa mengajak sepeda ke pantai, baru di Majene

sepedaan keliling kota,
bisa dapet puluhan pantai

nyemplung di Pantai Dato,
*gambar ini diambil sesaat setelah saya memberanikan diri terjun dari tebing Dato
(taken with Argya's GoPro cam.)

Warga Majene; sederhana, pekerja keras, dan terbuka

biji beras langsung dipisahkan dari jeraminya

pepanasan sudah biasa

begitu dekat dengan laut

pagi hari ramai-ramainya pelelangan ikan

bapak-bapak pulang mencari ikan,
ibu-ibu siap menjajakan hasil tangkapan

masa kanak-kanak masa bahagia,
gimana gak bahagia kalau mainnya di tempat indah kaya gini

salam dari anak-anak Majene...
anak-anak Suku Mandar yang ceria...
mari kunjungi Majene


Komentar

  1. Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai wisata kuliner Indonesia. Indonesia yang terdiri dari berbagai daerah yang memiliki ke khasan wisata kulinernya masing-masing. Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai pariwisata indonesia yang bisa anda kunjungi di www.pariwisata.gunadarma.ac.id

    BalasHapus

Posting Komentar

Jangan enggan beri kritik dan saran yaaa...!!!