Di
tengah perjalanan pulang kantor, seperti biasa pemandangan Gunung Merbabu
menjadi sajian pokok setiap harinya. Namun di satu sore, sempat terbesit satu
pikiran aneh tentang gunung. Bukan apa-apa sih. Sembari memandang Merbabu yang
tampak gagah, saya berfikir bagaimana jadinya ya kalo gunung-gunung itu
semuanya sama. Sama dalam hal bentuk, tingginya, hingga medan pendakiannya.
Mungkin tak ada cerita pendakian yang menarik kali ya. Tuhan memang maha
sempurna, hingga menciptakan gunung pun dengan berbagai karakteristiknya
masing-masing. Sama seperti manusia, jika semua manusia itu punya karakteristik
yang sama tentunya dunia akan terasa hampa tak berwarna.
Oiya,
seminggu yang lalu saya sempat naik satu bukit di sekitaran Danau Rawa Pening.
Rencana mau naik bukit itu sudah lama direncanakan. Bukit memang namanya,
namun miniatur gunung itu pun juga punya karakteristik tersendiri. Penduduk
sekitar mengenal bukit itu dengan sebutan Gunung Kendil. Gunung atau pun bukit tak
masalah bagi saya. Memang sudah terlanjur jatuh cinta sama ketinggian mau
dibilang apa pun oke oke aja. Di bilang gunung tingginya cuman sekitaran 800-an
mdpl aja, kalau dikatakan bukit sepertinya lebih cocok tapi penduduk sekitar
sudah akrab dengan sebutan gunung terhadapnya.
Sebelumnya
tau kan tentang Danau Rawa Pening ??? Satu danau dengan legenda manusia jelmaan
ular “Baru Klinthing” yang mengutuk satu desa dengan penduduk yang sombong
dengan menenggelamkannya menjadi sebuah danau. Danau inilah yang juga menjadi
daya pikat tersendiri saat pendakian Gunung Kendil. Di puncaknya kita bisa
melihat luasnya danau seluas sekitar 2.600 Ha tersebut secara utuh. Jadi Gunung Kendil
tersebut layaknya gardu pandang alami untuk menikmati indahnya Rawa Pening dari
ketinggian.
Gunung
Kendil berada tepat di sebelah utara Gunung Telomoyo dan sebelah barat daya
Danau Rawa Pening. Sebelumnya, saya dan Angga tak seberapa tahu tentang akses
menuju puncak Gunung Kendil. Sumber yang biasanya kami andalkan tak memberi
secercah petunjuk. Biasanya dengan mengetik kata kunci di kotak mesin pencarian, dalam sekejap
informasi mengenai destinasi yang akan dituju akan muncul. Kali itu malah
Gunung Kendil yang lain yang keluar di mesin pencarian, bukan yang kami maksud.
Kalau sudah begitu, modal nekat menjadi modal satu-satunya untuk mencapai puncak
Gunung Kendil. Nekat disitu saya artikan yang penting berangkat dulu, masalah
lokasi tepatnya bisa tanya sama penduduk sekitar. Bukan nekat yang tanpa
tanggung jawab.
Dari
Kota Salatiga, Gunung kendil bisa terlihat jelas bersanding dengan Gunung
Telomoyo meski tingginya masih kalah jauh. Dengan bekal sudah mengetahui
posisinya dari jauh, berarti kami tinggal memacu kendaraan saja mendekatinya.
Di satu pagi pada Hari Sabtu kami sepakat bakal ketemu di depan objek wisata
Bukit Cinta yang ada di pinggiran Rawa Pening. Setelah berkumpul, kami
lanjutkan saja melintasi jalanan Salatiga – Banyubiru ke arah lebih barat lagi.
Sampai di Banyubiru, saya mulai ragu tentang keberadaan Gunung Kendil karena makin lama penampakannya makin menghilang tersamarkan oleh bukit-bukit yang lain. Di sekitaran Rawa Pening memang banyak sekali bukit dan gunung. Kalau Merbabu dan Telomoyo sudah tentu tampak menjulang diantara yang lain.
Sampai di Banyubiru, saya mulai ragu tentang keberadaan Gunung Kendil karena makin lama penampakannya makin menghilang tersamarkan oleh bukit-bukit yang lain. Di sekitaran Rawa Pening memang banyak sekali bukit dan gunung. Kalau Merbabu dan Telomoyo sudah tentu tampak menjulang diantara yang lain.
Benar
saja, kami sempat salah. Ternyata yang kami dekati bukan Gunung Kendil, tapi
bukit yang lain yang sama-sama lancip puncaknya. Kalau sudah sejauh ini dari
pada makin jauh lagi kesasarnya jalan terakhir adalah bertanya sama penduduk
sekitar. Kami bertanya saja sama bapak-bapak yang lagi kongko-kongko di pos
ronda. Kami ditunjukkan Gunung Kendil yang sebenarnya. Tenyata masih ke arah
selatan lagi dari Banyubiru.
Lebih
mudahnya untuk menjadi ancer-ancer adalah jika kita dari arah Kota Salatiga,
kita harus memacu kendaraan ke arah Banyubiru melewati depan objek wisata Bukit
Cinta. Setelah memacu sekian jauh hingga melintasi Sekolah Polisi Negara
Banyubiru kita akan menemukan satu pertigaan. Ke kanan arah Ambarawa dan yang
ke kiri adalah arah Gunung Kendil yang akan kita tuju.
Puncak
Gunung Kendil bisa kita capai dengan sebelumnya kita harus sampai di Desa Tegaron
terlebih dulu. Baru selanjutnya kita cari Dusun Puwono yang ada di bawah gunung mini
tersebut. Kita akan dipermudah dengan adanya petunjuk yang mengarahkan ke dusun
tersebut. Kagetlah saya karena petunjuk arah dusun tersebut bersanding dengan
petunjuk ke arah Puncak Gunung Kendil.
Wow, ternyata sudah ada yang bikin petunjuk arah puncak gunung tersebut.
Berarti kami memakai jalur yang sudah umum digunakan.
Setelah
sampai di Dusun Puwono, kita sudah bisa melihat puncak Gunung Kendil dengan
jelas. Tapi tenang saja. Jika masih merasa terlalu jauh apabila mulai mendaki
dari Dusun Puwono, sebetulnya masih ada dusun yang lebih dekat lagi dengan
Puncak Gunung Kendil yaitu Dusun Gesing.
Kami
pun memilih yang dekat saja dengan menuju dusun yang teramat damai dengan
penduduk yang sangat kebangetan ramahnya. Selalu kagum dengan penduduk desa
yang sangat ramah dengan pendatang. Nggak sampai disitu, saat kami kebingungan untuk memarkirkan motor kami,
salah satu penduduk dengan senang hati bersedia kami titipi motor saat kami mendaki
nanti.
Trek
yang menyambut kedatangan kami adalah jalan tanah yang nggak terlalu lebar tapi
juga nggak sempit amat. Spesialnya adalah trek ini super licin. Sepertinya
jenis tanahnya memang tanah liat, melihat warnanya yang kemerahan.
Kami
berjalan di tengah ladang penduduk di lereng Gunung Kendil dengan sesekali
menjumpai mereka tengah beraktifitas mengolah ladanganya. Selain itu ternyata
ada juga penduduk yang pekerjaannya menyadap aren untuk mendapatkan air
niranya. Melihat sekitar memang banyak juga pohon aren disitu.
Kami sempat
berjalan beriringan dengan salah satu penyadap aren. Cerita-cerita sedikit
sembari menghadapi tanjakan yang makin menjadi saja kemiringannya. Tak bisa
dianggap sepele kalau gunung pendek trek pendakiannya juga gampang. Nggak
selamanya begitu sih. Buktinya bapak penyadap aren tersebut juga mengiyakan
kalau trek Gunung Kendil ada bagian tersulitya. Kalau dikira-kira ada satu bagian trek
yang kemiringannya hingga sekitar 75°-an. Namun santai lah, kita sudah
dipermudah dengan adanya trap-trapan membentuk anak tangga. Selepas tanjakan
itu bapak tersebut mengucapkan salam perpisahan kepada kami karena beliau akan
menuju arah pohon aren yang akan disadapnya.
Trek
selanjutnya berupa jalan setapak tipis yang kadang berbatasan langsung dengan
jurang yang dibatasi hanya dengan pepohonan perdu saja. Rerumputan disana juga
masih lebat walau tak jarang penduduk yang naik untuk merumput. Sempat kami
berpapasan dengan dua sejoli kakek nenek yang memikul seonggok rumpuk dari
atas. Tak lupa senyuman ramah dan teguran sapa mereka lontarkan kepada kami
yang tengah terengah-engah. Takjubnya, mereka berdua nyeker men, tanpa alas
kaki menanjaki trek selicin itu. Selain kagum dengan keramahan penduduk
sekitar, saya sendiri tak jarang terkagum-kagum akan kekuatan fisik mereka yang
walau sudah berumur lanjut namun masih tetap kuat naik turun bukit, tak hanya
badan saja yang dibawa namun beban seonggok rumput untuk peliharaan kesayangan
perlu diacungi 4 jempol.
Tak
lama kemudian kami sampai di dataran dengan view
full-free tanpa halangan. Yap, kami telah sampai di puncaknya setelah
mendaki selama sekitar 50 menit. Pemandangannya sungguh mempesona, tapi kalau
datang di musim yang pas tentunya bakal lebih istimewa lagi. Gunung gemunung di
sekitar bakal terlihat semua dan yang menjadi tokoh utama yaitu Rawa Pening
juga tentunya akan berkilau dengan indahnya. Saat itu karena kami juga naik
sudah terlampau siang ditambah musim hujan yang belum usai jadilah kami harus
puas dengan keindahan yang sedikit diiasi kabut. Tapi tak apa, lokasinya juga
tak terlalu jauh dengan rumah jadi jika lain waktu ada kesempatan bisa lah ntar
menyambangi Puncak Gunung Kendil lagi.
Kenang-kenangan dari Gunung Kendil
![]() |
puncaknya ada di balik bukit rimbun itu |
![]() |
sajian saat mendaki |
![]() |
tanjakan maut yang lumayan licin |
![]() |
flora yang bisa dijumpai di perjalanan menuju puncak |
![]() |
ada bunga ini juga lho |
ini dia Danau Rawa Pening |
![]() |
desa dan sawah terlihat mempesona dari puncak Gn. Kendil |
Saat berada di puncak kami bisa melihat desa-desa di bawah dengan jelas bersanding dengan persawahan, selain itu juga Rawa Pening bisa kita lihat secara utuh tanpa halangan. Kami tak berlama-lama berada di puncak karena makin siang kabut kelam juga makin menebal saja. Kami putuskan saja untuk segera turun.
Oiya, selain melewati jalur yang seperti kami pakai yaitu dari sebelah utara, ternyata ada jalur satu lagi yang bisa digunakan yaitu dari arah sebelah selatan. Di puncaknya lah kami baru bisa tahu ternyata ada dua jalur yang bisa dipakai, tapi yang jalur satu lagi masih belum kami ketahui kejelasannya.
salam petualang...!!!
![]() |
Angga dan saya di Puncak Gunung Kendil |
Wah ...Bagus mas pemandangannya, ..
BalasHapusbetulll.... coba dikunjungi...!!! :D
HapusBagus banget. Belom pernah ke rawa pening :(
BalasHapusBisa mampir sebentar kalo lg di Salatiga atau Semarang bro
HapusKapan gitu aku abis kesana. Pemandangan malam hari lebih keren. Banyak lampu2 :D
BalasHapussiiip... kemping yak?
Hapusapakah itu bukit yang deket sama Muncul itu mas?? saya dari salatiga
BalasHapusyap betul... di sekitaran Banyubiru...
Hapus