Kabut Ranu Kumbolo di Akhir Desember

Mendaki Gunung Semeru di akhir tahun 2012 bukan berarti saya terkena "bius" satu film yang menceritakan tentang persahabatan beberapa anak muda yang diakhiri dengan pendakian ke gunung cantik di Jawa Timur tersebut, tapi pendakian saya bersama beberapa teman satu almamater waktu itu memang berdasarkan atas keinginan untuk merasakan bagaimana indahnya surga bumi ciptaan sang kuasa yang juga memiliki puncak yang merupakan tanah tertinggi di Pulau Jawa. Ngomong-ngomong soal ketinggian, Gunung Semeru sendiri merupakan gunung api tertinggi ketiga setelah Gunung Kerinci (3.805 mdpl) di Sumatra Barat dan Gunung Rinjani (3.726 mdpl) di Pulau Lombok. Gunung yang memiliki puncak setinggi 3.676 mdpl ini menyuguhkan keindahan yang luar biasa sepanjang perjalanan menuju target utamanya yaitu puncak yang bernama Mahameru.


Saya yang notabene memiliki minat khusus akan keindahan alam yang alhamdulillah entah kebetulan atau memang takdir, saya juga tinggal di sebuah desa yang sangat indah di bawah Gunung Merbabu yaitu desa Getasan. Saya sangat bersyukur karena setiap hari bisa menghirup segarnya udara pegunungan dan indahnya pemandangan di sekitar. Mulai dari membuka pintu, di balik jendela, hingga di tempat jemuran di lantai dua pun tersaji pemandangan yang luar biasa indahnya. Namun, rasanya kurang afdol jika hanya menikmati keindahan di "kandang" sendiri. Hingga akhirnya hasrat untuk menikmati keindahan alam di daerah lain muncul. Saya pilihlah Semeru sebagai gunung yang bakal didaki. Sebenarnya tidak segampang itu sih memilih sebuah gunung untuk dipijaki. Tentunya harus ada beberapa pendukung yang lain, termasuk salah satunya adalah ajakan seorang teman.

Sampai pada suatu hari ada satu kesempatan datang menghampiri dalam bentuk ajakan dari update status teman sekelas yakni Izhar yang mau mengadakan pendakian ke Semeru. Bagi Izar, rencana pendakian itu merupakan pendakian Semeru yang kedua kedua kalinya.

Wah, mungkin ini saat yang ditunggu-tunggu, tak pikir panjang saya putuskan untuk ikutan pendakiannya yang telah direncanakan pada hari Sabtu 22 Desember 2012 itu. Terlebih lagi sudah ada teman yang cukup paham treknya, sehingga akan lebih mempermudah pendakian.Saya yang notabene memiliki minat khusus akan keindahan alam yang alhamdulillah entah kebetulan atau memang takdir, saya juga tinggal di sebuah desa yang sangat indah di bawah Gunung Merbabu yaitu desa Getasan. Saya sangat bersyukur karena setiap hari bisa menghirup segarnya udara pegunungan dan indahnya pemandangan di sekitar. Mulai dari membuka pintu, di balik jendela, hingga di tempat jemuran di lantai dua pun tersaji pemandangan yang luar biasa indahnya. Namun, rasanya kurang afdol jika hanya menikmati keindahan di "kandang" sendiri. Hingga akhirnya hasrat untuk menikmati keindahan alam di daerah lain muncul. Saya pilihlah Semeru sebagai gunung yang bakal didaki. Sebenarnya tidak segampang itu sih memilih sebuah gunung untuk dipijaki. Tentunya harus ada beberapa pendukung yang lain, termasuk salah satunya adalah ajakan seorang teman.

Sampai pada suatu hari ada satu kesempatan datang menghampiri dalam bentuk ajakan dari update status teman sekelas yakni Izhar yang mau mengadakan pendakian ke Semeru. Bagi Izar, rencana pendakian itu merupakan pendakian Semeru yang kedua kedua kalinya.
Wah, mungkin ini saat yang ditunggu-tunggu, tak pikir panjang saya putuskan untuk ikutan pendakiannya yang telah direncanakan pada hari Sabtu 22 Desember 2012 itu. Terlebih lagi sudah ada teman yang cukup paham treknya, sehingga akan lebih mempermudah pendakian.
Pada hari Jumatnya saya menuju rumah Izar di Mojokerto menggunakan kereta yang berangkat pukul 15.30 dari Stasiun Klaten dan sampai di Stasiun Mojokerto pada pukul 23.30. Turun dari kereta saya langsung dijemput dan menuju rumahnya untuk segera beristirahat karena pada pukul 07.00 esok harinya perjalanan panjang akan dimulai.

Menuju Ranu Pani

Pagi hari setelah semua tertata rapi dengan logistik secukupnya di carrier dan sarapan, selanjutnya kami menuju Terminal Kertajaya Mojokerto dan langsung naik bus turun di Kejapanan dengan ongkos Rp 7000,- diteruskan naik bus lagi menuju Terminal Arjosari Malang dengan ongkos sama seperti bus pertama. Pukul 10.10 sampailah kami di terminal itu. Kami segera mencari angkutan umum menuju Pasar Tumpang yang merupakan lanjutan dari rangkaian perjalanan menuju kaki Gunung Semeru.
Setelah menunggu angkot TA alias jurusan Tumpang Arjosari ini penuh, akhirnya angkot melaju.
Diakhiri dengan membayar ongkos Rp 6000,- per orang kami pun turun di pasar Tumpang yang saat itu  sudah terlihat beberapa pendaki yang juga akan menaiki Semeru.

Segeralah kami mencari angkutan menuju Ranu Pane yang tak lain merupakan satu-satunya pintu gerbang pendakian Semeru. Sebelumnya, harus dipersiapkan dulu foto kopi KTP dan Surat Keterangan Sehat dari dokter yang masing-masing rangkap dua, tapi saat itu saya hanya membawa masing-masing hanya satu rangkap dan teman yang lain pun juga baru menyiapkan satu rangkap, akhirnya mencari fotokopian terdekat untuk segera melengkapi persyaratan administrasi. Tetapi apa yang terjadi, ternyata sudah beberapa jam listrik di Tumpang mati dan tak bisalah kami untuk mengkopi persyaratan itu, tapi kami nekat saja tetap berangkat berharap bapak penjaga pos perijinan bisa memaklumi kalau memang keadaannya tidak memungkinkan.
Kami pun sejenak beristirahat dan sholat di mushola balai desa Tumpang sekaligus mencari rombongan pendaki yang bisa kami tebengi untuk sampai ke Ranu Pani. 

Bertemulah dengan rombongan pendaki dari satu komunitas pecinta alam. Izar pun bernegosiasi dengan mereka sampai akhirnya diperbolehkan untuk berangkat bareng menuju Ranu Pani satu truk dengan mereka. Yap, memag benar.... Sesama pendaki harus saling membantu, seperti transportasi pun juga bisa saling tolong menolong.
Sebenarnya ada hartop yang disewakan penduduk yang khusus mengantar sampai ke Ranu Pani, tapi jika ada yang lebih irit kenapa tidak. Apalagi saat itu rombongan kami hanya tiga orang dan dua lainnya nanti bertemu di pos lapor. Lebih enak kalo gabung dengan rombongan lain saja, ya kan....

Sampailah kami di Ranu Pani setelah perjalanan selama 2 jam di atas truk dengan lebih dari 30 orang di baknya. Kebetulan saat itu di tengah perjalanan kami semua diiringi rintik hujan yang kadang deras kadang gerimis. Hal itu membuat kami sepanjang perjalanan tidak bisa menikmati keindahan sekitar karena bak truk harus ditutupi terpal agar kami semua tetap terlindung. Jangan sampai sebelum mendaki sudah basah kuyup dan masuk angin duluan. Padahal jika cuaca cerah, pemandangan sepanjang perjalanan menuju Ranu Pani sangat lah indah dengan hamparan bukit-bukit yang juga masuk dalam kawasan Wisata Gunung Bromo dan Tengger. Ongkos truk ini perorang dari kami membayar Rp 30.000,-. Setelah sampai di Pos Perijinan segeralah kami sholat dulu  karena jam sudah menunjukkan pukul 15.15.

Rombongan kami akhirnya komplit lima orang dan langsung saja kami menuju pos lapor untuk melakuakan perijinan dan administrasi. Cukup diwakilkan oleh ketua rombongan untuk melapor ini.

Berikut adalah rincian biaya perijinan masing-masing pendaki per Desember 2012.

Pengunjung Umum Domestik :
    -Surat Ijin : Rp 2.500,-
    -Tiket       : Rp 2.500,-
    -Asuransi  : Rp 2.000,-

Pelajar Domestik :
  -Surat Ijin  : Rp 2.500,-
  -Tiket        : Rp 1.250,-
  -Asuransi   : Rp 2.000,-

Pengunjung Mancanegara :
    -Surat Ijin  : Rp 2.500,-
    -Tiket        : Rp 20.000,-
    -Asuransi   : Rp 2.000,-

Dikenakan biaya tambahan bagi pendaki yang membawa kamera atau handycam. 
Bagi pendaki domestik yang membawa kamera dikenakan biaya Rp 5.000,- dan yang membawa handycam dikenai biaya Rp 15.000,- sedangkan untuk turis asing Rp 50.000,- dan Rp 150.000,- untuk masing-masingnya.
Diharuskan untuk membawa sampah yang dibawa untuk ditunjukkan kembali saat lapor turun di pos lapor sebagai bukti bahwa pendaki tidak membuang sampah di gunung dan jika tidak bisa menunjukkan buktinya maka akan didenda Rp 100.000,-.
Setelah melakukan perijinan dan administrasi pendakian pun dimulai. Jam menunjukkan pukul 16.30 dan masih ditemani dengan rintik hujan. Sebagai antisipasi kami pun memutuskan untuk memakai jas hujan sejak awal pendakian dikhawatirkan di tengah perjalanan turun hujan tiba-tiba.



Perkiraan Rincian Biaya

TRANSPORT
BIAYA
Tiket KA (Klaten-Mojokerto)
38.000
Bus Mojokerto-Japanan
7.000
Bus jurusan Malang,  turun Terminal Arjosari
8.000
Angkot T-A, turun Pasar Tumpang
6.000
Truk ke Ranu Pani
30.000
Perijinan dan Administrasi
7.000
Truk ke Tumpang
30.000
Angkot T-A
5.000
Bus Malang-Sby
10.000
Bus Sby- Solo
5.000
Solo-Boyolali
68.000
Total
214.000


Pendakian Dimulai 

Berjalan beberapa meter dari basecamp, gapura "Selamat Datang" menyambut kami. Melewati gapura tersebut selanjutnya kami menapaki jalan tanah becek di tengah ladang sayur penduduk.
Beberapa saat kemudian kami bertemu dengan persimpangan jalan setapak yang mengarah ke ladang penduduk dan jalur pendakian, maka yang dipilih adalah jalur yang melipir ke kiri naik tanjakan yang berupa paving.

Tak lama, kami melewati trek Landengan Dowo yang treknya masih berupa paving dan cukup lurus tanpa berbelok, sesuai namanya "Dowo" berarti panjang.
Pukul 17.30 kami pun berteduh dan beristirahat di pos 1 selama lima menit, lalu melanjutkan pendakian lagi.

Tibalah kami di pos 2 pada pukul 18.15 dengan keadaan sekitar yang sudah gelap gulita plus hujan gerimis yang masih setia menemani.

Kami pun mulai mengeluarkan senter masing-masing, tapi apalah daya saya lupa membawanya karena tertinggal di jok motor. Oke tak apa....
Kami teruskan pendakian dan bertemu dengan trek Watu Rejeng yang sesuai namanya banyak ditemui batu-batu lumayan besar yang berantakan terkadang ada di tengah jalur pendakian. 
Trek masih bersahabat dengan tidak adanya tanjakan satupun. Hingga pukul 19.45 kami sampai di pos 3. Sayang seribu sayang ternyata pos tiga sudah menjadi puing-puing dan hampir rata dengan tanah. Disitu sudah ada beberapa pendaki yang beristirahat di sekitar reruntuhan pos. Karena keadaan itu lah kami putuskan untuk lanjut saja tanpa mampir dulu di pos.

Lepas dari pos 3 ternyata kami dihadapkan pada tanjakan selamat datang yang membuat saya menghela napas panjang sebelum menapakinya.
Oke... siap menaiki tanjakan pertama kami...

Tanjakan tersebut kami lewati dengan detak jantung yang semakin cepat karena kemiringannya yang lumayan perlu kewaspadaan apalagi menjadi begitu licin akibat hujan yang mengguyur.
Gelap pun masih senantiasa menemani yang diam-diam bisa mencelakakan kalau kami tidak siaga dan fokus.
Memang benar kata pepatah "Berakit-rakit dahulu, bersenang-senang kemudian",
apa artinya? Setelah bersusah payah dengan napas tersengal-sengal kami berhasil melewati tanjakan selamat datang, tibalah kami di suatu dataran setapak yang menyajikan pemandangan lampu kota berkelip-kelip dari kejauhan. Alhamdulillah malam itu langit juga tidak terlalu berkabut sehingga jarak pandang tak terbatas dan bisa memandang sejauh mungkin kebesaran Illahi ini. Setelah melangkahkan kaki ini sebegitu jauhnya, letih pun semakin menggelayuti raga. Sampailah kami di sebuah trek yang disitu mulai bisa memandang kilauan kubangan air yang terkena pantulan cahaya bulan. Saya pun tersenyum karena Ranu Kumbolo yang merupakan surganya para pendaki Semeru mulai menyapa. Langkah pun semakin semangat untuk segera menuju tepiannya. Tapi sejak danau cantik itu mulai terlihat, kenapa belum juga sampai di pos 4. Kata Izar  sih pos tersebut berada di dekat Ranu Kumbolo.

Pandangan mata ini tak lepas dari kilauan air danau, hingga tak terasa pos 4 ada di depan. Istirahat sebentar lalu kami lanjutkan perjalanan menuju tepian danau yang makin dekat. Tak sabar menyambut pagi dengan sunrise di antara bukit  kembar di seberang Ranu Kumbolo yang bakal menjadi objek foto yang  luar biasa.

Pukul 22.50 kami sudah menginjakkan tepian Ranu Kumbolo dan sudah ada puluhan pendaki yang mendirikan tenda disana. Kami segera memilih lokasi yang enak untuk mendirikan tenda dan segera mengisi perut dengan memasak nasi, mie, sarden, dan air panas.

Saat mau mencuci beras, itulah saat pertama dimana saya merasakan dinginnya air Ranu Kumbolo yang saat itu juga terlihat kepulan asap di permukaan airnya yang menandakan betapa dinginnya air itu. Tapi saat mencelupkan kaki, bayangan bahwa dinginnya bakal seperti air es namun ternyata tak sedingin yang saya bayangkan. Apakah memang gak terlalu dingin atau kaki ini sudah mati rasa ga tau juga si... *-*
Setelah beras tercuci bersih, saya lanjut dengan bersih-bersih badan sekaligus berwudhu. Memang sih saat  terkena air tidak terlalu dingin, tapi beberapa saat setelan naik dari air barulah terasa dinginnya   #brrrrr.....

Saya putuskan memakai jaket dobel setelah berwudhu lalu sholat kemudian mengisi perut yang sejak dari Tumpang belum terisi nasi. Perut pun kenyang dan waktunya tidurrrr.... Mimpi indah yaaa.... *-*
Menghabiskan malam di tepian Ranu Kumbolo saya pun punya sejuta harapan, salah satunya agar besok pagi bisa bangun dengan disambut sunrise cantik saat membuka pintu tenda.


Next Day

Alarm subuh membangunkan saya tapi hawa dingin membuat hasrat untuk meringkuk di dalam tenda makin kuat. Pukul 5 lebih sedikit saya pun bergegas bangun dan tak sabar mengarahkan lensa kamera ke arah timur. Zipper tenda pun saya buka, dan........... taraaaaaaaaaaaa  
Bukannya sunrise yang menyambut saya, tapi kabut tebal di atas danau yang menyambut pagi itu. Rasa sesal agak menggelayuti hati ini, tapi ya sudah lah..... *_* hiks

Mending pagi yang berkabut itu saya awali dengan sholat subuh siapa tahu setelah itu kabut segera menyingkir. #amin



Harapan kabut segera menyingkir untuk bisa menikmati indahnya Ranu Kumbolo akhirnya dikabulkan sang kuasa. Lensa kamera pun tak berhenti menjepret segala sisi Ranu Kumbolo. Inilah surganya para pendaki Semeru bro....
Selain pemandangan yang luar biasa, danau ini merupakan sumber air yang menjadi persediaan air bagi pendaki yang akan melanjutkan pendakian menuju Mahameru. Tapi ingat, kalau mau diminum harus dimasak dulu yaaa.... Mengingat makin kesini, air Ranu Kumbolo semakin tidak sejernih mata air pegunungan lagi.   #miris

Inilah penampakan Ranu Kumbolo setelah kabut tebal menyingkir.



 
ada juga atraksi teatrikal"Aku Adalah Sampah"

"desa" Ranu Kumbolo

Perjalanan belum berakhir sampai di danau cantik tersebut, perjalanan masih panjang lho...
Kami pun melanjutkan langkah kecil kami menuju Puncak Para Dewa tanah tertinggi Pulau Jawa.
Ceritanya ada disini yaaa...


Komentar

  1. wow, sepertinya menyenangkan ^_^
    bagaimana dengan akhir tahun ini ? :D
    rencananya sih pengen ke ranum ini >.<

    BalasHapus
    Balasan
    1. masih musim hujan jg kayaknya mbak...
      Klo kesana akhir thn ini ya siap2 aja jas hujannya mbak

      Hapus
  2. bro.kalau musim lavender disemeru itu kpn yaa?

    BalasHapus
  3. Sy kesana Juni dapet pas berbuga...
    Kira"" musim berbunganya antara Mei sampe Agustus

    BalasHapus
  4. Salam damai Sobat-sobat BPJ (Komunitas Backpacker Jakarta)
    Sedikit kritik dan saran untuk sobat-sobat BPJ. Seminggu yang lalu tanggal 24 Mei 2015 lewat dari jam 23.00 wib kelompok rombongan terakhir dari BPJ tiba di Ranu Kumbolo. Kelompok ini langsung berteriak-teriak kencang di tengah heningnya Ranu Kumbolo memanggil-mangil teman-temannya dari kelompok BPJ yang telah berangkat sebelumnya. Setelah kelompok yang terpisah ketemu, sobat-sobat BPJ masih aja berteriak-teriak dengan suara yang kencang, membahas tentang tenda, koordinasi dgn kelompok BPJ yang lain, dll. Terutama nama salah satu anggota BPJ "JUNA" saat itu sering diteriakan.

    Setahu saya kalau kita teriak-teriak tengah malam diperkotaan aja bisa diomelin tetangga, apalagi ini teriak-teriak di tengah heningnya ranu Kumbolo. Ranu Kumbolo itu bukan cuma milik sobat - sobat BPJ saja, tapi milik semua pendaki - pendaki Mahameru. Saya dan pendaki - pendaki Mahameru yang lain datang ke Ranu Kumbolo ato puncak Mahameru itu untuk mencari kedamaian dan ketenangan karena kami sudah jenuh dengan hiruk pikuk perkotaan, kami mendaki mahameru bukan untuk mendengarkan kegaduhan yang sobat - sobat BPJ ciptakan.

    Sedikit saran untuk sobat - sobat BPJ, kalau sobat-sobat berpetualang di lokasi-lokasi yang tidak tercover oleh sinyal operator seluler sebaiknya sobat-sobat BPJ yang terbagi dalam beberapa kelompok itu membawa Handy Talky jadi sobat- sobat gak perlu teriak-teriak tengah malam untuk mencari rekan-rekannya dari kelompok yang terpisah. Selain itu sebaiknya kalau diskusi intern sebaiknya sobat-sobat BPJ tidak menggunakan volume percakapan yang keras. Saya yakin sobat-sobat BPJ masih mempunyai pendengaran yang baik sehingga tidak perlu berbicara dengan volume yang keras saat berdiskusi.

    Salam Cinta & Damai

    BalasHapus

Posting Komentar

Jangan enggan beri kritik dan saran yaaa...!!!